Mengenang Ita Martadinata dalam Sajian Rujak Pare Sambal Kecombrang

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 14 Mei 2021 | 14:00 WIB
Rujak pare dan sambal kecombrang yang disajikan Boen Hian Tong untuk mengenang Tragedi Mei 1998. Pada kesempatan ini digelar upacara peletakan papan arwah atau sinci untuk Ita Martadinata, korban dan aktivis HAM. (Agus Budi Santoso/Boen Hian Tong)

Nationalgeographic.co.id—Ita Martadinata Haryono terbunuh pada 9 Oktober 1998. Ia merupakan salah satu penyintas pemerkosaan selama kerusuhan anti-Tionghoa pada Mei 1998. 

Peristiwa pemerkosaan itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja, melainkan di beberapa kota seperti Medan, Palembang, Semarang, dan Surabaya. Karena maraknya kasus, Ita Martadinata sebelumnya hendak memberikan pernyataan kasus itu di sidang PBB.

Ita Fatia Nadia dari Tim Relawan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan, saat itu melihat ke lokasi tewasnya Ita Martadinata. Menurut kesaksian Fatia, kondisi jenazahnya sangat tragis dan berlumuran darah. Diketahui, pembunuhnya adalah tukang kebunnya yang dipanggil Si Otong.

"Si Otong itu hanya dikorbankan," terang Fatia dalam Diskusi Tipis-Tipis yang diadakan perkumpulan Boen Hian Tong, Kamis (13/05/2021). "Dan kenapa Ita dibunuh, itu bagian dari kebijakan politik tertentu yang menyertai peristiwa 1998."

Tak hanya hendak menyampaikan kasus pemerkosaan selama Mei 1998 saja. Sebenarnya Ita Martadinata juga hendak membuka tabir kasus pemerkosaan lainnya seperti di Aceh, Papua, dan Timor-Leste.

Rujak pare yang disajikan untuk mengenang Tragedi Mei 1998. Acara diskusi dan peletakan papan arwah Ita Martadinata Haryono digelar Boen Han Tong di Kota Semarang. (Suwito/Boen Han Tong)

Baca Juga: Kisah Perempuan Penyintas Tragedi 1965 : Ada Kekuasaan di Atas Pemerkosaan