Jejak Cina Timor: Dari Cendana, Kuomintang, Hingga Masa Kini

By Eric Taher, Rabu, 23 Juni 2021 | 22:20 WIB
Keluarga Bitin Berek di Desa Jenilu, Atapupu, Atambua merupakan salah satu keturunan Cina Timor yang masih merayakan Imlek (saja) setiap tahunnya dengan tradisi Katolik Timor. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Komunitas ini juga membina hubungan baik dengan Kuomintang, partai yang berkuasa di Republik Tiongkok pascarevolusi. "Cabang Kuomintang [di Timor] didirikan dan partai Kuomintang juga mendukung pembangunan sekolah di Dili dan 13 distrik Timor Portugis," kata Kammen.

Pada saat pemerintahan Kuomintang pindah ke Taiwan pun, kedua pihak ini masih berhubungan baik. Perwakilan Cina Dili bahkan sempat menemui Chiang Kai-shek di Taiwan pada 17 November 1956. "Taiwan juga menyediakan beasiswa bagi Timor untuk melanjutkan pendidikan tinggi, dan selama tahun 1950 hingga 1960-an sudah ada 1.000-2.000 anak Cina Timor yang dikirim ke Taiwan untuk belajar," tuturnya.

Akan tetapi, orang-orang Cina Timor juga pernah menghadapi masa kelam. Pada Perang Dunia II, pasukan Jepang memasukkan mereka ke dalam kamp tahanan di distrik Liquica. "Perempuan [Cina] Timor juga dipaksa melayani pasukan dan perwira Jepang juga," ungkap Kammen.

Mateos Anin dan seorang kerabatnya berada di rumah adat keluarganya. Ruangan rumah bulat tersebut memiliki filosofi yang erat dengan kehidupan masyarakat di kawasan Fatumnasi, Gunung Mutis, Timor Tengah Selatan. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Pada masa invasi Timor pada tahun 1975, puluhan orang Cina Timor dibunuh oleh pasukan ABRI. "Orang Cina di Dili sangat pro-Kuomintang, antikomunis, tapi pasukan Indonesia tidak memahami itu," ujar Kammen.

Terlepas dari kekelaman tersebut, orang Cina Timor tetap bertahan. Saat ini diperkirakan ada 500-3.000 orang Cina Timor yang mendiami Timor Leste. Jumlah Cina di Timor Barat sendiri tidak diketahui, akan tetapi Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 mencatat adanya 8.039 penduduk Tionghoa di Nusa Tenggara Timur.