Sukarno Bukan Tanpa Cela, Berkali-Kali Dia Dikritik oleh Soe Hok Gie

By Utomo Priyambodo, Selasa, 22 Juni 2021 | 08:34 WIB
Sukarno menutup telinganya. (Seventh News Service)

Nationalgeographic.co.idKehidupan Presiden Pertama Republik Indonesia Sukarno tidaklah luput dari cela. Tokoh nasional yang wafat di usia 69 tahun pada 21 Juni 1970 itu telah meninggalkan banyak catatan sejarah, baik dari sudut pandang dirinya sendiri maupun sudut pandang orang-orang lain.

Salah satu tokoh lain yang memiliki kesan negatif terhadap presiden yang beristri banyak itu adalah Soe Hok Gie. Tokoh pemuda yang terkenal dengan buku hariannya yang berjudul Catatan Harian Seorang Demonstran itu, pernah beberapa kali mengkritik keras Sukarno.

Semasa hidupnya yang singkat --karena ia mati muda di usia 27 tahun pada 16 Desember 1969-- Gie memang memilih posisi sebagai pengkritik keras Bung Karno. Benih kritis terhadap Bung Karno dan tokoh segenerasi telah diungkapkan Soe Hok Gie sejak ia berusia 17 tahun, sebagaimana tercatat dalam buku Gie dan Surat-Surat yang Tersembunyi - Seri Buku Tempo: Pemuda dan Gerakan Sosial. Pada 10 Desember 1959, dia membuat catatan bahwa saat itu yang berkuasa adalah orang-orang yang dibesarkan di zaman Hindia Belanda macam Sukarno.

 

Gie menganggap Sukarno, yang berjulukan Bung Besar, telah berkhianat pada kemerdekaan. Gie merasa generasinya mendapat tugas memberantas generasi tua, yang dia tuding sebagai pengacau.

"Generasiku ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau, yaitu koruptor-koruptor tua seperti Iskak, Djodi, Dadjar, dan Ibnu Sutowo," kata Gie. "Kami generasi yang akan memakmurkan Indonesia," tegasnya.

Pada 30 Maret 1962, ketika masih sekolah menengah atas juga, Gie penah membuat catatan berisi kritik pedas terhadap Bung Karno. Dia meradang saat menyaksikan seorang pria yang tak bertampang pengemis terlihat kelaparan. Lelaki yang kelaparan itu kemudian mengganjal perutnya yang kosong dengan kulit mangga yang dibuang oleh orang lain. Sebenarnya hal tersebut bukanlah hal yang luar biasa pada masa itu, ketika jumlah penduduk miskin sangat tinggi.

 

Baca Juga: Sekerat Hikayat Menu Babi Nusantara sampai Resep Warisan Bung Karno

Presiden Sukarno bersama John F Kennedy di mobil terbuka pada 24 April 1961. Kedekatan Sukarno dengan Kennedy bahkan membuatnya membangun penginapan khusus untuk presiden Amerika Serikat itu. (AP Photo)

Hanya, Gie geram karena menyaksikan orang kelaparan itu cuma dua kilometer dari Istana. Bagi dia, Istana merupakan pusat pesta dan kemewahan. Dalam catatan hariannya, Gie menyebutkan perjamuan makan di Istana tak kenal siang dan malam.

"Siang tadi aku bertemu dengan seseorang tengah memakan kulit mangga... Dua kilometer dari sini 'Paduka' (Presiden Sukarno) kita mungkin sedang tertawa dan makan-makan dengan istri-istrinya yang cantik-cantik," tulis Gie dalam buku hariannya.

Saat menjadi mahasiswa, Gie tak hanya menulis kritik di buku hariannya. Dia tumbuh menjadi pemuda yang makin kritis dan berani. Dia kemudian getol menulis kritik di koran-koran dan berdemonstrasi mengkritik langsung pemerintah Sukarno dan para pejabat korup di sekeliling Bung Besar tersebut.

Sebagai mahasiswa, Gie telah tiga kali bertatap muka dan berdiskusi dengan Bung Karno. Ketika itulah Gie melihat polah menteri-menteri yang ia nilai suka menjilat kepada Bung Karno. Setiap keluar dari Istana, Gie sedih dan kecewa.

Tak hanya saat Sukarno masih berkuasa, Soe Hok Gie mengungkapkan kritiknya soal rekam jejak Bung Karno saat salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia itu saat sudah lengser dari jabatannya. Pada tahun 1968, atas undangan pemerintah Amerika Serikat, Soe Hok Gie sempat berkeliling Negeri Paman Sam selama 75 hari. Di sana ia bersafari ke sejumlah kampus, dari University of Hawaii di Honolulu, Willamette University di Oregon, Texas Southern University di Houston, sampai Cornell University di New York.

Di kampus-kampus prestisius itu, Gie mengikuti berbagai diskusi. Temanya membentang dari perjuangan kelas sampai urusan ekonomi-politik global. Gie menilai topik-topik diskusi itu berkaitan erat dengan problem bangsa Indonesia.

Baca Juga: Di Balik Foto Langka Lawatan Pertama Soekarno ke Amerika Serikat 1956

Pada bagian The Prince and The Showgirl dalam buku “Marilyn Monroe Unseen Archives” disebutkan Joshua Logan (tengah) memperkenalkan Marilyn Monroe kepada Presiden Soekarno. Dalam buku itu disebutkan bahwa Soekarno sempat meminta khusus untuk berjumpa dengan Marilyn. (United States Information Service)

Dalam salah satu diskusi tersebut, Gie sempat berdebat sengit dengan kelompok yang menamakan diri Black Student Union. Menurut Gie, mereka menuding pemerintah Orde Baru memperlakukan Sukarno dengan tak pantas, seperti halnya orang Amerika memperlakukan orang kulit berwarna. Gie pun dongkol. "Sukarno itu kepala negara yang berfoya-foya ketika rakyatnya menderita setengah mati," kata Gie.

Di mata para sahabatnya, Soe Hok Gie adalah pemuda yang selalu gelisah melihat kenyataan yang dinilainya tidak benar. Rudy Badil, salah satu sahabat Gie, menyebut koleganya sesama pendaki gunung itu sebagai "the angry young man".

Gie marah kepada Bung Karno. Dia marah kepada para penjilat di sekitar Presiden Sukarno. Dia marah kepada para koruptor dan mahasiswa munafik. Kemarahan itu, menurut Ben Anderson, sahabat Gie sekaligus peneliti dari Cornell University, muncul karena dia menekankan pentingnya peran moral mahasiswa dalam politik Indonesia.

Baca Juga: Tan Hong Boen dari Tegal, Penulis Pertama Riwayat Hidup Bung Karno