Teori Kognisi Komplementer, Rantai Pelengkap Teka-teki Evolusi Manusia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 21 Juni 2021 | 18:00 WIB
Ilustrasi manusia purba (1971yes/Getty Images/iStockphoto)

 

Taylor menjelaskan bahwa temuannya bersama tim menyatukan pengamatan dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Menunjukkan, kalau pandangan-pandangan ilmiah iini memiliki fenomena mendasar yang sama.

"Misalnya, suatu bentuk kognisi yang saat ini dipandang sebagai gangguan, disleksia, terbukti menjadi spesialisasi neurokognitif yang sifatnya memprediksi bahwa spesies kita berevolusi dalam lingkungan yang sangat bervariasi," ia berpendapat.

"Ini sependapat dengan kesimpulan banyak lainnya terkait disiplin ilmu, termasuk bukti paleoarkeologi yang menegaskan bahwa wadah evolusi spesies kita sangat bervariasi."

Baca Juga: Kajian Baru: Budaya Lebih Berperan dalam Evolusi Manusia daripada Gen

 Meski kognisi komplementer telah memungkinkan manusia untuk beradaptasi, di sisi lain para ilmuwan berpendapat hal itu menjadi merupakan kerentanan spesies kita.

"Tantangan [manusia] untuk berkolaborasi dan beradaptasi secara kooperatif dalam skala besar menciptakan banyak kesulitan dan kita mungkin tanpa disadari telah menerapkan sejumlah sistem dan praktik budaya, khususnya dalam pendidikan, yang melemahkan kemampuan kita beradaptasi," tambah Taylor.

"Keterbatasan yang dipaksakan sendiri ini mengganggu kemampuan pencarian kognitif komplementer kita dan dapat membatasi kapasitas kita untuk menemukan dan bertindak berdasarkan solusi inovatif dan kreatif."