Einstein dan Politik: Mendukung Hak Yahudi hingga Menolak Israel

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 28 Mei 2021 | 17:00 WIB
Potongan surat Einstein yang mengungkap pelariannya dari Nazi. (Nate D. Sanders Auctions)

 

Nationalgeographic.co.id - Albert Einstein, seperti yang kita tahu dia adalah ilmuwan yang menyumbangkan begitu besar pemahaman kita akan fisika, seperti teori relativitasnya. Ia adalah keturunan Yahudi yang lahir di Ulm, Jerman, pada 1879.

Sudah sejak kecil ia mengalami diskriminasi dari teman-teman di kelasnya, baik fisik maupun hinaan.

"Di kalangan anak-anak sekolah dasar, anti-Semitisme adalah hal yang lazim," kenang Einstein dalam biografi Einstein, Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia karya Walter Isaacson (2012).

Rasisme itu hanya dilakukan pada teman-temannya, bukan para gurunya yang cenderung liberal. Padahal, Einstein juga mengenang pengalamannya tentang seorang guru yang datang ke kelas membawa paku dan berujar: "Paku inilah yang digunakan untuk menyalib Yesus, seperti ini bentuknya."

Baca Juga: Surat Lama Einstein Ditemukan, Isinya Prediksi soal Indra Super Burung

Secara ideologi, Isaacson menulis, Einstein adalah seorang federalisme dunia, internasionalisme, pasifisme, dan sosialisme demokratis, yang mendukung kebebasan. Einstein mempelajari paham itu saat kecil oleh mentornya, Jost Winteler yang berhaluan liberal, ketika dia pindah ke Swiss.

Ia meminati paham ini untuk dipelajari terutama saat Jerman kondisinya sangat militeristik dan nasionalisme keras. Einstein alergi akan hal itu. Ia bahkan pada 1916 menjadi salah satu anggota pendiri Partai Demokratik Jerman yang liberal, walau tidak begitu aktif.

Ideologi poltiknya berkembang ketika Adolf Hitler berkuasa di Jerman pada 1933 dengan dominasi partai Nazi. Peristiwa holocaust (1941-1945) membuatnya menjadi seorang zionis yang mendukung hak-hak sipil bagi orang Yahudi.

Baca Juga: Surat Albert Einstein yang Berisi Rumus E=MC2 Dijual Rp17,2 Miliar

Albert Einstein di tahun 1905. Albert Einstein adalah ahli fisika keturunan Yahudi. Pandangan politiknya lebih mengarah pada isu kemanusiaan dan menolak fasisme Nazi dan Israel. (Public Domain)

 

Semenjak Hitler berkuasa, Einstein pun berpindah ke Amerika Serikat. Di sana ia bertemu dengan tokoh-tokoh zionis. Pada awalnya ia mendukung zionisme karena hak asasi manusia, dan mendukung national homeland untuk Yahudi di Mandat Inggris di Palestina. 

Hal ini dibuktikan lewat suratnya yang ditujukan pada perdana menteri India, Jawaharlal Nehru, 13 Juni 1947.

Einstein sebenarnya sudah lama mendukung gerakan zionisme dalam berpartisipasi untuk mendirikan Hebrew University di Yersulem pada 1925.

Ia menginiasiasi agar Institute of Agriculture didirikan terlebih dahulu untuk menyelesaikan permasalahan tanah.

Selanjutnya Chemical Institute dan Microbiology Institute demi menangani epidemi. Terakhir ia menyarankan Oriental Studies Institute yang disajikan pembelajaran bahasa Ibrani dan Arab untuk kajian sejarah dan budaya.

Meski demikian, ia tidak setuju dengan keinginan membuat negara Yahudi di sana seperti cita-cita radikal zionis. Ia bahkan menulis surat kepada Shepard Rifkin, pendukung kemerdekaan Israel di Amerika Serikat, saat terjadi pembantaian penduduk Deir Yassin oleh zionis militan.

Surat yang bertanggal 10 April 1948 berbunyi:

"Yang terhormat:

Ketika bencana nyata dan terakhir menimpa kita di Palestina, yang pertama bertanggung jawab atas hal itu adalah Inggris dan yang kedua bertanggung jawab untuk itu, organisasi Teroris yang dibangun dari barisan kita sendiri.

Saya tidak ingin melihat siapa pun yang terkait dengan orang-orang yang tersesat dan tindak kriminal itu."

Hormat saya,

Albert Einstein."

Tak hanya itu, pada 4 Desember 1948 bersama beberapa tokoh intelektual Yahudi, termasuk Albert Einstein dan Hannah Arendt—pemikir politik—menandatangani pernyataan di New York Times.

Mereka memperingatkan bahwa Herut (partai pembebasan) Israel memiliki kemiripan dengan partai Nazi dalam organisasi, metode, filosofi politik, dan fasis.

Baca Juga: Mandat Britania di Palestina, Awal Mula Konflik Israel-Palestina

Dalam hal musik, Albert Einstein mengidolakan komponis Wolfgang Amadeus Mozart dan Johann Sebastian Bach. (Sueddeutsche Zeitung Photo/Alamy Stock Photo via National Geographic)

Menurut mereka, kedatangan Manachem Begin, pendiri Herut, ke Amerika Serikat merupakan hal yang "jelas diperhitungkan untuk memberi kesan dukungan Amerika kepada partainya," menjelang pemilu di Israel pertama pasca Mandat Britania berakhir.

Marc Elis, profesor Center for Jewish Studies at Baylor University, menulis dalam Judaism Does Not Equal Israel, bahwa Albert Einstein sebagai tokoh Yahudi besar, sempat ditawarkan menjadi presiden Israel pada 1952, setelah Chaim Weizmann wafat.

Einstein lebih memilih menolak dan mengatakan dirinya tak memiliki kemampuan akan masalah sosial dan politik.

Pun seandainya Albert Einstein terpilih, mantan Perdana Menteri Israel, David Ben-Gurion, menyebut, "kita dalam masalah.", tulis Elis.

Baca Juga: Bentuk Rumit Otak Einstein dan Pengaruhnya Terhadap Kecerdasan