Tetap saja, misi NASA belum pernah satu pun yang melibatkan masyarakat sipil, terutama selain kalangan kulit putih. Padahal selama dekade 1960-1970-an, Amerika Serikat mengalami pergolakan kesetaraan hak untuk kulit hitam dan perempuan.
Terlebih pada 1960 hingga 1970-an sendiri Amerika Serikat mengalami pergolakan akan hak kesetaraan dan penolakan diskriminasi terhadap kulit hitam dan perempuan.
1986, impian inklusif itu terwujud lewat pesawat antariksa Challenger yang secara teknologi digadangkan lebih unggul dari Columbia.
"Pada awalnya, satu hal yang jelas adalah setiap astronaut itu adalah pria kulit putih Anglo-Saxon," kenang Frederick Gregory, CAPCOM misi itu dalam dokumenter Challenger: the Final Flight.
"Sepertinya NASA memutuskan untuk tidak mempertahankan tradisi tersebut. Kejadian '70-an itu membuat kami sadar, bahwa kami harus memperluas pandangan kami. Mereka memiliki kampanye yang sangat positif dan kuat untuk mendorong perempuan dan minoritas [dalan misi]."
Baca Juga: Tragedi Soyuz-11: Manusia Pertama yang Gugur di Luar Angkasa
Tak hanya melibatkan Christa McAuliffe seorang guru sipil dari New Hampshire, tapi juga Ronald McNair ahli fisika yang sekaligus menjadi awak kulit hitam pernah dalam sejarah penerbangan antariksa NASA.
"Kami adalah tim yang paling beragam dari setiap perekrutan pemerintah," lanjut Gregory yang juga menjadi salah satu 35 orang terpilih dalam misi, bersama McNair dan McAuliffe
Pria kelahiran 21 Oktober 1950 itu sebenarya sudah menyukai dunia sains, ruang angkasa, dan astronaut sejak bersekolah di Carver High School. Meski demikian bukanlah hal yang mudah untuk mendapatkan ilmu dan mimpi yang besar seperti astronaut.
Pernah ketika Ron—nama akrab McNair—masih berusia sembilan tahun, ia berjalan satu mil ke perpustakaan kota untuk meminjam buku tanpa sepengetahuan orangtuanya. Walau perpustakaan itu terbuka untuk publik, tetap saja tidak terbuka untuk orang kulit hitam pada masanya.