Sains Terbaru: Eksperimen Sebar Nyamuk Aedes aegypti di Yogyakarta

By Utomo Priyambodo, Senin, 14 Juni 2021 | 19:07 WIB
Nyamuk Aedes aegypti betina membutuhkan darah untuk proses berkembang biak. (Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Sekelompok ilmuwan telah bereksperimen menyebarkan nyamuk Aedes aegypti yang merupakan penyebar virus degue penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Nyamuk-nyamuk Aedes aegypti yang mereka sebarkan ini mengandung bakter Wolbachia yang bisa melawan virus tersebut.

Hasilnya, para ilmuwan baru saja selangkah lebih dekat untuk menghilangkan penyebaran virus dengue yang dibawa oleh nyamuk tersebut.

Dalam uji coba secara acak dan double-blind, para peneliti itu menyebah nyamuk-nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia di Yogyakarta. Selama 27 bulan berikutnya, para peserta di daerah dengan nyampuk-nyamuk pembawa bakteri tersebut ditemukan mengalami DBD 77 persen lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol.

"Hasil ini menunjukkan betapa hebatnya terobosan Wolbachia. Kualitas produk baru yang aman, tahan lama, dan manjur untuk pengendalian demam berdarah dengue adalah apa yang dibutuhkan komunitas global," kata peneliti infeksi Cameron Simmons dari Monash University, seperti dilansir Live Science. Simmons juga merupakan direktur Oceania Hub dalam World Mosquito Program, yang memimpin eksperimen ini.

Penyakit DBD pada manusia, yang disebabkan oleh virus dengue, selama ini disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk ini ditemukan secara global di daerah tropis dan subtropis dan dalam beberapa dekade terakhir kasus infeksi virus dengue akibat gigitan ini telah melonjak, dengan perkiraan 100 hingga 400 juta infeksi setiap tahun.

Kabar baiknya adalah dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan eksperimental telah menunjukkan harapan dalam memperlambat penyebaran penyakit. Eksperimen ini berupa pemaparan bakteri yang disebut Wolbachia ke dalam populasi nyamuk Aedes aegypti.

Baca Juga: Sains Terbaru, Nyamuk Hasil Rekayasa Genetika Dilepas ke Alam di AS

Wolbachia adalah genus bakteri intraseluler yang menginfeksi terutama spesies arthropoda, termasuk sebagian besar serangga, dan juga beberapa nematoda. Ia adalah salah satu mikroba parasit yang paling umum dan mungkin merupakan parasit reproduksi yang paling umum di biosfer. (Wikimedia)

 

Wolbachia secara alami ditemukan di sekitar 60 persen spesies serangga, dan ketika diperkenalkan ke A. aegypti, itu diturunkan dari generasi ke generasi. Artinya, pada akhirnya semua nyamuk dalam suatu populasi akan terinfeksi Wolbachia.

Infeksi bakteri mungkin terdengar seperti hal yang buruk. Namun penelitian telah menunjukkan bahwa ketika nyamuk membawa bakteri tersebut, hal itu akan memperlambat reproduksi virus, sehingga kecil kemungkinannya untuk ditularkan ke orang lain. Menariknya, meski demam berdarah dengue adalah fokus dari eksperiman ini, Wolbachia juga telah terbukti bekerja melawan demam kuning, virus Zika, dan chikungunya.

Para ilmuwan telah secara aktif menginfeksi nyamuk A. aegypti dengan Wolbachia dan melepaskannya selama lebih dari satu dekade di berbagai lokasi pengujian termasuk Brasil dan Fiji. Hasil penelitian ekstensif telah menunjukkan bahwa pendekatan tersebut menimbulkan risiko kesehatan yang dapat diabaikan bagi manusia dan lingkungan.

Dalam eksperimen di Indonesia para peneliti bekerja dengan masyarakat lokal di wilayah kota Yogyakarta seluas 26 kilometer persegi. Para peneliti kemudian membagi wilayah tersebut menjadi 24 kelompok geografis.

Antara Maret dan Desember 2017, tim secara acak menyebarkan nyamuk yang terinfeksi Wolbachia di 12 kelompok yang dikenal sebagai kelompok intervensi. Adapun 12 kelompok lainnya tidak menerima penyebaran nyamuk yang terinfeksi Wolbachia sehingga 12 cluster ini dijadikan sebagai kelompok kontrol. Semua kelompok dalam penelitian ini terus mempraktekkan tindakan pengendalian nyamuk lokal selama percobaan.

Baca Juga: Masuk Musim Hujan, Nyamuk Wolbachia Jadi Andalan Tekan Kasus DBD

Ada hasil baik dari eksperimen menyebarkan nyamuk Aedes aegypti yang merupakan pembawa penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Yogyakarta. (LoveSilhouette/Getty Images/iStockphoto)

Para peneliti kemudian merekrut orang-orang berusia antara 3 dan 45 tahun yang datang ke klinik perawatan primer dengan segala jenis demam yang tidak dapat dibedakan selama 27 bulan berikutnya. Mereka menggunakan tes laboratorium untuk mengidentifikasi mana yang terkena DBD dan mana yang tidak.

Selama eksperimen, mereka menguji total 8.144 peserta. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa hanya 67 orang (atau 2,3 ​​persen) di kelompok intervensi yang terkena DBD. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan 9,4 persen orang (318 kasus) DBD di kelompok kontrol.

Secara keseluruhan, memasukkan nyamuk pembawa bakteri ke dalam populasi nyamuk Aedes aegypti ini dapat mengurangi penyebaran DBD sebesar 77,1 persen. Hasil ini serupa terhadap keempat subtipe demam berdarah.

Studi yang hasilnya telah terbit di New England Journal of Medicine ini juga menemukan bahwa 86 persen lebih sedikit orang yang tinggal di kelompok intervensi berakhir di rumah sakit akibat DBD. Hanya 13 orang di kelompok intervensi yang harus dirawat inap, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 102 orang rawat inap di kelompok kontrol.

“Ini merupakan keberhasilan besar bagi masyarakat Yogyakarta,” kata anggota tim Adi Utarini dari World Mosquito Program dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Baca Juga: Memberantas Demam Berdarah Dengue dengan 'Memandulkan' Nyamuk

Koloni burung cangak abu dan kowak-malam abu mendiami ruang hijau di kampus Universitas Gadjah Mada. (Drone by line-e Dwi Oblo dan Kasan Kurdi)

"Sudah lama, orang selalu panik secara sporadis, terutama setiap musim hujan," tambahnya. "Lebih parah lagi, penyakit ini kebanyakan menyerang anak-anak, membuat angka kematian di kalangan anak-anak relatif tinggi."

Setiap tahunnya di Indonesia selalu berjuang melawan wabah DBD ini. Semoga dengan hasil positif eksperimen ini, ke depannya satu per satu wilayah di Indonesia dapat mulai terbebas dari penyakit ini.