Gara-gara Rempah: Pencurian Peta Hingga Ekspedisi Compagnie van Verre

By National Geographic Indonesia, Selasa, 29 Juni 2021 | 16:20 WIB
Salah satu peta dari Linschoten dalam bukunya yang sohor, Itinerario, terbit pada 1596. Inilah peta Timur Jauh yang diterbitkan pertama kali; melukiskan lokasi Cina, Jepang, Korea, Asia Tenggara, Fili­pina, Selat Malaka, Kalimantan, hingga Jawa. Linschoten menyiapkannya dari sumber utama peta Portu (Koleksi Barry Lawrence Ruder­man, Antique Maps Inc. )

 

Oleh Lilie Suratminto—Berminat dalam kajian bahasa dan budaya Belanda, serta pemerhati warisan budaya kolonial. Kini, Dekan Fakultas Sosial Humaniora, Universitas Buddhi Dharma, Tangerang.

 

 

 

Nationalgeographic.co.id—Berawal dari peta rahasia yang berhasil disalin, sebuah kongsi dagang regional berubah menjadi global. Apa dampaknya terhadap Nusantara? Ada berkah, ada musibah. Namun, semuanya gara-gara rempah.

Negeri Belanda letaknya sangat strategis dalam perdagangan. Negeri ini dikenal sebagai “Nederlanden” atau negeri tanah rendah, setidak­nya sekitar abad ke-16. Perdagangan, industri, dan pertaniannya mengalami kemajuan. Banyak perusahaan dan industri bermunculan di kota pelabuhan seperti Amsterdam, Roterdam, Delft, Hoorn, Vere, dan Middelburg.

Ketika itu terdapat mata dagangan yang begitu penting­ bagi orang Eropa, yaitu rempah-rempah. Belanda memperoleh lada, pala, cengkeh, kunyit, dan jahe dari Pelabuhan Lissabon, Portugal.

Ini berkat kecerdikan Portugal. Selama hampir satu abad negeri ini telah merahasiakan rute pelayarannya ke Asia. Apa daya, demi memperlancar distribusi perdagangan, terutama rempah-rempah, banyak kantor dagang Belanda membuka cabang­nya di Lissabon.

Pada 1548 pecah perang antara Republik Belanda Serikat dan Spanyol. Raja Spanyol Filip II menolak usulan Willem van Oranje untuk mengakhiri pengejaran, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap para pengikut ajaran Calvin. Dalam peperangan ini banyak pengusaha dan orang kaya dari pusat perdagangan di Antwerpen, Gent, dan Brugge di Belanda Selatan hengkang ke Belanda Utara. Mereka menyingkir ke Delft, Middelburg, Vere, Rotterdam, Hoorn, Enkhuizen, dan Amsterdam. Bahkan ada juga yang menyingkir ke Inggris dan Jerman.

Baca Juga: Temuan Peti Harta Karun Kapal Rempah VOC yang Berlayar ke Batavia 1740

Lambang kebesaran VOC dan Batavia karya Jeroni­mus Becx, 1651. Lambang VOC menampilkan kapal dagang berlayar; di sebelah kiri adalah Dewa Neptunus, di sebelah kanan adalah Dewi Laut, Amphitrite. Sementara itu lambang Batavia menampilkan pedang bermahkota daun laurel; di kedua sisi ada singa yang dip (Rijksmuseum, Amsterdam, Belanda)

Ada perkara yang menarik, yakni perangai pe­dagang Belanda. Meskipun negerinya berperang dengan Spanyol, tetapi mereka tetap memasok Spanyol dengan senjata dan amunisi yang mereka impor dari Skandinavia. Intinya, para pedagang sangat diuntungkan dalam peperang­an yang sering terjadi di Eropa. Inilah yang menjadikan Amsterdam semakin maju sebagai pusat perdagangan menyaingi Antwerpen, yang saat itu menjadi Pelabuhan terbesar di Eropa Barat.

Kenyamanan para pedagang Belanda terusik saat dibentuknya Uni Iberia pada 1580. Portugal disatukan dengan Spanyol, yang sejatinya musuh Belanda. Para pedagang Belanda harus menutup kantor dagangnya di Lissabon. Mereka menyatu kembali dengan induknya di pelbagai kota pelabuhan di Belanda.

Untuk bertahan dari persaingan dagang yang semakin keras, pada 1592 didirikan sebuah kongsi dagang Compagnie van Verre—Kongsi dagang jarak jauh. Terdiri atas 10 kongsi dagang yang berusaha mencari sendiri jalan menuju pusat rempah di Hindia-Timur nama lain untuk Nusantara pada waktu itu.

Baca Juga: Kisah Tragis Zaman VOC: Bangkai Kapal Batavia dan Kekejian Perompak