Villa Papyri, Satu-satunya Perpustakaan yang Dipulihkan di Zaman Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Sabtu, 3 Juli 2021 | 17:00 WIB
Villa Papirus yang telah lama terkubur dibuka untuk umum hampir 2000 tahun setelah terendam lumpur vulkanik di Herculaneum (Eric Vandeville/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id—Villa Papyri yang terletak di Herculaneum, Italia merupakan satu-satunya perpustakaan kuno yang koleksinya masih bertahan. Seperti diketahui, perpustakaan ini selamat dari letusan Gunung Vesuvius di tahun 79 Masehi. Karena bencana alam ini lah, kota Herculaneum termasuk Villa Papyri ikut terkubur di dalam abu vulkanik yang membuatnya diawetkan dengan sempurna.

Villa ini terletak di bagian barat laut Herculaneum, di lereng gunung berapi yang menghadap ke Teluk Napoli. Dibangun di teras bawah ke laut, villa ini memiliki area seluas 2.787 meter persegi. Bagian depan villa membentang lebih dari 250 meter dan menawarkan pemandangan teluk yang tak terhalangi. Vila ini memiliki dua peristyle, kolam renang, taman, ruang tamu, dan ruang penerima tamu.

Para peneliti percaya pemilik dari rumah yang mendirikan perpustakaan tersebut bernama Lucius Calpurnius Piso Caesoninus, ayah mertua Julius Caesar. Perpustakaan Papyri memiliki banyak karya dari Philodemus of Gadara, seorang  Ahli Filsafat dan juga penyair. Ada sekitar seribu karyanya yang ditemukan di Perpustakaan Papyri.

 

Pada tahun 1709, kota Herculaneum ditemukan kembali ketika para pekerja yang menggali sumur di kota Resina menemukan teater kota kuno di lantai atas. Penggalian mulai dilakukan dan didanai oleh House of Bourbon. Pada tahun 1750, Villa Papyri kembali ditemukan dan penggalian segera dilakukan di bawah arahan Karl Weber, seorang arsitek dan insinyur Swiss.

Dua tahun kemudian, tepatnya pada Oktober 1752, perpustakaan vila ditemukan dan dengan tumpukan papirus pertama terungkap. Berisi sekitar 1800 gulungan, koleksi perpustakaan ini relatif sedikit. Namun, itu adalah satu-satunya perpustakaan yang diketahui bertahan dari zaman Klasik.

Oleh karena itu, perpustakaan memiliki kepentingan besar di mata para arkeolog dan klasik. Paparan gas vulkanik dan abu berarti gulungan itu dikarbonisasi dan berubah menjadi gumpalan silinder yang hangus.

Baca Juga: Kerangka Manusia Tertimpa Batu Ungkap Tragedi Letusan Gunung Vesuvius

Reruntuhan Villa Papyri di Herculaneum (Erik Anderson/Ancient Origins)

Faktanya, papirus pada awalnya disalahartikan sebagai gumpalan arang atau kayu bakar, dan nilainya baru diketahui kemudian. Karbonisasi gulungan secara efektif mempertahankannya, meskipun pada saat yang sama, itu membuat gulungan itu sangat sulit untuk dibuka.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk membaca isi gulungan-gulungan ini. Beberapa ditebas sementara yang lain dibuka begitu saja. Terdapat kerusakan terjadi pada artefak yang rapuh. Sebuah 'perangkat membuka gulungan' bahkan ditemukan oleh Antonio Piaggio, seorang biarawan Piarist, khusus untuk mengurai papirus ini.

Baca Juga: Dahsyatnya Letusan Vesuvius, Hanya Butuh 15 Menit Musnahkan Pompeii

Denah Villa Papyri. Perpusatakaan di Italia yang sempat terkubur oleh abu vulkanik Gunung Vesuvius pada 79 Masehi namun kembali ditemukan. (The History Blog)

Meskipun gulungan dibuka dengan perangkat ini, gulungan itu tetap rapuh, dan prosesnya memakan waktu yang sangat lama. Gulungan pertama membutuhkan waktu empat tahun untuk diurai.

Meski demikian, kemajuan terus dibuat dan pada tahun 1790, laporan tentang isi perpustakaan diterbitkan. Selama dua abad berikutnya, berbagai teknik telah dikembangkan dengan harapan agar isi papirus dapat diakses.

Beberapa upaya terbaru melibatkan penguraian gulungan secara digital, bukan fisik. Untuk melakukannya, metode seperti sinar-X, fotografi digital, dan mikroskop telah digunakan.

Namun, masih sangat sulit untuk melihat tulisan di papirus. Masalah utama adalah bahwa tinta dan papirus secara fisik mirip, karena orang Romawi menggunakan tinta berbasis karbon yang terbuat dari residu asap. Dengan kata lain, tidak mudah membedakan tulisan dari papirus karbon.

Baca Juga: Arkeolog Menemukan 'Kota Emas Luxor yang Hilang', Pompeii Versi Mesir