Teori Kognisi Komplementer, Rantai Pelengkap Teka-teki Evolusi Manusia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 21 Juni 2021 | 18:00 WIB
Ilustrasi manusia purba (1971yes/Getty Images/iStockphoto)

 

"Ini memberikan wawasan tentang evolusi adaptasi manusia yang unik seperti bahasa yang menunjukkan bahwa ini berevolusi seiring dengan spesialisasi dalam kognisi manusia."

Kongnisi komplementer dapat menjadi alasan mengenai tingkat adaptasi budaya yang luar biasa dalam spesies kita, dan membantu bagaimana munculnya bahasa.

Bahasa dapat dilihat sebagai cara berkembang yang baik sebagai sarana mewadahi pencarian kooperatif dan sebagai mekanisme pewarisan agar dapat berbagi hasil yang lebih kompleks dari pencarian kognitif komplementer. Bahasa dipandang sebagai bagian integral dalam sistem itu.

Lantaran, teori ini berasumsi manusia secara kooperatif beradaptasi dan berevolusi secara budaya. Semua dilakukan berkat sistem pencarian kognitif kolektif, di samping pencarian genetik yang memungkinkan adaptasi fenotipik. 

 

Baca Juga: Charles Darwin Ungkap Bagaimana 'Kecantikan' Dapat Terbentuk

Ilustrasi ini dibuat tahun 1870, menggambarkan manusia purba menggunakan tongkat kayu dan kapak batu yang menggambarkan kinerja kognitif pelengkapnya untuk seleksi alam. (Citra Anastasia)

Hal itu senada dengan teori evolusi Darwin terkait seleksi alam dapat ditafsirkan sebagai proses 'pencarian'. Selain itu kemampuan sistem juga memungkinkan pencarian kognitif yang memungkinkan adaptasi perilaku.

Taylor menjelaskan, "Masing-masing sistem pencarian ini pada dasarnya adalah cara beradaptasi menggunakan gabungan yang membangun dan mengesploitasi solusi di masa lampau dan mengeskplorasi untuk meperbaruinya."

Dia juga mengungkapkan, "Ini adalah studi pertama untuk mengeksplorasi gagasan bahwa anggota individu spesies kita secara neurokognitif terspesialisasi dalam strategi pencarian kognitif komplementer."