Mengenal Lebih Dekat Mikrobioma, Jasad Renik si Penghuni Tubuh Manusia

By Fathia Yasmine, Senin, 28 Juni 2021 | 10:32 WIB
Ilustrasi saluran pencernaan manusia, tempat hidup mikrobioma di dalam tubuh (Dok. Shutterstock)

“Ada lebih dari 600 spesies yang tinggal dan menyebar di dalam tubuh manusia. Sementara di saluran pencernaan, ada lebih dari 1.000 spesies (yang tinggal) karena saluran pencernaan lah yang paling banyak terpapar mikroba dari luar,” kata Inggrid.

Menurutnya, makanan yang masuk ke dalam tubuh terdiri atas dua kategori mikrobiota atau jenis mikroba yang ada pada makanan atau tanaman, yakni mikrobiota baik atau mikrobiota jahat. Ketika tubuh memiliki mikrobioma baik yang kuat, mikrobiota jahat dapat dikalahkan oleh tubuh.

Baca Juga: Hatshepsut, Sang Ratu Mesir Kuno Pertama Yang Memiliki Jenggot

Namun, ketika formasi mikrobioma baik pada tubuh menurun, maka tubuh akan rentan terserang mikrobiota jahat tersebut.

“Kalau formasi mikrobioma baik lebih mendominasi, senyawa metabolit berupa racun dari luar bisa dengan mudah ditumbangkan. Namun jika tidak, metabolit tersebut akan menjadi alergen yang akhirnya membuat kita sakit atau tidak nyaman,” lanjutnya.

Pentingnya mengonsumsi rempah dan makanan fermentasi

Secara umum, Inggrid mengungkapkan bahwa untuk memperkuat mikrobiomia dalam tubuh, konsumsi makanan tepat menjadi kunci utama. Salah satunya dengan mengonsumsi makanan tradisonal atau herbal yang berasal dari rempah.

“Secara umum, makanan tradisional Indonesia itu didominasi oleh bakteri asam laktat dan difermentasi secara spontan, terutama jika bukan dari industri besar. Misalnya tempe, sayur asin, atau dadih,” ujar Inggrid.

Baca Juga: 'Manusia Naga' Julukan Spesies Manusia Baru yang Ditemukan di Tiongkok

Meski diolah secara tradisional, makanan tersebut diakui Inggrid mampu berfermentasi dengan baik dan aman untuk dikonsumsi. Hal tersebut tidak lepas dari banyaknya bakteri baik yang berkumpul di dalam makanan dan membentuk mikrobiota.

“Salah satu proses fermentasi yang membuat kagum adalah dadih. Berasal dari susu kerbau yang diperas dan disimpan di dalam tabung bambu lalu ditutup dengan plastik, proses pembuatannya sebenarnya (terkesan) tidak higienis. Namun, tidak ada orang yang sakit ketika mengonsumsi minuman ini,” katanya.

Melalui penelitian mendalam, Inggrid menemukan bahwa terdapat mikroorganisme yang kuat di dalam proses pembuatan dadih tersebut. Melalui mikroorganisme inilah, proses fermentasi terhindar dari bakteri penyebab penyakit, sehingga aman dikonsumsi oleh tubuh.