Seberapa Bahaya Varian 'Delta Plus'? Apa yang Kita Ketahui Sejauh Ini?

By Fikri Muhammad, Selasa, 6 Juli 2021 | 15:31 WIB
Varian Delta Plus mulai muncul di database global setelah pertengahan Maret dan pada 26 April kasus ditemukan di Inggris, mendorong Inggris untuk melarang perjalanan internasional pada 4 Juni lalu. (DONNY FERNANDO/NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA) ()

Nationalgeographic.co.id—Varian baru dari virus corona telah muncul. Para ilmuwan sedang bekerja untuk mencari tahu apakah itu lebih berbahaya daripada sepupunya yang terkenal, varian Delta? 

Negara bagian Maharashtra, India, yang terpukul keras oleh gelombang kedua COVID-19, kini telah memberlakukan kembali penguncian wilayahnya. Pasalnya, meningkatnya kekhawatiran tentang varian baru yang dijuluki Delta Plus ini (bukan sebutan resmi).

Delta Plus hanya sedikit berbeda dari Delta. Varian ini diperkirakan menyebabkan lebih banyak orang yang rawat inap daripada jenis sebelumnya. Vaksin yang ada efektif melawan Delta, tetapi jika seseorang itu telah divaksinasi sepenuhnya.

WHO telah mendesak orang yang divaksinasi penuh untuk terus memakai masker. "Setelah Anda divaksinasi sepenuhnya, teruslah berperilaku aman karena Anda bisa berakhir sebagai bagian dari rantai penularan. Anda mungkin tidak sepenuhnya terlindungi. Terkadang vaksin tidak bekerja," kata Bruce Aylward, penasihat senior WHO pada konferensi pers.

Varian Delta Plus mulai muncul di database global setelah pertengahan Maret dan pada 26 April kasus ditemukan di Inggris. Inilah yang mendorong Inggris untuk melarang perjalanan internasional pada 4 Juni lalu. 

Namun beberapa pasien tanpa riwayat perjalanan atau kontak dengan pelancong yang terinfeksi Delta Plus. Menunjukkan varian itu mulai beredar di Inggris melalui penyebaran komunitas. 

Lantaran variannya belum umum, Kementerian Kesehatan India menetapkan Delta Plus sebagai Variant of Concern (VOC) pada 22 Juni. Alasannya, terjadi peningkatan transmisibilitas, kemampuan untuk mengikat lebih kuat pada reseptor sel paru-paru dan potensi untuk menghindari antibodi.

Akan tetapi, apakah Delta Plus memenuhi ambang batas untuk penunjukkan VOC masih belum jelas.

Baca Juga: Faskes Indonesia Kolaps, Sebulan Ini 265 Pasien Isoman COVID-19 Wafat

Kini, setidaknya ada dua versi varian Delta Plus yang perlahan menyebar ke seluruh dunia. Varian telah terdeteksi di Kanada, Jerman, Rusia, Swiss, Polandia, Portugal, Nepal, Jepang, Inggris, dan AS. Versi yang lebih umum secara internasional disebut ()

"India menyebutnya sebadai VOC karena hati-hati daripada data keras apa pun," tutur Ravindra Gupta, ahli imunologi dan spesialis penyakit menular di University of Cambridge.

Ketika suatu varian menjadi sering dan menunjukkan ciri-ciri yang menghkawatirkan, otoritas kesehatan masyarakat memulai penyelidikan formal, menetapkannya sebagai Variant Under Investigation (VUI). Jika ditemukan lebih menular, lebih resisten terhadap antibodi, atau menyebabkan penyakit yang lebih parah, maka variannya disebut VOC.

Konsorsium Genomic SARS-CoV-2 India (INSACOG) adalah jaringan laboratorium, dan lembaga pemerintah di seluruh negara yang memantai variasi dalam kode generik virus corona. Mereka sebenarnya menggambarkan Delta Plus sebagai Variant of Interest, bukan VOC, kata ahli virologi Shahid Jameel di laman National Geographic

Menurut Jameel, mutasi baru tidak akan membuat Delta Plus kurang menular daripada Delta, atau mengurangi kemampuan virus untuk lolos dari respons imun. "Makanya tidak ada salahnya jika Delta Plus juga disebut sebagai Variant of Concern.

Kini, setidaknya ada dua versi varian Delta Plus yang perlahan menyebar ke seluruh dunia. Varian telah terdeteksi di Kanada, Jerman, Rusia, Swiss, Polandia, Portugal, Nepal, Jepang, Inggris, dan AS. Versi yang lebih umum secara internasional disebut "AY.1" sedangkan "AY.2" sebagian besar terbatas ke Delta Plus AS telah terdeteksi 150 kali di AS. 

Vaksin yang ada masih bekerja melawan varian Delta asli, tetapi kurang efektif. Ketidakefektifan ini terutama terjadi di antara orang-orang yang mungkin tidak meningkatkan respons kekebalan yang efektif setelah vaksinasi, atau mereka yang memiliki penurunan kekebalan.

 

Dosis tunggal vaksin Pfizer atau AstraZeneca hanya efektif 33 persen terhadap penyakit simtomatik yang disebabkan oleh varian Delta. Setelah dosis kedua, vaksin AstraZeneca menjadi 60 persen efektif, dan efektivitas Pfizer naik menjadi 88 persen. Penelitian awal baru menunjukkan bahwa vaksin Moderna kurang manjur terhadap varian Delta. Sementara Jonhnson & Johnson hanya sekitar 60 persen efektif menurut laman National Geographic.

Tetapi di Israel, di mana 57,1 persen populasi divaksinasi penuh, sekitar setengah dari infeksi varian Delta terjadi di antara mereka yang divaksinasi penuh dengan suntikan Pfizer. 

"Dalam hal varian... kita tahu vaksin bekerja; kita tahu bahwa masker dan jarak sosial bekerja. Meski terlihat menakutkan, kami masih memiliki langkah-langkah untuk melawannya," kata Priyamvada Acharya, seorang ahli imunologi di Duke Human Vaccine Institute. 

Baca Juga: Menilik Upaya Daerah Menerapkan PPKM Darurat Demi Tekan Lonjakan Kasus