Nationalgeographic.co.id - Semenjak kemunculannya, kecerdasan buatan (AI) memiliki keterbatasan sehingga membuat para ilmuwan mencoba mengembangkannya.
Misalnya dalam pengembangan terbaru, terdapat robot yang dapat melukis, dan menjadi bahan diskusi para ilmuwan terkait hubungan mereka dengan kita, manusia.
Para ilmuwan kemudian mencoba mengembangkan penampilan wajah robot agar tidak kosong ketika manusia memberikan ekspresi di hadapannya. Pengembangan ini dilaporkan dalam dua makalah mereka di jurnal HardwareX (Vol.9 April 2021), dan ArXiv 26 Mei.
Tujuannya, dalam rilis Columbia University, supaya dapat membangun kepercayaan dalam interaksi manusia dengan robot. Kebutuhan ini diperlukan agar ada responsif dan realistis ketika mereka akan digunakan untuk membantu manusia.
"Orang-orang sepertinya memanusiakan robot dengan memberi mereka mata, identitas, atau nama," kata Hod Lipson, anggota proyek itu dari Department of Mechanical Engineering, Columbia University.
"Ini membuat kami bertanya-tanya, jika mata dan pakaian berfungsi, mengapa tidak membuat robot yang memiliki wajah manusia super ekspresif dan responsif?"
Robot ini bernama Eva yang memiliki wajah lembut dan ekspresif yang sesuai dengan ekspresi manusia di sekitarnya.
Emosi yang dapat dibuat olehnya adalah marah, jijik, takut, gembira, sedih, terkejut, dan beberapa emosi yang bisa dibuat oleh otot buatan. Otot pada wajahnya sendiri terdiri dari kabel dan mesin yang bisa menarik pada titik-titik tertentu di wajahnya.
Baca Juga: Para Ilmuwan Ini Kembangkan Kecerdasan Buatan untuk Memahami Alzheimer
"Tantangan terbesar dalam menciptakan Eva yakni merancang sistem yang cukup kompak untuk sesuai pada batas-batas tengkorak manusia yanng sementara masih cukup fungsional menghasilkan berbagai ekspresi," jelas Zanwar Faraj pemimpin proyek Eva.
Bagian rumit dari proyek ini, menurut mereka, adalah mengakali tubuh robot yang biasanya terbuat dari logam atau plastik keras. Sehingga bahan itu membuatnya kaku dan tak bisa bergerak seperti manusia.
Perangkat keras robotik sebelumnya bersifat kasar dan sulit untuk dikerjakan, karena memiliki sirkuit, sensor, dan mesin yanng berat, boros daya, dan ukurannya yang besar.
Maka, para ilmuwan mengandalkan percetakan 3D untuk membuat alat dengan bentuk yang detail agar efisien dengan struktur kepala Eva. Kemudian bagian otot-otit itu dilatih untuk menyesuaikan emosi.
Baca Juga: Ai-Da, Robot Kecerdasan Buatan yang Dapat Melukis Dirinya Sendiri
Selanjutnya, Eva dikembangkan mengenai teknis AI-nya untuk bisa bergerak sendiri dengan meniru ekspresi wajah manusia di sekitarnya.
Fase pengembangan perangkat lunak poyek itu menggunakan jaringan saraf Deep Learning pada komponen otak Eva. Otak robot itu harus bisa menggunakan sistem mekaniknya yang kompleks, dan mengetahui ekspresi mana yang harus dibuat dengan membaca wajah manusia.
"Robot saling terkait dalam kehidupan kita dalam berbagai cara, jadi membangun kepercayaan antara manusia dan mesin semakin penting," ujar Boyuan Chen, pengembang perangkat lunak Eva, dikutip dari Eurekalert.
Baca Juga: Ilmuwan Kembangkan AI yang Dapat Menerjemahkan Isi Otak Menjadi Teks
Selain melihat wajah manusia, Eva juga belajar mengenai ekspresinya dengan melihat rekaman video wajahnya sendiri. Hasilnya, ia mampu membaca, dan meniru gerakan wajah manusia maupun dirinya sendiri, dan merespons.
Dalam laporannya, para peneliti mengakui bahwa Eva masih terbatas. Rencananya akan dikembangkan lebih lanjut untuk bisa memahami isyarat yang dari ekspresi wajah.
Sehingga, robot seperti Eva diharapkan dapat mampu merespon berbagai macam bahasa tubuh manusia yang akan berguna di tempat kerja, rumah sakit, sekolah, bahkan rumah, tulis mereka.
Baca Juga: Robot Mikroskopis Ini Dirancang untuk Mengurai Mikroplastik di Lautan