Nationalgeographic.co.id—Observatorium Bosscha telah menutup akses bagi masyarakat yang hendak melakukan kunjungan ke tempat peneropongan benda-benda langit itu sejak awal pandemi COVID-19. Untuk menyiasati keterbatasan ini, Bosscha membuat program Pengamatan Virtual Langit Malam (PVLM) yang bertujuan memperkenalkan astronomi secara populer kepada masyarakat di tengah situasi pandemi.
Melalui program ini, masyarakat tetap bisa mendapatkan akses untuk melakukan pengamatan dan mendapatkan pengetahuan astronomi melalui teleskop Observatorium Bosscha. Bahkan, mereka bisa mendapatkannya tanpa perlu datang ke Observatorium Bosscha.
Pada tahun 2021, PVLM rutin digelar setiap bulan. Yatny Yulianty, peneliti di Observatorium Bosscha, mengatakan pengamatan tersebut disiarkan secara langsung melalui saluran-saluran di internet sepeti Youtube dan platform lainnya, seperti diberitakan dalam laman resmi Institut Teknologi Bandung.
Rencananya, Observatorium Bosscha juga akan menggelar pengamatan Gerhana Bulan Total (GBT) pada 26 Mei 2021 dan juga menayangkannya secara virtual lewat program PVLM. Untuk menggelar PVLM pada 26 Mei nanti, Observatorium bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana di Kupang, Nusa Tenggara Timur, komunitas pecinta astronomi Pecinta Langit Timur (Pelati), dan seorang astronom amatir dari Kupang bernama Zulkarnain.
Baca Juga: Matahari Semakin Berbadai, Akan Mencapai Puncak untuk Gerhana Total
Pengamatan GBT nanti akan dilaksanakan di Bandung dan Kupang. Pengamatan gerhana bulan di Kupang lebih mudah dilakukan dan potensi terlihatnya bulan lebih tinggi karena posisi bulan lebih tinggi dan cuaca lebih cerah daripada di Bandung.
Selain melakukan pengamatan, PVLM pada Mei ini juga akan disertai diskusi ringan seputar gerhana bulan. Diskusi tersebut mendatangkan narasumber dari Kelompok Keahlian program studi Astronomi Ferry M. Simatupang, astronom Observatorium Bosscha Muhammad Yusuf, dosen dari Universitas Nusa Cendana Andreas Ch. Louk, dan astronom amatir Zulkarnain.
PVLM pada 26 Mei nanti dapat disaksikan di channel Youtube Bosscha Observatory dan Slido mulai pukul 17.00 WIB. Dengan bergabung di Slido, masyarakat dapat mengikuti sesi diskusi interaktif seperti memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan mengikuti polling. Untuk dapat bergabung di Slido, masyarakat dapat mendaftar secara gratis melalui situs di Observatorium Bosscha ini mulai hari Selasa, 25 Mei 2021, pukul 19.00 WIB dan terbatas hanya untuk 700 orang.
Karena gerhana bulan total pada 26 Mei nanti dapat disaksikan di sebagian besar wilayah di Indonesia, maka masyarakat umum Indonesia juga dapat menyaksikan gerhana bulan total secara langsung di wilayah masing-masing.
Baca Juga: Peneliti ITB Temukan Gading Stegodon Berusia 1,5 Juta Tahun di Majalengka
“Nikmati saja fenomena [gerhana bulan total] nanti pada langit yang cerah dan jangan lupa jaga kondisi, patuhi protokol kesehatan,” pesan Agus Triono, peneliti Observatorium Bosscha, kepada masyarakat yang hendak menyaksikan fenomena astronomi tersebut.
Agus juga mengatakan, gerhana bulan total pada hari Rabu nanti merupakan gerhana bulan total satu-satunya pada 2021. "Juga bertepatan dengan bulan berada pada titik terdekat dengan bumi atau perigee sehingga gerhana kali ini disebut juga sebagai gerhana bulan super atau supermoon," ucap Agus.
Seperti yang dijelaskan dalam situs web Bosscha, secara rata-rata gerhana bulan total dapat dilihat dari lokasi mana pun, asalkan langitnya sedang clear atau tidak tertutup awan. Untuk wilayah Bandung dan sekitarnya, gerhana akan dimulai pada pukul 15.48 WIB dan akan masuk menuju fase totalitas pada pukul 18.19 WIB saat bulan baru terbit di timur. "Kita dapat menyaksikan proses gerhana hingga selesai pada pukul 20.50 WIB," tutur Agus.
Agus menjelaskan, gerhana bulan terjadi saat matahari, bumi, dan bulan berada di posisi segaris. Bulan akan masuk ke dalam bayangan bumi, menjadikan cahaya matahari yang diterima oleh permukaan bulan tertutupi untuk sementara.
"Secara rata-rata, gerhana bulan total dapat dilihat dari lokasi mana pun setiap 2,5 tahun," ujar Agus.
Baca Juga: Di Balik Gerhana Matahari: Dari Gegar Budaya Sampai Festival Budaya