Mengenal Lebih Dekat Mikrobioma, Jasad Renik si Penghuni Tubuh Manusia

By Fathia Yasmine, Senin, 28 Juni 2021 | 10:32 WIB
Ilustrasi saluran pencernaan manusia, tempat hidup mikrobioma di dalam tubuh (Dok. Shutterstock)

“Dari sini bisa kita lihat, ada mikroorganisme kuat yang membuat bakteri jahat itu mati. Ketika makanan tersebut terfermentasi dengan sempurna, maka mikrobiota tersebut juga akan diterima baik oleh tubuh. Makanya, tidak heran dadih dianggap menyehatkan bagi masyarakat sekitar,” lanjutnya. 

Nusantics bersama National Geographic Indonesia (NGI) lewat kampanye #SayaPilihBumi menggelar webinar bertajuk “Sains Mikrobioma dalam Tradisi Rempah Nusantara”. (Dok. Natgeo Indonesia)

Sementara itu, terkait dengan konsumsi rempah, Inggrid menyebut, rempah merupakan salah satu bahan dasar makanan yang kaya akan anti oksidan. Adanya mikrobiota yang terkandung di dalamnya inilah yang nantinya akan berfungsi sebagai pengganti mikrobioma yang sudah tumbang di dalam tubuh.

“Di dalam tubuh, mikroba baik dan jahat akan nempel dan berebut tempat di saluran pencernaan. Untuk itu, usahakan semaksimal mungkin mengonsumsi herbal, rempah, serat, sayuran, atau makanan dan minuman fermentasi agar bakteri baik itu lebih dominan,” tegasnya.

Melestarikan budaya rempah

Guna melestarikan budaya dan tradisi, diperlukan suatu gerakan yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konsumsi rempah dan produk fermentasi. Beruntung, saat ini cukup banyak generasi muda yang sadar akan pentingnya pelestarian adat dan kearifan lokal. Salah satunya seperti yang dilakukan Founder Yayasan Arus Kualan Plorentina Dessy Elma Thyana.

Melalui yayasan miliknya, ia mengajak kaum muda untuk menerapkan kembali adat istiadat dan tradisi Dayak. Hal tersebut ia lakukan dengan cara mengenalkan dan mempelajari obat-obatan herbal dari tumbuhan hutan, meracik herbal sederhana, mengolah rempah-rempah, hingga mempelajari makanan tradisional.

Baca Juga: Empat Varian Covid-19 Ada di Jakarta, Perlukah Dosis Vaksinasi Ketiga?

“Dalam kelas, ada kelas obat-obatan dan makanan tradisional Dayak. Banyak sekali tumbuh-tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai obat. Adapun resep tersebut diturunkan dari para tetua kami,” kata Dessy dalam kesempatan serupa.

Sementara terkait dengan masakan tradisional, Dessy menyebut, ia dan anak didiknya kerap mencari bahan makanan di hutan sekaligus mencoba memasak menggunakan bambu sebagai media memasak.

“Untuk masakan, biasanya saya dan anak-anak suka mencari rebung, melinjo, pakis, dan lainnya untuk digunakan sebagai bahan memasak. Media memasaknya pun sama, kami menggunakan kayu dan bambu sebagai alat masak alami,” lanjut Dessy.

Melalui kegiatan tersebut, baik Dessy maupun Sharlini berharap, masyarakat masih tetap mau untuk mengonsumsi makanan maupun rempah tradisional, bukan hanya sebagai langkah untuk memperkuat mikrobioma tetapi juga sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya.

“Layaknya negara, kebhinekaan atau variasi mikrobioma dalam tubuh sangat penting untuk menjaga diri agar tetap sehat. Untuk itu, mengonsumsi rempah dan makanan tradisional bukan saja membuat tubuh lebih kuat, tapi juga menjadi salah satu cara untuk merawat diri sekaligus menjaga budaya yang ada,” tutupnya.