Oleh Maryn McKenna/National Geographic
Nationalgeographic.co.id—Wabah ini telah menghancurkan beberapa kota, menghentikan perkembangan kerajaan, dan mengacaukan kepemimpinan istana. Seorang sejarawan menyebutnya "pembawa kematian yang paling mengerikan".
Cacar perlahan merajalela dan tak terhentikan, membuat cacat dan mematikan, sehingga menimbulkan trauma karena penyakit ini merupakan penyakit pertama yang vaksinnya dicari dan ditemukan. Cacar juga penyakit pertama yang diberantas oleh manusia.
Penyakit ini menjadi penyakit yang paling ditakuti sepanjang sejarah. Saat ini, sebuah penemuan genetika molekuler menimbulkan pertanyaan atas benar atau tidaknya pemahaman kita terhadap sejarah.
Tim peneliti multinasional yang dipimpin oleh sebuah kelompok di DeGroote Institute for Infectious Disease Research di McMaster University, Ontario, telah mengambil sampel dan mengelompokkan DNA cacar dari mumi anak kecil yang dikebumikan di Lithuania pada abad ke-17.
Saat membandingkan materi genetik mumi dengan sampel cacar modern, para peneliti menemukan bahwa materi genetik tersebut dan sampel cacar modern memiliki kemiripan. Dengan membangun sebuah "jam molekuler" yang dapat menelusuri kembali jejak evolusi dari nenek moyang yang sama, mereka menemukan bahwa waktu yang ditunjukkan lini masa virus tidak jauh dari tahun 1588.
Tanggal tersebut berabad-abad setelah kasus cacar telah diidentifikasi dalam deskripsi sejarah dari India dan Cina serta ditafsirkan dari penampilan mumi Mesir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology, para peneliti mengira, sangat mungkin laporan awal cacar salah diidentifikasi sebagai penyakit lain yang mirip dengan cacar. Mereka membutuhkan sampel yang lebih kuno untuk menegaskan atau menyangkal sejarah cacar.
Baca Juga: Bagaimana Cara Tradisi Pembuatan Mumi Suku Anga di Papua Nugini?
Kejutan Virus
Penelitian mengenai DNA purba merupakan bidang familiar bagi sekelompok peneliti yang mempimpin penelitian ini. Kelompok yang dipimpin oleh Hendrik Ponar, salah seorang yang sebelumnya merekonstruksi DNA woolly mammoth dan ia juga mendapatkan kembali gen bakteri plak dari gigi yang berasal dari kerangka abad ke enam. (Ia adalah putra dari ilmuwan yang bekerja mengekstrak struktur sel dari serangga yang diawetkan dalam kayu damar. Hasil kerja ini menginspirasi Jurassic Park).
Namun, tim tersebut tidak memulai penelitian demi memburu penyakit cacar. Penelitian ini dimulai dengan peluang dapat mengekstrak jaringan dari sekumpulan mumi tak biasa yang diawetkan di sebuah gereja di Vilnius, Lithuania. Ini merupakan proyek penelitian dari Dario Piombino-Mascali, seorang ahli antropologi yang juga seorang penjelajah National Geographic.
"Ini benar-benar mumi yang alami dalam artian tidak ada proses yang dilakukan untuk mengeringkan mumi tersebut," kata Piombino-Mascali, seorang peneliti tamu di Vilnuis University.
"Ada 23 mumi berkualitas baik hingga sempurna untuk diawetkan jaringan lunaknya. Tujuh diantaranya utuh, jadi kami hanya perlu melakukan CT-Scan untuk mengidentifikasinya. Namun, untuk salah satu yang kehilangan beberapa senyawa atau kehilangan bagian tubuhnya, memerlukan sampel jaringan lunak dari bagian tubuh tersebut."
Jaringan pertama yang diteliti Piombino dan diserahkan ke laboratorium Poinar, berasal dari bagian tubuh yang diawetkan yaitu panggul dan kaki seorang anak. Anak tersebut diperkirakan berusia 2 sampai 4 tahun ketika ia meninggal sekitar tahun 1643-1665.
Tidak ada tanda-tanda penyakit, termasuk bintik cacar yang terlihat pada tungkai kakinya. Laboratorium mengekstrak dan mengelompokkan material genetik dari sampel yang diambil. Langkah ini dilakukan untuk mencari organisme yang disebut JC polyomavirus. Organisme tersebut menjadi minat penelitian dari salah seorang anggota tim tersebut.
Di luar dugaan, dari pemanasan materi genetik pada sampel, para peneliti mendapati lebih dari 200 kecocokan yang diindikasikan sebagai DNA cacar yang pecah, rusak, dan tidak menular.
Baca Juga: Terungkap Misteri Mumi Uskup Abad ke-17 dan Janin Bayi di Sebelahnya
Setelah penelitian lebih lanjut, tim menarik keluar dan memasang kembali seluruh genom dari Variola, virus penyebab cacar, dan kemudian membandingkan genom tersebut dengan catatan dari sampel cacar lainnya. Sampel eksternal tertua berasal dari tahun 1944 dan sampel yang terbaru dari tahun 1977, sebelum penyakit tersebut dinyatakan dapat dibasmi.
Karena sampel modern memiliki ketepatan tanggal koleksi, tim dapat menggunakannya untuk mengukur perbedaan tingkat evolusi di antara mereka. Sama seperti perbedaan antara sampel modern dan sampel dari abad ke-17, mereka dapat memprediksi kesesuaian tingkat saat virus berubah.
"Kita dapat kembali ke masa lalu dan membuat proses evolusi secara terbalik," kata Ana Dugan, salah sorang penulis pertama makalah dan peneliti pasca-kedoktoran di DeGroote Institute.
Baca Juga: Naskah Kuno Alkitab dan Mumi Anak Kecil Ditemukan di Gua Horor Israel
Di ujung proses tersebut, mereka ternyata berasal dari tanggal yang sama dengan leluhur ketika perbedaan evolusi menyatu. Tanggal itu sekitar tahun 1588 dan 1645. Jika benar, penemuan ini akan mengkonfirmasi bahwa cacar bertangungjawab atas wabah mengerikan yang dikenal kejam, tetapi membebaskannya dari tuduhan atas kasus-kasus yang terjadi ribuan tahun lalu.
Bagian terpenting, keberagaman genom virus yang mereka teliti "tidak terlalu tinggi," catat Duggan.
"Jika mengikuti sejarah dari cacar yang usianya sudah ribuan tahun, apakah Anda akan mengatakan jika cacar diawali pada mumi yang berusia 2.000 tahun, atau memperhitungkan kembali dan mengatakan bahwa cacar telah ada bersama kita sejak awal zaman pertanian. Anda mungkin berharap akan ada lebih banyak keragaman, namun kami tidak melihat adanya keragaman tersebut."
Ketakutan teror biologi
Berdasarkan tulisan mereka, tim peneliti mengatakan mungkin ada bukti sejarah untuk kembali memperbaiki rentang waktu yang ada. Contohnya, daftar kematian kota dibuat hanya untuk menyebutkan adanya cacar parah pada tahun 1632. Penyakit yang masih berhubungan, seperti cacar sapi (cowpox) dan cacar monyet (monkeypox), yang menyebabkan bercak ruam yang sama. (Wabah cacar monyet disebarkan oleh hewan peliharaan eksotik yang menyebabkan ketakutan bioterorisme di Midwest tahun 2003).
Meskipun penyakit tersebut telah diberantas dari bumi ini, namun cacar tidak benar-benar musnah. Sampel virus cacar masih berada di bawah kendali U.S. Centers for Disease Control and Prevention dan di Russia. Virus cacar dianggap sebagai agen bioterorisme dan beberapa peneliti yang sedang meneliti virus ini.
Peneliti senior dalam proyek penelitian cacar, Inger Damon dari CDC, mengatakan melalui email bahwa studi tersebut "menunjukkan kemajuan yang mengesankan dalam metode untuk mendapatkan informasi genom dari materi biologis purba. Para penulis memiliki sejumlah wawasan yang bermanfaat bagi penerapan metode 'penanggalan' molekul."
Tim berharap melanjutkan kerja mereka lebih jauh lagi, mungkin saja ini bisa menjadi perjuangan yang amat berat. Sebagian kecil dari penelitian pada DNA purba sejauh ini telah menargetkan virus-virus, sehingga tidak banyak yang membandingkan pekerjaan mereka. Selain itu juga karena genom cacar diketahui langka.
"Kami sangat tertarik untuk mencoba mencari sampel awal abad ke-16 dari Benua Amerika. Cacar yang ditularkan oleh orang Eropa menyebabkan keruntuhan masyarakat asli Amerika," kata Duggan.
"Jika kita memiliki jejak keturunan kuno, mungkin kita bisa membangun gambaran yang sangat berbeda," pungkasnya.
Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming