Optogenetik: Terapi Mata Ini Mampu Memulihkan Penglihatan Orang Buta

By Utomo Priyambodo, Rabu, 26 Mei 2021 | 07:00 WIB
Temuan ini memberikan bukti konsep bahwa menggunakan terapi optogenetika untuk memulihkan sebagian penglihatan adalah hal yang mungkin. (NATURE)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah terobosan terbaru dalam metode pengobatan mata tampaknya akan hadir secara massal. Seorang pria buta yang hanya bisa melihat sedikit cahaya, kini bisa melihat bentuk kabur berkat terapi gen dan sepasang kacamata yang direkayasa secara khusus.

Pria itu didiagnosis dengan kondisi yang disebut retinitis pigmentosa 40 tahun lalu saat usianya masih 18 tahun. Menurut National Eye Institute (NEI), orang dengan retinitis pigmentosa membawa gen-gen yang salah yang, karena banyak mutasi, menyebabkan sel-sel sensitif cahaya di retina di belakang mata rusak.

Gen-gen ini biasanya akan mengkode protein fungsional di retina, tetapi gagal membangun protein tersebut, atau membuat protein abnormal yang tidak berfungsi atau menghasilkan zat yang secara langsung merusak jaringan retina. Kondisi tersebut mempengaruhi sekitar 1 dari 4.000 orang di seluruh dunia, menurut NEI, dan terkadang dapat menyebabkan kebutaan total seperti yang terjadi pada pasien berusia 58 tahun dalam studi baru yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine pada Senin, 24 Mei 2021, tersebut.

Dalam upaya untuk mengobati kehilangan penglihatan pria itu, para ilmuwan memasukkan gen-gen yang mengkode protein penginderaan cahaya ke dalam virus yang dimodifikasi, kemudian menyuntikkan vektor virus yang diubah secara genetik itu ke salah satu matanya, tulis dalam laporan mereka. Protein, yang disebut ChrimsonR, adalah versi rekayasa dari protein peka cahaya yang ditemukan di alga uniseluler, yang memungkinkan organisme bersel tunggal itu mampu mendeteksi dan bergerak menuju sinar matahari, seperti yang dilansir MIT Technology Review.

ChrimsonR termasuk dalam keluarga protein peka cahaya yang disebut channelrhodopsins. Dengan menyuntikkan gen-gen ChrimsonR ke dalam retina—khususnya ke dalam sel-sel ganglion retina, sejenis sel saraf yang mengirimkan sinyal visual ke otak—tim berharap membuat sel-sel ini sensitif terhadap cahaya kuning-oranye.

Di sinilah kacamata khusus digunakan. Kacamata tersebut menangkap perubahan intensitas cahaya dari lingkungan dan kemudian menerjemahkan sinyal itu menjadi gambar kuning yang intens yang diproyeksikan langsung ke retina pasien, dengan tujuan mengaktifkan ChrimsonR. Beberapa bulan berlalu sebelum sejumlah besar ChrimsonR terakumulasi di mata pria itu dan mulai mengubah penglihatannya. Lalu akhirnya, dia mulai melihat pola cahaya dengan bantuan kacamata tersebur, seperti diberitakan BBC.

Baca Juga: Menggambar Bisa Bantu Redakan Stres, Ini Penjelasan Ahli Terapi

Cahaya biru dari gawai dapat mempercepat kebutaan (Difa Restiasari)

"Pasien tersebut merasakan, menemukan, menghitung, dan menyentuh" ​​objek-objek yang berbeda menggunakan matanya yang telah menerima perawatan, sendirian, dan saat mengenakan kacamata, tulis para peneliti dalam laporan mereka tersebut. Misalnya, pasien itu dapat melihat buku catatan dan cangkir yang diletakkan di atas meja di depannya, meskipun ketika diminta untuk menghitung cangkir dia tidak selalu memberikan nomor yang benar, menurut laporan MIT Technology Review.

Sebelum menerima terapi tersebut, pria itu tidak dapat mendeteksi objek apa pun, dengan atau tanpa kacamata. Adapun setelah menerima suntikan gen-gen, dia hanya bisa melihat saat mengenakan kacamata, karena mereka mengubah semua cahaya menjadi warna kuning, para peneliti melaporkan.

Selain mampu mendeteksi keberadaan visual buku catatan dan cangkir, pasien ini dilaporkan juga dapat melihat garis putih yang dicat di tempat penyeberangan pejalan kaki. "Pasien ini awalnya agak frustasi karena butuh waktu lama antara injeksi dan waktu dia mulai melihat sesuatu," ujar penulis utama dalam laporan studi ini, Dr. José-Alain Sahel, seorang dokter mata dan ilmuwan di University of Pittsburgh dan Institute of Vision di Paris, kepada BBC.

Pasien ini kemudian mulai berlatih dengan kacamata sekitar 4,5 bulan setelah injeksi. Dia baru mulai melaporkan peningkatan penglihatannya sekitar 7 bulan setelah itu, lapor tim riset tersebut seperti dilansir Live Science.

"Tapi ketika dia mulai melapor secara spontan, dia bisa melihat garis-garis putih di seberang jalan, Anda bisa membayangkan dia sangat bersemangat. Kami semua bersemangat," ujar Sahel.

Baca Juga: Temple Grandin, Ilmuwan Perempuan yang Ciptakan Alat Terapi Autis

Dengan menyuntikkan gen-gen ChrimsonR ke dalam retina, tim berharap membuat sel-sel ini sensitif terhadap cahaya kuning-oranye. (PALMIHELP/Getty Images/iStockphoto)

Kini, penglihatan pria itu masih cukup terbatas, karena dia hanya dapat melihat gambar monokromatik dan dengan resolusi yang cukup rendah. Namun "temuan ini memberikan bukti konsep bahwa menggunakan terapi optogenetik untuk memulihkan sebagian penglihatan adalah hal yang mungkin," kata penulis senior Dr. Botond Roska, direktur pendiri Institute of Molecular and Clinical Ophthalmology Basel di University of Basel, kepada BBC.

Optogenetik semdoro secara luas merupakan teknik penggunaan modifikasi cahaya dan genetik untuk mengontrol aktivitas neuron.

Tentu saja, meskipun hasil awal ini menarik, penelitian ini masih bersifat terbatas karena baru satu pasien yang menerima pengobatan itu sejauh ini, kata James Bainbridge, profesor studi retina di University College London yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. Mudah-mudahan terobosan ini bisa berdampak pada banyak orang lainnya dan dapat diaplikasikan secara massal.