Semenjak persitiwa G30S yang mengakibatkan tokoh-tokoh militer diculik, kalangan buruh juga berdampak.
"Para aktivis buruh dan PKI dibunuh dan sebagian lagi di penjarakan. Mereka tidak memiliki hak politik lagi. Seluruh gerakan buruh dianggap sebagai komunis yang membahayakan negara," tulis Sulistyo dalam artikel jurnalnya.
"Lawan gerakan buruh bukan hanya Angkatan Darat tetapi 'seluruh rakyat Indonesia'."
Akibatnya tak ada lagi pemogokan pasca 1965, terutama saat Suharto berkuasa.
BB Hera menambahkan, bahwa saat Orde Baru berkuasa, Hari Buruh dihapus pada 1968. Pemerintah berencana menggantinya menjadi Hari Pekerja Nasional pada 22 Februari 1994.
"Keinginan untuk menghapus 1 Mei sendiri, pemeirntah Orba itu kelimpungan dan sangat terlambat," ia berpendapat.
Baca Juga: Sering Duduk Seharian di Kantor? Selingi Kebiasaan Ini Agar Tetap Sehat
Sekian lama tak ada Hari Buruh, aksi itu kemudian muncul lagi pada 1995 dan mendapatkan represi dari pemerintah Orde Baru. BB Hera berujar, Hari Buruh menjadi puncak perayaannya menentang Orde Baru pada 1999, ketika Presiden Habibie berkuasa.
Di tahun itu pulalah, partai buruh dan pekerja mulai bermunculan kembali setelah dilarang oleh Orde Baru. Era Reformasi pun menghantarkan Hari Buruh 1 Mei sebagai libur nasional pada 2014, atas instruksi Menteri Tenaga Iskandar di masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono.