Operasi Badr, Serangan Mesir Saat Israel Merayakan Hari Yom Kippur

By National Geographic Indonesia, Sabtu, 22 Mei 2021 | 16:00 WIB
Pasukan Israel selama Perang Arab-Israel. Dari buklet 'Presiden Nixon dan Peran Intelijen dalam Perang Arab-Israel 1973'. (Foreign Policy Research Institute)

Oleh Agustinus Winardi

Nationalgeographic.co.id—Bagi militer Israel, 10 Ramadan 1393 atau 6 Oktober 1973 bukanlah hari yang pantas mereka ingat. Maklum, pada hari itu, mereka tak menyangka Mesir menyerang dengan kekuatan penuh. Meski intelijen sudah memberikan informasi, para petinggi Israel, seperti PM Golda Meir, merasa tidak yakin karena jika Mesir akan menyerang Israel menjelang bulan Ramadan.

Tapi perkiraan para petinggi Israel memang keliru. Pada hari itu, pasukan Mesir tiba-tiba menyerbu Israel secara besar-besaran. Kapal-kapal Mesir pengangkut alat penyemprot air bertekanan tinggi bahkan dengan mudah menjebol benteng Bar Lev Line, disusul mundurnya pasukan Israel yang hanya bisa melawan sebisanya.

Ketika itu Israel baru merayakan hari besar keagamaan Yahudi yang dikenal dengan Yom Kippur, sehingga juga membuat militer Israel secara keseluruhan sedang tidak siaga. Setelah mengalami kekalahan perang melawan Israel pada Perang Enam Hari (1967), Mesir terus membangun kekuatan militer untuk suatu kali menyerang Israel secara dadakan.

Mesir yang pada Perang Enam Hari memang mengalami kerugian paling besar dibandingkan Suriah dan Yordania. Pasalnya akibat serangan udara dadakan Israel, Mesir telah kehilangan 2/3 jet-jet tempurnya sehingga benar-benar jadi sangat marah.

Oleh karena itu pasca Perang Enam Hari, diam-diam Mesir terus membeli jet-jet tempur generasi terbaru bari Rusia, termasuk ribuan tank serta rudal-rudal perontok pesawat seperti SA-6 SAM yang bisa diangkut ranpur.

Tujuan Mesir yang secara dadakan ingin menyerang Israel adalah untuk kembali menguasai Terusan Suez dan menguasai sebagian timur Dataran Tinggi Golan yang pada tahun 1967 berhasil dikuasai Israel.

Militer Israel sendiri untuk mencegah Mesir melakukan serangan dengan cara menyeberangi Terusan Suez telah membuat benteng alam setinggi 25 meter sepanjang tepian Terusan Suez yang dinamai benteng Bar Lev Line.

Baca Juga: Gerakan Partai Komunis Palestina, Perlawanan Zionis dan Lika-Likunya

Operasi Badr, serangan mendadak Mesir terhadap kubu Israel pada 6 Oktober 1973 dan serangan balik Israel. (Wikimedia)

Israel merasa yakin jika benteng Bar Lev Line yang terbuat dari campuran pasir dan lumpur yang telah dipadatkan akan sulit ditembus oleh pasukan Mesir.

Tapi perkiraan Israel itu ternyata keliru. Militer Mesir diam-diam ternyata sudah bisa sudah mengetahui kelemahan pertahanan benteng Bar Lev Line. Yakni dengan cara menyemprotkan air menggunakan peralatan khusus bertekanan besar.

Mesir sudah membeli alat penyemprot air dari Jerman yang bertekanan sangat tinggi sehingga bisa dengan mudah menjebol benteng Bar Lev Line.

Untuk menggempur Israel secara dadakan melalui Terusan Suez lalu secara diam-diam menjebol benteng Bar Lev Line, Mesir telah menyiapkan 35.000 pasukan dan persenjataan seperti tank, jembatan ponton, dan ranpur lainnya mulai pertengahan tahun 1973.

Intelijen Israel seperti Mossad sebenarnya sudah tahu pergerakan pasukan Mesir tapi ketika Mossad melapor ke pejabat tinggi Israel, ternyata malah tidak dipercaya. Para petinggi Israel seperti PM Golda Meir, merasa tidak yakin karena jika Mesir akan menyerang Israel menjelang bulan Ramadan (puasa).

Akan tetapi, perkiraan para petinggi Israel memang keliru, karena pada 6 Oktober 1973, pasukan Mesir tiba-tiba menyerbu Israel secara besar-besaran.

Kapal-kapal Mesir pengangkut alat penyemprot air bertekanan tinggi bahkan dengan mudah menjebol benteng Bar Lev Line, disusul mundurnya pasukan Israel yang hanya bisa melawan sebisanya. Selain itu pada 6 Oktober 1973, Israel baru merayakan hari besar keagamaan Yahudi yang dikenal dengan Yom Kippur, sehingga juga membuat militer Israel secara keseluruhan sedang tidak siaga.

Keberhasil pasukan Mesir menjebol benteng pasir Bar Lev Line disusul dibangunnya sejumlah jembatan ponton dengan cepat memudahkan tank-tank dan ranpur angkut personel Mesir melaju di Dataran Tinggi Golan sejauh 25 km untuk menuju Israel.

Baca Juga: Apa yang Disepakati dari Normalisasi Hubungan Israel dan UAE?

Tank milik Israel M48 yang tertangkap oleh militer Mesir selama Perang Yom Kippur. Foto dari buku Military Battles on the Egyptian Front by Gammal Hammad. Published by Dar al-Shuruq, Egypt. (Gammal Hammad)

Pasukan tank dan darat Israel berusaha mencegah gerak maju pasukan tank dan darat Mesir tapi dengan cepat pasukan Israel terpukul mundur dan memilih lari kocar-kacir menuju wilayah Israel.

Kendati dalam pertempuran Operation Badr yang berlangsung sekitar 8 hari, akhirnya pasukan Mesir berhasil dipukul mundur oleh serangan balik Israel. Perang singkat itu bisa membuktikan bahwa jika Israel diserang mendadak dalam waktu yang tepat ternyata bisa dikalahkan dan kocar-kacir.

Jadi dalam perkembangan terkini, militer Israel sebenarnya masih memiliki kelemahan yang sama. Yakni akan kocar-kacir jika mendapat serangan mendadak dari negara-negara Arab.

Apalagi jika serangannya dilakukan secara serentak oleh negara-negara Arab yang sudah bersatu dan didukung oleh persenjataan canggih serta personel militer yang terlatih.

Dengan demikian, kemenangan militer negara-negara Arab seperti Mesir yang pernah memukul mundur pasukan Israel dalam Operation Badr, tidak hanya berlangsung singkat tapi jangka panjang. Bahkan bisa selamanya.