Dan gelombang oposisi bukan hanya fenomena optik yang aneh. Para ilmuwan bercaya bahwa pola gelombang dipengaruhi oleh kepadatan material di permukaan dunia.
"Dengan melihat seberapa terang suatu objek ketika menjadi penuh, anda dapat mengetahui sesuatu tentang tekstur permukaan dan seperti apa permukaannya - apakah halus? Apakah bersalju? Apakah padat?" kata Buratti.
Buratti dan rekan-rekannya menggunakan teleskop Hale 200 inci di Observatorium Palomar dekat Sandiego untuk melihat Pluto. Teleskop Hale dilengkapi dengan sistem optik yang dapat memisahkan Pluto dan Charon.
Mereka berhasil menangkap pengamatan super-iluminasi Pluto pada 12 Juli 2018.
Baca Juga: Tiongkok Ingin Membangun Keberadaan Manusia yang Berkelanjutan di Mars
Saat ini, karena pandemi, para peneliti masih tidak diperbolehkan menggunakan teleskop secara langsung. Tetapi Buratti dan rekannya kembali melakukan pengamatan di kalender mulai Sabut, 19 Juni mendatang. Dia berharap pengukuran itu akan mengklarifikasi bagaimana gelombang oposisi Pluto terjadi, memberi para ilmuwan detail yang mereka butuhkan untuk memahami apa yang mungkin terjadi di lapangan untuk menyebabkan efek visual.
Buratti mengatakan kecurigaannya, bahwa gelombang oposisi yang tajam terkait dengan dinamisnya dunia yang ditemukan pesawat ruang angkasa New Horizons selama terbang pada 2015.
"Pluto jauh lebih aktif dari yang kita duga," katanya. "Kami melihat hal-hal yang belum pernah kami lihat sebelumnya di sana."