Pada dasarnya Tiongkok tetap merupakan masyarakat tradisional yang menghargai keharmonisan dalam rumah tangga yang muncul dari patriarki Konfusianisme. Dan di beberapa daerah, pemukulan istri adalah simbol “kekuatan patriarki”, kata Ma Sainan, kepala pengacara yang menangani kasus pernikahan dan keluarga di Firma Hukum Jiali.
“(Beberapa pria) tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak bermoral dan bahkan mungkin bangga karenanya," ujar Ma seperti dilansir CNA.
Banyak perempuan mengalami lebih dari 30 episode kekerasan sebelum mereka mencari bantuan atau pergi ke polisi, kata Lin Shuang, seorang sukarelawan anti kekerasan dalam rumah tangga di Shanghai selama delapan tahun. Bahkan setelah bercerai atau meninggalkan pelakunya, beberapa korban tidak dapat membebaskan diri.
Baca Juga: Perkembangan Otak Anak yang Pernah Dipukul Mirip Otak Korban Pelecehan
Pada bulan September lalu Lamu Douyin, seorang vlogger berusia 30 tahun dari provinsi Sichuan, disiram dengan bensin dan dibakar oleh mantan suaminya saat dia melakukan streaming langsung di rumah. Kematian Lamu, setelah dia menderita luka bakar 90 persen, memicu kemarahan publik.
Meskipun proporsi korban yang lebih tinggi berada di daerah pedesaan, kekerasan dalam rumah tangga sangat banyak terjadi di kota-kota. Namun, para pelaku kekerasan mungkin lebih “rahasia” untuk tetap tampil “glamor” di depan tetangga dan rekan-reka kerja mereka, kata Ma.
Penduduk Shanghai bernama Wei La (bukan nama sebenarnya), seorang pengusaha sukses, mengatakan bagaimana pria "berjiwa sensitif" yang ia temui pada tahun 2019 dengan cepat berubah menjadi pria yang manipulatif. Suatu malam ketika dia terlambat beberapa menit tiba di rumahnya, kecurigaan si suami tentang keberadaannya berubah menjadi kekerasan. Dia menghujani kepalanya dengan pukulan, menendang perutnya, dan duduk di atasnya.
"Saya merasa seperti akan mati," katanya.