Selain mampu mendeteksi keberadaan visual buku catatan dan cangkir, pasien ini dilaporkan juga dapat melihat garis putih yang dicat di tempat penyeberangan pejalan kaki. "Pasien ini awalnya agak frustasi karena butuh waktu lama antara injeksi dan waktu dia mulai melihat sesuatu," ujar penulis utama dalam laporan studi ini, Dr. José-Alain Sahel, seorang dokter mata dan ilmuwan di University of Pittsburgh dan Institute of Vision di Paris, kepada BBC.
Pasien ini kemudian mulai berlatih dengan kacamata sekitar 4,5 bulan setelah injeksi. Dia baru mulai melaporkan peningkatan penglihatannya sekitar 7 bulan setelah itu, lapor tim riset tersebut seperti dilansir Live Science.
"Tapi ketika dia mulai melapor secara spontan, dia bisa melihat garis-garis putih di seberang jalan, Anda bisa membayangkan dia sangat bersemangat. Kami semua bersemangat," ujar Sahel.
Baca Juga: Temple Grandin, Ilmuwan Perempuan yang Ciptakan Alat Terapi Autis
Kini, penglihatan pria itu masih cukup terbatas, karena dia hanya dapat melihat gambar monokromatik dan dengan resolusi yang cukup rendah. Namun "temuan ini memberikan bukti konsep bahwa menggunakan terapi optogenetik untuk memulihkan sebagian penglihatan adalah hal yang mungkin," kata penulis senior Dr. Botond Roska, direktur pendiri Institute of Molecular and Clinical Ophthalmology Basel di University of Basel, kepada BBC.
Optogenetik semdoro secara luas merupakan teknik penggunaan modifikasi cahaya dan genetik untuk mengontrol aktivitas neuron.
Tentu saja, meskipun hasil awal ini menarik, penelitian ini masih bersifat terbatas karena baru satu pasien yang menerima pengobatan itu sejauh ini, kata James Bainbridge, profesor studi retina di University College London yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. Mudah-mudahan terobosan ini bisa berdampak pada banyak orang lainnya dan dapat diaplikasikan secara massal.