Seabad Soeharto: Selain Kontroversinya, Ada Siasat Politik Cerdik

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 15 Juni 2021 | 19:32 WIB
Selain rokok kretek, Presiden Soeharto gemar mengisap cerutu. Gayanya dalam mengisap cerutu bisa menunjukkan suasana hatinya. Larry Burrows memotret Soeharto di kediamannya pada Desember 1967. (Larry Burrows/LIFE)

Nationalgeographic.co.id - 8 Juni satu abad lalu di Bantul, lahirlah sang jenderal yang suka tersenyum, atau biasa dikenal sebagai Soeharto. Ia mengawali karirnya dengan latar belakang militer, sehingga bidang politik bukanlah keahliannya.

Pada 1967 pun Soeharto enggan untuk menjadi presiden menggantikan Sukarno ketika ditawari MPRS.

Alasannya, ia merasa dekat dengan Sukarno, dan menganggapnya sebagai pelindung. Walau tak sepaham dengan PKI, Soeharto merasa jika dirinya menerima jabatan itu seolah menjadi lawan politik Sukarno. Walau demikian, Soeharto selanjutnya mengalihkan kemudinya untuk memangku jabatan sebagai presiden.

Selama menjabat presiden—terlepas dari kontroversinya terkait isu HAM—ia memiliki pemikiran gemilang untuk membangun struktur pemerintahannya. Hal itu diungkap oleh serjawan David Reeves dalam bukunya, GOLKAR, Sejarah yang Hilang: Akar Pemikiran & Dinamika.

Soeharto mengadopsi sistem Golongan Karya atau Golkar untuk memperkuat kuasanya sebagai presiden. Sistem ini sebenarnya sudah diwacanakan Sukarno.

Soeharto dan Siti Hartinah, bersama kedua anak mereka di ruang keluarga kediamannya, Jalan Cendana, Menteng Jakarta Pusat, Desember 1967. (Larry Burrows/LIFE)