Karena Perkebunan Sawit, Monyet Ekor Babi Alami Perubahan Perilaku

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 8 Juni 2021 | 22:30 WIB
Seekor monyet ekor babi memakan buah kelapa sawit. Mereka menjadikan perkebunan sebagai sumber makanan tambahan. ( Anna Holzner/University of Leipzig)

Selain itu pola perilaku sosial monyet lainnya juga nampak dalam pengamatan. Monyet ekor babi ketika memasuki areal perkebunan ikatan interaksi sesamanya jadi berkurang.

"Bahkan selama periode yang tidak digunakan untuk mencari makan, monyet-monyet di sana hampir tidak menunjukkan perilaku saling merawat atau bermain," papar Holzner.

Alasannya, karena perkebunan yang membahayakan mereka, para monyet harus mewaspadai ancaman-ancaman yang ada. Kemungkinan mereka bisa bertemu dengan predator potensial seperti manusia dan anjing liar di perkebunan, berbeda signifikan dengan kondisi aman di hutan.

Sebagai tindakan waspada, mereka akan berkompormi dengan perilaku sosial mereka yang semestinya, dan mengubah interkasi sosialnya yang memakan waktu untuk kembali ke hutan.

"Yang mengejutkan kami adalah frekuensi saling merawat hampir tiga kali lebih tinggi di tepi perkebunan daripada di hutan," kata Anja Widdig, salah satu penulis makalah.

 

Baca Juga: Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit Bikin Suhu Indonesia Makin Panas

Monyet ekor babi saling bermain. (Anna Holzner/Universitat Leipzig)

"Kami menduga bahwa ini setidaknya salah satu alasan peningkatan investasi dalam interaksi sosial di tepi perkebunan. Terutama sebelum atau segera setelah mengunjungi lingkungan perkebunan yang penuh tekanan dan kompetitif, pengurangan stres akan menjadi sangat penting bagi hewan."

Perilaku sosial mereka pun jauh berdampak antara hubungan induk dan bayinya. Peneliti menemukan, di perkebunan maupun di tepi, para induk lebih banyak menjaga kontak tubuh dengan anak-anaknya. Hal ini berimplikasi untuk perkembangan anak-anaknya.

"Jika perkembangan keturunan tertunda, maka induk harus menginvestasikan lebih banyak waktu dan energi, yang pada gilirannya dapat memperpanjang rentang waktu antar-kelahiran," papar Holzner.

"Justru kelangsungan hidup spesies yang populasinya sudah terancam, makin terancam di masa depan yang berakibat jangka panjang."

Baca Juga: Penggundulan Hutan untuk Sawit di Indonesia Turun, tapi Banyak Catatan