Seabad Soeharto: Selain Kontroversinya, Ada Siasat Politik Cerdik

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 15 Juni 2021 | 19:32 WIB
Selain rokok kretek, Presiden Soeharto gemar mengisap cerutu. Gayanya dalam mengisap cerutu bisa menunjukkan suasana hatinya. Larry Burrows memotret Soeharto di kediamannya pada Desember 1967. (Larry Burrows/LIFE)

 

Golongan karya ini selanjutnya menjadi kontrol para pekerja, salah satunya dengan SOKSI, untuk menandingi SOBSI yang berafiliasi kiri dan menentang pemilik modal. "Tentu saja ABRI sudah menjadi majikan besar sejak nasionalisasi perusahaan pada akhir 50-an," kata Reeves.

Konsep melemahkan partai dan menggunakan golongan karya ini dilakukan oleh Soeharto yang berlatar militer. Banyak tokoh pemikir awal Orde Baru untuk menyarankan berbagai sistem politik lain, seperti membangun aliansi antara ABRI dengan masyarakat sipil maupun partai.

Langkah Soeharto mengadopsi konsep Golkar ini dianggap sebagai ide briilian oleh Reeves. Karena konsep ini tidak terpikir sebelumnya untuk menjaga stabilitas politik. Hal itu terbukti dengan kesuksesan Golkar pada pemilu 1971.

Presiden Soeharto dalam potret resmi kenegaraan, 1973. (Indonesia 1975: An Official Handbook)

Reeves juga mengkritik mengenai adopsi konsep Golkar pada Soeharto ini. Pada masa sebelumnya saat ada pemilu, rakyat bisa memilih wakilnya dengan dwi-coblos. Coblos pertama adalah untuk partai, dan coblos kedua untuk memilih wakil kalangannya di golongan karya.

"aspek perwakilan tidak pernah diperhatikan oleh Soeharto. Tidak ada usahanya dalam pemilu. Pemilih [semestinya] bisa memilih golongannya untuk wakil tani, wakil buruh, dan sebagainya," terang Reeves.

"Dalam Pemilu, orang langsung memilih Golkar sebagai kesatuan, bukan golongan-golongan karyanya. Mereka memilih daftar calon yang tentunya sudah ditentukan pusat Golkar dan pembinanya, Soeharto."

Baca Juga: Hari Ini dalam Sejarah 21 Mei 1998: Soeharto Lengser Keprabon dan Kronologi Desakan Gerakan Reformasi