Nationalgeographic.co.id— “Saya datang ke sini ke Amerika untuk belajar sesuatu dari Amerika,” kata Sukarno saat menjejakkan kakinya di Washington Military Airport. “Bukan sekadar Amerika sebagai sebuah negara, atau bangsa, atau orang, tetapi juga Amerika sebagai kerangka berpikir, Amerika sebagai pusat ide.”
Itulah pernyataan pertama oleh Presiden Republik Indonesia setibanya di Amerika Serikat pada Rabu, 16 Mei 1956. Kunjungan ini merupakan rangkaian perjalanan Si Bung Besar, pemimpin negeri raksasa muda, ke Amerika Serikat dan Eropa Barat selama Mei-Juli 1956.
Semasa mudanya, Bung Karno memang menggandrungi film-film Amerika, bahkan terpesona dengan selebritas pemeran filmnya. Namun, ketika pecah Perang Pasifik, Bung Karno menyerukan kebenciannya kepada negara adidaya ini, “Amerika kita setrika, Inggris kita linggis”. Lalu, saat menjabat sebagai Presiden RI, Bung Karno kembali ingin belajar tentang pemikiran rakyat Amerika sebagai bangsa besar.
Baca juga: Bung Karno Wafat di Pangkuan Perempuan Ini. Yuk Kita Simak Kisahnya
Sementara, Wakil Presiden Amerika Serikat Richard Milhous Nixon, membandingkan antara Bapak Bangsa Indonesia itu dengan Bapak Bangsa Amerika, George Washington. "Anda telah memimpin rakyat untuk merdeka dari penjajahan,” ungkap Nixon dalam sambutannya, “dan sekarang dalam masa damai, Anda memimpin rakyat Anda untuk prestasi baru."
INI BUKAN KALI PERTAMANYA ke luar negeri. Namun, lawatan ini merupakan kali pertama Sukarno menyambangi Amerika Serikat. Selama 18 hari dia mengunjungi berbagai belahan negeri yang dikaguminya ketika masa muda itu.
Hari itu juga Presiden AS Dwight David "Ike" Eisenhower menggelar jamuan makan siang di Gedung Putih, Washington. Selama di ibu kota negara adidaya itu Bung Karno menginap di Wisma Blair, Pennsylvania Avenue.
“Tentu saja ada beberapa persamaan antara negara Anda dan kami,” kata Eisenhower dalam sambutannya. “Kita berdua adalah bekas koloni. Dan kita berdua, pada tahun-tahun awal merdeka, memiliki beberapa masalah yang sulit untuk dipecahkan.”
Baca juga: Bung Karno dan Sate Sebagai Penyambung Lidah Rakyat Asia-Afrika
Eisenhower juga mengungkapkan bahwa beberapa tahun silam kedua negara ini memang menjalani masa-masa sulit. Namun, dia merasa bahwa persahabatan lebih kuat dari kecemburuan dan kebencian.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR