Dalam Buruknya Lalu Lintas, Ada Korelasi Pemerintahan yang Korup

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 7 Mei 2021 | 06:00 WIB
Lalu lintas yang buruk berkolerasi dengan seberapa korupnya tata kelola pemerintahannya. (Difa Restiasari)

Nationalgeographic.co.id—Berdasarkan keterangan Mabes Polri, dilaporkan setidaknya 1.239 kecelakaan lalu lintas terjadi di seluruh Indonesia pada periode 1 hingga 7 Maret 2021. Kecelakaan mengakibatkan 261 orang meninggal dunia, 1.376 luka, dan kerugian ditaksir Rp2,36 miliar.

Di tingkat global, kecelakaan lalu lintas membunuh 1,25 juta orang per tahun, dan diketahui bila kematian dari peristiwa itu dianggap tidak proporsional di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Melansir Quartz, James O' Malley analis data dari CityMetric, menemukan adanya korelasi antara jumlah kematian lalu lintas di suatu negara dengan tingkat korupsi di pemerintahannya.

Baca Juga: Korupsi Hambat Perkembangan Sains dan Teknologi di Indonesia

Tak hanya O'Malley, ada banyak ilmuwan dan peneliti telah di setiap negara mencoba untuk menjelaskan hubungan antara korupsi, dengan kecelakaan lalu lintas.

Meski hasilnya tak selalu sama dan tak dapat merinci mekanisme pengaruh, tetapi semuanya menjelaskan kasus yang meyakinkan jika ada korelasi nyata antara keduanya.

Sebelumnya lewat analisis regresi panel, para peneliti menemukan bahwa korupsi dapat menurunkan investasi dan pertumbuhan mayoritas negara berkembang.

Tetapi sebaliknya, korupsi justru bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri baru Asia Timur yang besar, seperti Tiongkok, Indonesia, Korea Selatan, Thailand, dan Jepang (Rock & Bennet, 2004).

Namun pendapat itu dibantah oleh Anbarci dkk (2006), bahwa segala tindakan korupsi bisa menghambat pertumbuhan ekonomi manapun lewat berbagai mekanisme. Bahkan, bisa berdampak langsung pada kematian kecelakaan lalu lintas.

Baca Juga: Korupsi Memperparah Wabah Malaria di Angola

Kemacetan Jakarta dari jembatan penyeberangan Juanda. (Gloria Samantha)

Sejalan dengan James O' Malley dan Anbarci dkk, studi yang dipublikasikan di Accident Analysis & Prevention (Vol 42 Issue 6, 2010) oleh Teik Hua Law dan tim.

Ia menggunakan banyak variabel untuk hubungan langsung dan tidak langsung dari korupsi pada tingkat kematian akibat kecelakaan kendaraan berdasarkan Indeks Pertumbuhan Manusia. Salah satu variabelnya adalah kontrol medis yang berkorelasi dengan korupsi. 

Mereka menulis, angka kematian kecelakaan lalu lintas dalam perawatan dan teknologi medis menjelaskannya. Ketika variabel korupsi masuk pada variabel ini, kualitas perawatan medis dan teknologi menurun.

Sedangkan variabel kendaraan per kapita, secara signifikan dan konsisten dengan harapan peneliti. 

"Hasil perkiraan menunjukkan bahwa lebih banyak kendaraan per kapita meningkatkan kematian MVC (Motor Vehicle Crash)," tulis peneliti.

Baca Juga: Rentetan Praktik Korupsi Pemantik Perang Jawa Pangeran Dipanagara

Alkohol yang diregulasikan secara bebas, meningkatkan daya konsumsi yang tinggi, sehingga di perkotaan menimbulkan risiko kematian dalam kecelakaan berkendara.

Dalam jurnal yang sama di studi yang berbeda oleh Esma Gaygisiz (2010), ditemukan korelasi antara tata kelola pemerintahan, kematian lalu lintas, dan faktor budaya.

Gaygisiz menulis, bahwa nilai-nilai budaya tertentu, seperti kebebasan intelektual dapat mengurangi risiko kematian akibat kecelakaan lalu lintas.

Tingkat buruk-rendahnya pemerintahan ini ia dapat dari skor World Governance Indicator (WGI) yang dipublikasikan World Bank. Sedangkan faktor kebudayaan didapatnya dari empat-nilai dimensi Hofstede dan Schwartz. Kemudian dianalisis pada dampaknya.

Sedangkan pada pengelolaan pemerintah buruk terbukti membuat beberapa variabel yang meningkatkan kematian. Akibatnya, pemerintahan yang tidak efektif dapat mempengaruhi kebudayaan secara negatif dan dampaknya lebih terasa pada kebiasaan berlalu lintas.

Baca Juga: Zaman VOC, Biang Kemacetan Bisa Kena Denda 

Kemacetan rutin di sepanjang Jalan Gatot Subroto-MT Haryono saat waktu pulang kantor. (Edy Purnomo)