Nationalgeographic.co.id—Para arkeolog menetapkan spesies manusia baru yang dinamai homo longi, yang dalam bahasa Latin berarti "Manusia Naga". Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal The Innovation pada Jumat, 25 Juni 2021.
Nama dari spesies baru ini diambil dari nama Long Jiang, yang berarti "Sungai Naga". Nama ini merupakan julukan dari provinsi Heilongjiang di Tiongkok, tempat fosil ini ditemukan.
Penetapan ini disahkan berdasarkan penelitian terhadap fosil yang ditemukan 88 tahun yang lalu. Pada tahun 1933, seorang pria Tiongkok menemukan sebuah tulang kepala manusia saat membangun jembatan di Harbin, Manchuria. Rupa dari tulang ini membuat sang pekerja mengetahui bahwa ia telah menemukan fosil manusia purba.
Fosil itu tidak ia berikan kepada Jepang yang saat itu memerintah Manchuria. Ia menyembunyikan fosil itu di sebuah sumur tua, berharap untuk menggalinya lagi suatu saat nanti.
Namun setelah Tiongkok mengklaim kembali Manchuria, ia kembali bekerja sebagai petani untuk menyembunyikan bahwa ia pernah bekerja untuk Jepang. Fosil tersebut tetap tersembunyi dengan aman seiring perubahan rezim di Tiongkok.
Barulah sebelum kematiannya pada 2018, ia membuka rahasia itu kepada keluarganya. Cucunya kemudian menemukan kembali fosil itu dan menyumbangkannya ke Geoscience Museum of Hebei. Keluarganya tidak membuka identitas pria tersebut.
"Fosil Harbin merupakan salah satu fosil kepala manusia paling utuh di dunia," kata Qiang Ji, profesor paleontologi Hebei GEO University, kepada EurekAlert!. "Fosil ini memiliki sejumlah detail rupa yang penting untuk memahami asal muasal Homo sapiens," lanjutnya.
Para arkeolog kemudian melakukan penelitian terhadap fosil ini selama tiga tahun. Dalam penelitian tersebut, mereka mendapati sejumlah temuan menarik.
Baca Juga: Pertama Kalinya, Ilmuwan Temukan Fosil Telur Berisi Bayi Dinosaurus
Fosil kepala ini memiliki ukuran yang sangat besar. Berdasarkan penelitian arkeolog, kepala Homo longi memiliki kapasitas otak sekitar 1.420 mililiter. Kapasitas tersebut tidak jauh berbeda dengan Neanderthal dan manusia modern.
Berdasarkan studi morfologi, diketahui bahwa Manusia Naga berumur sekitar 50 tahun saat kematiannya. Spesies manusia ini memiliki rongga mata berbentuk bujur sangkar, alis yang sangat menonjol, serta hidung yang besar. Di bagian rahang, mereka memiliki gigi yang besar dan mulut yang sangat lebar.
Diperkirakan adaptasi seperti ini membantu mereka untuk mengambil napas yang panjang. Hal tersebut sangat membantu dalam berburu dan bertahan hidup di musim dingin yang menggigit.
"Dari analisis kami, fosil Harbin lebih menyerupai Homo sapiens daripada Neanderthal," kata Chris Stringer, antropolog Natural History Museum, kepada AFP. "Dengan kata lain, [fosil] Harbin memiliki kekerabatan lebih dekat dengan kita.
Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming
Peneliti juga memperkirakan bahwa Manusia Naga hidup dalam sebuah komunitas kecil, di sebuah hutan yang dekat dengan sungai. "Mereka kemungkinan merupakan masyarakat berburu," kata Stringer.
Hal tersebut juga diamini oleh Xijun Ni, profesor primatologi dan paleoantropologi Hebei GEO University. "Seperti Homo sapiens, mereka berburu mamalia dan burung, serta mengumpulkan buah-buahan dan sayur-mayur," katanya, "dan juga kemungkinan menangkap ikan."
Baca Juga: Situs Kuburan Adipati Jing dari Qi dan Ratusan Kuda yang Dikurbankan
Dari penanggalan uranium, fosil ini diperkirakan berasal dari 146.000 tahun yang lalu, atau di zaman Pleistosen Tengah. Para peneliti berhipotesis bahwa mereka juga berinteraksi dengan manusia-manusia purba lainnya, termasuk Homo sapiens.
Akan tetapi, penetapan Manusia Naga sebagai spesies baru butuh penelitian lebih jauh. Disadur dari The New York Times, beberapa peneliti bahkan masih memperdebatkan apakah Manusia Naga dapat dikelompokkan sebagai spesies baru. Dibutuhkan analisis genetik terhadap DNA Manusia Naga untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Baca Juga: Geolog Singkap Misteri Temuan Pipa Berusia 150.000 Tahun di Tiongkok