Lukisan Gua Bergambar Jari-Jari Tak Lengkap: Diamputasi atau Ditekuk?

By Utomo Priyambodo, Jumat, 25 Juni 2021 | 18:05 WIB
Ilustrasi gambar cadas. (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id—Puluhan ribu tahun lalu di tempat yang sekarang disebut Eropa, orang-orang menempelkan tangan mereka ke dinding gua dan menyemprotkan cat sehingga meninggalkan area batu kosong yang bergambar telapak tangan mereka. Banyak dari lukisan stensil ini yang menunjukkan kelima jari, tetapi di beberapa gambar ada jari-jari yang tampak memendek atau hilang.

Para peneliti telah mengusulkan penjelasan yang mengerikan untuk jari-jari yang tidak ada ini. Mungkin para seniman kehilangan jari karena radang dingin atau penyakit, atau mungkin mereka mengalami amputasi untuk tujuan ritual atau hukuman.

Namun para ahli lain telah lama berpendapat bahwa kemungkinan besar mereka tidak kehilangan jari sama sekali. Sebaliknya, para seniman zaman batu itu mungkin telah menekuk jari mereka ke bawah untuk membuat tanda-tanda isyarat dari tangan mereka. Mungkin ini adalah usaha paling awal umat manusia untuk menulis di dinding.

 

Sekarang, sepasang ahli bahasa di laboratorium IKER di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional (National Centre for Scientific Research/CNRS) Prancis telah mempertimbangkan perdebatan tersebut. Mereka melakukan penelitian dengan fokus pada stensil-stensil tangan yang ada di Gua Gargas di Prancis.

Semua dari 92 stensil yang mereka analisis di sana menunjukkan bahwa gambar-gambar itu bisa berfungsi dengan baik sebagai komponen bahasa isyarat. Temuan dari Gargas itu telah diterbitkan pada bulan Maret di jurnal Philosophical Transactions of the Royal Society B.

Para peneliti sekarang memperluas analisis mereka ke gua-gua lain di Eropa barat yang juga memiliki lukisan-lukisan stensil tangan. Sejauh ini mereka menemukan pola yang sama, menurut Aritz Irurtzun, salah satu peneliti yang melakukan penelitian tersebut.

"Ini memberi bobot pada hipotesis bahwa ini mewakili semacam bahasa isyarat," kata Irurtzun, seperti dilansir Inside Science.

Baca Juga: Seniman-Seniman Lukis Pertama di Dunia Berasal dari Indonesia?

Peneliti mengidentifikasi bahwa lukisan gua dibuat oleh manusia zaman purba. (Elisabeth Novina)

 

Gua Gargas memiliki jumlah dan variasi stensil tangan yang luar biasa, dengan sembilan konfigurasi berbeda yang melibatkan setidaknya satu jari yang hilang. Stensil-stensil di Gargas kemungkinan dibuat sekitar 30.000 hingga 35.000 tahun yang lalu. Ini adalah periode dari beberapa ribu tahun setelah manusia moderen menggantikan Neanderthal di wilayah tersebut, menurut Paul Pettitt, seorang arkeolog paleolitik di Universitas Durham University di Inggris yang tidak terlibat dalam penelitian ini. Gua-gua lain mungkin memiliki stensil yang lebih tua, meskipun beberapa hasil penanggalannya kontroversial.

Irurtzun dan rekannya Ricardo Etxepare beralasan bahwa pengaturan jari apa pun yang digunakan dalam bahasa isyarat mungkin akan mudah dibuat, tanpa memerlukan permukaan atau tangan lain untuk membantu menahan jari itu di tempatnya. Variasi susunan tangan yang jauh lebih luas juga dapat dengan mudah distensil, karena stensil dapat menekan jari yang ditekuk ke dinding.

Para peneliti menganalisis semua foto-foto stensil yang tersedia dari gua Gargas yang telah didokumentasikan oleh peneliti sebelumnya. Mereka menggunakan sistem klasifikasi berdasarkan susunan otot di setiap jari. Sistem peringkat posisi tangan dari nol sampai empat, dengan empat menjadi sangat sulit atau tidak mungkin bagi kebanyakan orang untuk membuatnya tanpa bantuan alat atau orang lain. Dalam salah satu contoh posisi "empat", jari tengah dan kelingking ditekuk ke bawah sementara ibu jari, jari telunjuk dan jari manis tetap lurus.

 

 

Para peneliti tidak menemukan stensil tangan di Gargas yang berperingkat di atas dua. Posisi paling umum di dalam gua—semua jari kecuali ibu jari ditekuk ke bawah—memiliki peringkat nol yang mudah.

Irurtzun percaya bahwa penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa stensil adalah peninggalan bahasa isyarat. Namun ini bukan jenis bahasa isyarat kompleks yang digunakan oleh banyak orang tuli saat ini.

Manusia 30.000 tahun yang lalu hidup dalam kelompok pemburu-pengumpul kecil, dan Irurtzun berpikir bahwa tanda-tanda yang ditunjukkan di gua-gua itu kemungkinan berasal dari bahasa isyarat "alternatif" yang digunakan orang mendengar ketika mereka tidak ingin berbicara dengan keras. Bahasa seperti itu umum di seluruh dunia.

 

Baca Juga: Gambar Cadas Purbakala di Sulawesi Terancam Rusak oleh Perubahan Iklim

Pola tangan lukisan-lukisan gua yang ditemukan. (Hand outlines courtesy of Aritz Irurtzun. Composite image by Nala Rogers.)

Misalnya, orang-orang San di Afrika Selatan menggunakan isyarat saat berburu, ketika suara bising dapat menakuti mangsanya. Bahasa isyarat alternatif telah memungkinkan suku asli Amerika dengan bahasa lisan yang berbeda untuk berkomunikasi, dan mereka sering digunakan pada saat budaya mereka melarang berbicara di waktu-waktu tertentu, seperti misalnya selama ritual diam atau masa berkabung. Isyarat semacam itu bahkan muncul di antara pekerja pabrik yang perlu berkomunikasi di lingkungan yang bising, kata Irurtzun.

Beberapa konfigurasi yang ditemukan di gua Gargas menyerupai tanda-tanda dari bahasa isyarat yang dikenal. Misalnya, Gargas memiliki dua stensil di mana jari manis dan jari tengah tidak terlihat sementara ibu jari, kelingking, dan jari telunjuk terangkat. Tanda itu berarti "Aku mencintaimu" dalam Bahasa Isyarat Amerika. Tanda serupa dengan ibu jari ditekuk digunakan oleh San untuk berarti "antelop" dan oleh beberapa orang Aborigin Australia berarti "orang atau benda jahat".

Karenleigh Overmann, seorang arkeolog kognitif di University of Colorado di Colorado Springs, memuji penelitian baru tersebut. "Saya pikir itu bagus bahwa seseorang melihat pola jari ini dan menganalisisnya bukan dengan gagasan bahwa mereka dimutilasi, tetapi dengan gagasan bahwa itu bisa menjadi tanda komunikatif," katanya.

Dia setuju bahwa hampir semua posisi tangan di gua mudah dibuat, dan pola itu mendukung gagasan bahwa itu adalah tanda isyarat dari tangan. Namun, dia memandang posisi kelingking yang ditekuk dan semua jari lurus adalah posisi pengecualian yang menurutnya sulit.

Bagaimanapun, tidak semua orang menganggap hipotesis bahasa isyarat itu meyakinkan. Brea McCauley, seorang arkeolog dan mahasiswa doktoral di Simon Fraser University di Kanada, menunjukkan bahwa banyak budaya telah mempraktikkan amputasi jari untuk alasan non-medis. Ada juga sidik jari yang terawetkan dalam lumpur di Gua Gargas yang tampaknya memiliki jari yang lebih pendek, yang menurutnya tidak mungkin terjadi jika jari-jari itu hanya ditekuk.

Berbagai ahli telah mencatat bahwa ketika orang memotong sendi jari yang sehat dengan sengaja, mereka biasanya hanya menargetkan jari kelingking, sehingga sebagian besar jari lainnya masih berfungsi. Ada contoh budaya dengan adat amputasi yang lebih ekstrem, misalnya suku Dani dari Papua Barat, Indonesia, yang memotong sebagian jarinya saat anggota keluarga dekat meninggal. Beberapa orang Dani akhirnya kehilangan keempat jarinya, mirip dengan konfigurasi paling umum di Gua Gargas. Namun oarang-orang Dani masih melestarikan ibu jari mereka, menurut McCauley. Dan semua stensil Gargas juga masih memiliki jempol.

Baca Juga: Kisar, Pulau Terdepan di Indonesia yang Memiliki Kekayaan Gambar Cadas

Gambar cadas berupa cap tangan ditemukan di Gua Beloyot, Merabu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. (Yunaidi Joepoet)

 

"Jika konfigurasi tangan terutama didasarkan pada betapa mudahnya mereka membuat, saya pikir kita akan melihat pola di mana jari yang paling mudah ditekuk --ibu jari-- akan terlibat," ujar McCauley.

Tentu saja, tidak ada seorang pun yang hidup hari ini yang benar-benar tahu apa arti gambar-gambar yang menghantui itu. Yang jelas, para ahli sepakat bahwa lukisan-lukisan tangan di guat itu memiliki arti bagi seseorang. Dibutuhkan upaya yang disengaja untuk membuat stensil, jauh lebih dari sekadar sidik jari sederhana. Bahkan penempatan gambar-gambar itu disengaja. Banyak di tempat-tempat yang sulit dijangkau, sesuai dengan ciri-ciri khusus gua, kata Pettitt.

Yang jelas, dahulu kala, ada orang-orang yang cukup peduli untuk menjelajah jauh ke dalam kegelapan gua. Mereka kemudian menekan tangan mereka ke batu dan meninggalkan pola yang akan bertahan ribuan tahun hingga kini.

Baca Juga: Menyingkap dan Memetakan Keunikan Gambar Cadas di Perairan Papua