Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti gabungan dari Indonesia dan Perancis menemukan spesies baru burung berrypecker (Melanocharis) di kawasan Pegunungan Kumawa di Lengguru, Papua Barat. Spesies baru burung berrypecker tersebut diberi nama Melanocharis citreola, sp. nov. Milá, Ashari & Thébaud. Nama Inggris dari burung tersebut adalah satin berrypecker, sedangkan nama Indonesianya adalah burungbuah satin.
“Penemuan terakhir jenis baru burung di Papua adalah burung melipotes foja (Melipotes carolae) pada 2007. Sehingga ditemukannya jenis baru berrypecker sebagai salah satu dari enam jenis baru burung yang ditemukan di dunia pada kurun waktu 2021 merupakan hal yang sangat menggembirakan,” ujar Hidayat Azhari, peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Hidayat turut terlibat dalam studi penemuan dan pendeskripisan burung jenis baru berrypecker tersebut yang laporannya telah terbit di International Journal of Avian Science (IBIS) pada Juni 2021 .
Secara administrasi wilayah Lengguru masuk dalam Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Lengguru terletak pada daerah leher gunung dari Papua dan memiliki lanskap unik pegunungan kapur (karst) yang terjal dan terisolasi. Melalui sudut pandang biologi, wilayah ini sangat kurang dipelajari dikarenakan medannya yang berbahaya, lereng curam, dan kurangnya pasokan air di atas pegunungan. “Selain itu, daerah tersebut tidak memiliki akses jalan setapak dan sebagian besar lanskapnya masih berupa hutan yang utuh,” sambung Hidayat sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulis LIPI.
Proses penemuan jenis baru burung ini merupakan hasil dari sebuah kerja sama antara Indonesia dan Perancis yang dilakukan dua kali, yaitu pada tahun 2014 dan 2017. Proyek ini masuk dalam kerangka besar Lengguru Project yang diselenggarakan oleh French Institute de Recherche pour le Développement (IRD), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Papua (UNIPA), Universitas Cendrawasih (UNCEN), Universitas Musamus (UNMUS), dan Politeknik KP Sorong.
Tim peneliti dalam penemuan spesies baru burung berrypecker ini terdiri atas Hidayat Ashari dari Indonesia serta Borja Milá, Jade Bruxaux, Guillermo Friis, Katerina Sam, dan Christophe Thébaud dari Perancis. Ekspedisi pertama dilakukan pada November 2014 saat tim ekspedisi berhasil sampai di ketinggian 1.100-1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Selama empat hari dilokasi ini, tim ekspedisi berhasil menangkap seekor burung jantan, yang belum bisa diidentifikasikan secara jelas, dan hanya diidentifikasi sebagai Melanocharis.
Baca Juga: Misteri Kerangka Gadis yang Dikubur dengan Burung Kutilang di Mulutnya
“Kemudian Oktober-November 2017, kami kembali ke sana dengan peralatan dan logistik yang lebih baik, dan selama 22 hari pada ketinggian 1200 mdpl itu kami berhasil menangkap tiga individu lagi,” tutur Hidayat.
Sebelumnya pada 2015, peneliti biologi Jared Diamond dan K. David Bishop, pernah sampai di ketinggian 1.000 mdpl di pegunungan tersebut pada kurun waktu 1983 dan 2013. Mereka melaporkan melihat seekor burung betina yang diduga adalah dari jenis ini. Mereka menggambarkan burung tersebut memiliki bagian atas berwarna zaitun dan bagian bawah pucat agak kekuningan dan bergaris-garis tidak jelas. Sayangnya tidak ada spesimen ataupun foto dari burung tersebut.
Dalam studi terbaru ini, pemeriksaan terhadap spesimen burung tersebut selanjutnya dilakukan dengan melakukan perbandingan dengan spesimen Melanocharis jenis yang lain yang ada di Museum Zoologi Bogor (MZB) LIPI. Selain itu, para peneliti juga melakukan analisis filogenik berdasarkan data DNA burung itu, dan mencapai kesimpulan bahwa burung ini merupakan jenis baru.
Jenis baru ini dimasukkan dalam genus Melanocharis karena memiliki bentuk yang khas dengan paruh yang kokoh berwarna hitam, badan bagian atas berwarna biru-hitam yang sangat kontras dengan bagian bawah yang berwarna lebih terang. Bagian bawah yang berwarna putih satin dengan sedikit warna kuning lemon merupakan ciri khas yang sangat membedakan burung ini dengan jenis lain dalam genus yang sama.
Secara umum, burung ini memiliki ciri-ciri paruh dan kaki berwarna hitam serta iris mata berwarna cokelat tua. Warna bulu pada punggung dan pantat burung ini berwarna biru hitam. Sementara bagian tenggorokan, dada, dan perutnya berwarna putih satin dengan sedikit warna kuning lemon, dan berwarna sedikit lebih ringan pada bagian sampingnya.
Bulu pada bagian bawah sayap burung ini berwarna putih. Bagian malar atau sisi samping dari tenggorokannya memisahkan warna biru hitam pada muka dengan tenggorokan yang putih. Bulu sayapnya berwarna hitam dengan warna putih pada bagian tepi dalam dari bulu primer dan sekundernya. Bulu ekor berwarna biru hitam keseluruhan, kecuali bagian tepi dari bulu ekor terluar yang berwarna putih.
Baca Juga: Spesies Baru Kadal Ditemukan Setelah Sebelumnya Diduga sebagai Burung
Burungbuah satin ini berukuran kecil dengan panjang sayap 62 milimeter, panjang tarsus 19,4 milimeter, dan panjang ekor 49,5 milimeter. Panjang paruh dari dasar tengkorak kepalanya adalah 11,2 milimeter, panjang paruh dari ujung lubang hidungnya 7,3 milimeter, sedangkan lebar paruh pada ujung lubang hidung 4,1 milimeter dan tinggi paruh di ujung lubang hidungnya 3,5 milimeter.
Secara umum berrypecker atau burungbuah merupakan burung pemakan buah beri dan buah-buahan kecil lainnya sehingga menjadikannya burung pemencar biji. Burung ini aktif di bawah kanopi hutan, dari lantai hutan sampai ketinggian dua meter. Keberadaannya menjadi penting bagi pemencaran biji ke seluruh area hutan. Akan tetapi, perjumpaan burungbuah satin ini di hutan masih sangat sedikit sehingga perilakunya masih belum diketahui secara pasti.
Hal ini memungkinkan adanya penelitian lanjutan dari burung ini. “Dengan lokasi yang unik seperti kawasan Karst Lengguru itu, menjadikan burung ini menjadi penting untuk dikaji lebih jauh,” ujar Hidayat.