Cantiknya Lebah 'Pelangi' Australia, Terbang Sampai Indonesia

By Utomo Priyambodo, Senin, 28 Juni 2021 | 20:30 WIB
Homalictus hadrander, salah satu spesies lebah (James Dorey, Flinders University)

Nationalgeographic.co.idAustralia memiliki banyak spesies khas yang menarik. Mulai dari mamalia besar berkantung sampai serangga-seranga kecil yang cantik. Salah satu kelompok serangga cantik yang hidup di Australia adalah lebah "pelangi" dari genus Homalictus.

Lebah-lebah yang memiliki tubuh berwarna-warni ini telah menjajah banyak wilayah Australia dan Pasifik Barat Daya. Lebah Homalictus yang menakjubkan ini berkilauan dengan bintik-bintik biru aqua, hijau keemasan, dan oranye, menurut Aussie Bee, sebuah situs web yang diselenggarakan oleh organisasi swasta bernama The Australian Native Bee Research Centre. Hewan-hewan kecil ini membawa serbuk sari dengan rambut-rambut halus di bawah perut mereka dan di kaki belakang mereka, menurut Aussie Bee.

Meskipun penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lebah itu berasal dari Australia, para peneliti belum memeriksa sejarah evolusi hewan tersebut. Sekarang, sebuah studi baru menemukan bahwa memang hewan cantik yang mendengung itu berasal dari daerah tropis Australia dan kemudian menyebar ke daerah subtropis yang beriklim sedang dan gersang di negara itu dan kemudian meluas ke Pasifik.

 

"Lebah-lebah Homalictus adalah penyerbuk tanaman generalis terkemuka di seluruh Australia dan sejauh utara ke Cina selatan," ujar James Dorey, seorang kandidat doktor di Flinders University di Adelaide, Australia, yang menjadi salah satu peneliti dalam studi baru yang telah terbit pada 23 Maret 2021 di jurnal Transactions of the Royal Society of South Australia.

Menurut para peneliti dalam studi ini, penting bagi sains untuk mengetahui dari mana lebah-lebah itu berasal dan bagaimana mereka tersebar luas ke Asia Tenggara, Indonesia, Australia, dan kepulauan-kepulauan di Samudra Pasifik. Di tempat-tempat itu lebah-lebah "pelangi" ini kini memainkan "peran utama penyerbukan" sehingga penting untuk memahami evolusi bersama antara tanaman dan lebah di daerah tersebut, tulis para peneliti dalam studi.

Dorey, seorang fotografer dan ahli lebah-asli, dan rekan-rekannya menganalisis DNA mitokondria dari tiga spesies Homalictus berbeda dari Papua Nugini, Pasifik, dan Australia. DNA mitokondria ini adalah materi genetik yang ditemukan di pembangkit tenaga sel-sel yang disebut mitokondria yang diwariskan sepanjang garis keturunan induknya. Dengan melihat variasi DNA mitokondria untuk spesies yang berbeda, para ilmuwan dapat mengetahui dari mana mereka berasal dan bagaimana mereka menyebar.

Baca Juga: Lebah Bertopeng Langka Ditemukan Kembali Setelah Hilang Hampir Seabad

Homalictus tatei, spesies lainnya lebah (James Dorey, Flinders University)

 

Mereka kemudian menemukan bahwa lebah-lebah ini berasal dari daerah tropis, sehingga tidak mungkin mereka menyebar dari Afrika atau Antarktika seperti yang telah disarankan untuk spesies-spesies lebah lain yang ditemukan di Australia. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya telah menemukan beberapa lebah Australia lainnya, seperti Exoneurella tridentate, sebenarnya berasal dari Antarktika jutaan tahun yang lalu.

Menurut para peneliti dalam studi terbaru kali ini, lebah-lebah Homalictus ini mungkin juga datang dari daerah tropis Asia. Mereka kemudian menyebar beberapa kali ke Pasifik dan ke daerah subtropis, beriklim sedang, dan gersang di Australia, tulis para peneliti.

Baca Juga: Lebah Terbesar Sedunia Temuan Wallace di Maluku, Terancam Punah

Lebah Exoneurella tridentate yang diduga berasal dari Antarktika. (James Dorey, Flinders University)

 

Para peneliti berharap pemahaman tentang asal usul lebah ini dapat membantu mengungkap bagaimana perubahan iklim dapat berdampak pada lebah-lebah di masa depan. “Mudah-mudahan, keragaman lebah asli kita akan membuat mereka lebih tahan terhadap skenario iklim masa depan, yang akan sangat penting untuk pertanian di dunia yang terus berubah,” ujar Michael P. Schwarz, peneliti lainnya dalam studi ini, seperti dilansir Live Science.