Pluto Pamerkan Permukaan Aktif, Tak Terlihat Lagi Selama 161 Tahun

By Fikri Muhammad, Jumat, 18 Juni 2021 | 21:30 WIB
Gambar New Horizon menunjukkan hamparan Sputnik Planitia yang kaya es. (Kredit gambar: NASA/JHUAPL/SwRI) ()

Nationalgeographic.co.id - Untuk sesaat pada Juli 2018, tata surya selaras untuk menunjukkan kepada Bumi piringan Pluto yang diterangi matahari sepenuhnya, hal yang tidak akan terjadi lagi selama 161 tahun.

Ilmuwan planet, Bonnie Buratti, telah menunggu selama satu dekade untuk kesempatan menangkap pemandangan langka dengan harapan mengisi kesenjangan pengetahuan yang bahkan misi New Horizons tidak dapat mengatasi. Hasilnya adalah plot cahaya misterius dari Pluto dan bulannya, Charon.

"Kami menangkap kesempatan sekali seumur hidup ini. Kesempatan untuk melihat Pluto sepenuhnya diterangi, kata Burrati yang bekerja di Jet Propulsion Laboratory Nasa di laman Space.

Pengamatan beda tata surya di sekitar titik iluminasi maksimumnya memungkinkan para ilmuwan untuk mengukur apa yang mereka sebut "gelombang oposisi'. Yakni peningkatan kecerahan suatu objek secara tiba-tiba saat objek tersebut sepenuhnya diterangi.

 

 

Dan gelombang oposisi bukan hanya fenomena optik yang aneh. Para ilmuwan bercaya bahwa pola gelombang dipengaruhi oleh kepadatan material di permukaan dunia.

"Dengan melihat seberapa terang suatu objek ketika menjadi penuh, anda dapat mengetahui sesuatu tentang tekstur permukaan dan seperti apa permukaannya - apakah halus? Apakah bersalju? Apakah padat?" kata Buratti.

Buratti dan rekan-rekannya menggunakan teleskop Hale 200 inci di Observatorium Palomar dekat Sandiego untuk melihat Pluto. Teleskop Hale dilengkapi dengan sistem optik yang dapat memisahkan Pluto dan Charon.

Mereka berhasil menangkap pengamatan super-iluminasi Pluto pada 12 Juli 2018.

Baca Juga: Tiongkok Ingin Membangun Keberadaan Manusia yang Berkelanjutan di Mars

Pluto dalam cahaya tampak (kiri) dan dalam pandangan sinar-X (kanan). (Lutfi Fauziah)

Saat ini, karena pandemi, para peneliti masih tidak diperbolehkan menggunakan teleskop secara langsung. Tetapi Buratti dan rekannya kembali melakukan pengamatan di kalender mulai Sabut, 19 Juni mendatang. Dia berharap pengukuran itu akan mengklarifikasi bagaimana gelombang oposisi Pluto terjadi, memberi para ilmuwan detail yang mereka butuhkan untuk memahami apa yang mungkin terjadi di lapangan untuk menyebabkan efek visual.

Buratti mengatakan kecurigaannya, bahwa gelombang oposisi yang tajam terkait dengan dinamisnya dunia yang ditemukan pesawat ruang angkasa New Horizons selama terbang pada 2015.

"Pluto jauh lebih aktif dari yang kita duga," katanya. "Kami melihat hal-hal yang belum pernah kami lihat sebelumnya di sana."

Keberadaan air es padat ditandai dengan bercak berwarna kemerahan pada gambar Planet Kerdil Pluto. (NASA / Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory / Southwest Research Institute)

Ini adalah tata surya di luar Bumi yang diketahui memiliki gletser. Es menguap dan membeku kembali, terkadang bergerak di antara Pluto dan Charon. "Mungkin ada salju di atasnya [Pluto], ada banyak es bergerak di sekitarnya, mungkin permukaannya sangat halus dan bertekstur," kata Buratti.

Burrati mengatakan kombinasi pengamatan adalah contoh lain bagaimana ilmu planet berkembang paling baik saat menggunakan alat berbasis darat dan berbasis ruang secara bersamaan.

 

New Horizons melihat pemandangan sisi malam dan setengah jalan dari Pluto selama manuvernya tetapi tidak dapat melihat piringan yang diterangi sepenuhnya karena lintasan terbangnya singkat. 

Bagi Buratti, jarang para ilmuwan menggunakan peralatan yang cukup kuat untuk membedakan Pluto dan Charon ketika mengamati pasangan dari Bumi.

"Kami melihat Pluto dan Charon secara terpisah untuk pertama kalinya sejak pertemuan itu," kata Buratti.