Para ahli memperkirakan bahwa sekitar 200 biawak tanpa telinga diperdagangkan dari 2013 hingga 2016, terutama di Jepang, Eropa, dan AS. Sebagian besar berakhir di tangan kolektor dan kebun binatang terakreditasi juga telah berpartisipasi dalam perdagangan ini.
Pada laporan 14 Juni lalu di Nature Conservation, mengklaim bahwa banyak dari 70 biawak tanpa telinga di kebun binatang terakreditasi di Eropa dan AS tampaknya melacak kembali ke perdagangan ilegal.
Secara teknis, kebun binatang mungkin tidak melanggar undang-undang apa pun, tetapi Vince Nijman, penulis The Findings and A Conservation Ecologist di Oxford Brookes University berharap bahwa makalah itu membuat kebun binatang mempertimbangkan lebih hati-hati etika rumit dan optik perofesional untuk mendapatkan hewan dengan asal yang dipertanyakan.
"Jika kebun binatang ingin ditanggapi dengan serius dengan semua pernyataan mereka menentang perdagangan satwa liar ilegal dan ingin menjadi kontributor positif bagi konservasi, maka mereka harus lebih bersih daripada bersih," kata Nijman di National Geographic. "Mereka harus menjadi organisasi yang memberikan contoh yang baik."
Baca Juga: Penjual Kulit dan Tulang Harimau Sumatra Tertangkap di Bengkulu
Thomas Ziegler, kurator reptil di Cologne Zoo, Jerman, setuju bahwa kebun binatang menghadapi dilema etika karena hewan tersebut tersedia dalam perdagangan komersial. Namun menurutnya kebun binatang yang terakreditasi dapat dibenarkan untuk mengakuisisi spesies tersebut.
"Haruskah kita membiarkan mereka mati—menghilang dalam kepemilikan pribadi karena kita tidak dapat menyentuh mereka? Karena dengan begitu kita bisa kehilangan merka," katanya. "Kebun binatang memiliki potensi untuk bertindak sebagai bahtera moderen."