Penelitian Ini Lacak Pola Migrasi Paus Biru Kerdil untuk Konservasi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 24 Mei 2021 | 18:00 WIB
Balaenoptera musculus, atau paus biru kerdil di lautan lepas. (Pixabay)

Mereka juga mengkombinasikan rute pengiriman dan penangkapan penangkapan ikan, dan kawasan eksplorasi minyak dan gas. Kombinasi ini membuat penelitian ini dapat membantu mengurangi dampak aktivitas manusia yang berdampak negatif pada perilaku paus.

Dalam laporannya, para ilmuwan harus menjelajah sejauh 4.236 kilometer untuk bisa menandai dan merekam paus biru kerdil. Selanjutnya, pelacakan dilakukan selama 382 hari, dan ditemukan perjalanan mamalia ini sudah sejauh 15.120 kilometer.

Para ilmuwan itu menemukan kebiasaan paus biru, yakni mencari makan dan migrasi di sepanjang landas benua Australia. Terutama, mereka mencari makan di kawasan bernama Great Southern Australian Coastal Upwelling System.

Identifikasi ini menjadi tanda bahwa perairan dengan upwelling system di South Australia, kawasan ini menjadi penting untuk konservasi. Upwelling system adalah pembalikan massa air, atau fenomena saat air laut lebih dingin dan massa jenisnya lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan. Biasanya terjadi akibat pergerakan angin di atasnya.

Baca Juga: Bagaimana Paus-paus Membantu Mendinginkan Temperatur Planet Bumi?

Hasil rute paus bermigrasi dari South Australia menuju perairan Indonesia yang dilacak para peneliti. (Flinders University)

 

Umumnya, pembalikan massa air membawa nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fitolpankton di dekat permukaan laut. Sehingga, dapat memperkaya kehidupan laut di kawasan itu, termasuk untuk paus (Bakun, A. 1990). Setelah mencari makan, paus biru mulai bermigrasi menuju perairan Indonesia untuk berkembang biak.

"Informasi baru ini, bersama dengan data tangkapan [getar] akustik, penampakan, genetik, dan masa lalu, secara substansial akan memperluas pengetahuan tentang distribusi spasial populasi paus biru yang pulih ini dan potensi paparan dampak dari aktivitas manusia sepanjang perjalanannya," terang Lucian M Möller dari Flinders University di Eurekalert.

Baca Juga: Perbedaan Kultur di Dalam Nyanyian Paus Bungkuk Antar Samudra