Bayi Es

By , Selasa, 21 April 2009 | 16:19 WIB

AUTOPSIPada 4 Juni 2008, di sebuah laboratorium genetika di St. Petersburg Russia, Fisher, Buigues, Suzuki, Alexei Tikhonov, dan beberapa kolega lainnya mengenakan masker bedah dan pakaian Tyvek putih. Mereka memulai rangkaian pemeriksaan dan prosedur pembedahan maraton selama tiga hari terhadap Lyuba. Sementara dia terbaring di tengah ruangan, di atas meja Plexiglas yang diterangi dari bawah, Suzuki memasukkan endoskop ke dalam lubang perutnya, untuk mengamati ruang kosong yang terlihat saat pindai CT. Para ilmuwan lain menggunakan bor listrik untuk mengambil sampel-inti lemak punuk di tengkuk, mencari tungau di kuping dan bulu, membedah perut, serta mengambil beberapa bagian usus untuk mempelajari apa yang dimakan. Akhirnya, pada hari ketiga, Fisher membedah wajah Lyuba dan mengambil satu gading susu serta empat geraham kecil.

Awalnya, para peneliti menjaga agar Lyuba tetap beku dengan meletakkan tabung plastik berisi es kering di sekeliling jasad bayi mamut itu. Selanjutnya, untuk memungkinkan peneliti mengakses bagian dalam tubuh si mamut, jasad Lyuba dibiarkan melunak, sambil dipantau dengan saksama kalau-kalau ada tanda pembusukan. Saat daging Lyuba menghangat, Fisher mencium bau agak asam yang unik, bau yang serasa dikenalnya tetapi tak dapat dia pastikan. “Seperti orang lain, indra saya terangsang secara berlebih,” ingatnya. “Kami menjejalkan begitu banyak pekerjaan dalam waktu yang sempit. Saya hanya mencamkannya dalam pikiran, lalu melanjutkan kerja.” Dia juga mengamati bahwa gigi mamut itu tidak tertanam di gusi oleh jaringan penyambung yang biasa. Otot Lyuba juga terlepas dari tulang, padahal pada spesimen normal tulang dan otot terikat erat. “Ini sangat mengejutkanku,” kata Fisher. “Saya berulang-ulang membatin, 'Apa yang terjadi di sini? Apa arti hal ini?' Tapi tak banyak waktu untuk merenung.”

Area tak tembus sinar x yang terlihat pada pindai CT ternyata kristal vivianit berwarna biru cemerlang, mungkin terbentuk dari fosfat yang larut dari tulang. Fisher mendapati ada campuran padat tanah liat dan pasir di mulut dan kerongkongan Lyuba yang mendukung hipotesis dari pindai CT bahwa dia kehabisan napas, mungkin, dalam lumpur di tepi sungai. Bahkan, endapan di belalai Lyuba demikian padat, sehingga Fisher berpendapat hal itu mungkin menyebabkan lekuk yang terjadi di wajahnya. Jika Lyuba berjuang dengan panik untuk bernapas dan menghirup udara dengan paksa, mungkin tercipta ruang vakum di pangkal belalainya sehingga menyedot jaringan lunaknya hingga menempel ke kening.

Bagi Fisher, penyebab kematian Lyuba sudah jelas. (Suzuki kemudian mengajukan penafsiran yang berbeda karena melihat lebih banyak bukti tentang mati tenggelam dibandingkan mengalami asfiksia.) Pada akhir autopsi, saat Fisher dan para koleganya menjahit kembali tubuh kecil Lyuba, dia akhirnya ingat tentang bau yang khas itu. Setelah pikirannya lebih santai usai upaya intensif tiga hari terakhir, dia tiba-tiba teringat eksperimen kuda bebannya serta bau yang dikeluarkan oleh potongan daging membengkak yang secara alami dijadikan pekasam oleh laktobasilus saat mengapung di kolam. Lyuba memiliki bau yang sama. Akhirnya, kondisi Lyuba yang sangat awet terjelaskan. Secara harfiah, mamut kecil itu terasamkan setelah mati. Itu membuat tubuhnya tidak membusuk saat kembali terpapar udara, ribuan tahun setelahnya. Asam laktat yang dihasilkan mikrob juga dapat menyebabkan distorsi tulang yang unik dan pelepasan otot yang diamati Fisher selama autopsi dan bahkan mungkin mendorong pembentukan kristal vivianit dengan cara melepaskan fosfat dari tulang.!break!

Jadi, Lyuba mungkin tewas karena tergelincir di dekat sungai berlumpur dan diawetkan demi ilmu pengetahuan oleh kombinasi antara kebetulan biokimia dan oleh tekad bulat seorang gembala Nenets. Walau penelitian masih berlangsung, Lyuba sudah mulai mengungkap rahasia mengenai hidupnya yang singkat dan beberapa petunjuk tentang nasib spesiesnya. Keadaannya yang sehat dan cukup makan juga terlihat di perkembangan giginya menjadi suatu pengesahan yang memuaskan Fisher karena catatan gigi seperti itu adalah sampel yang akurat. Dengan demikian, evaluasi kesehatan dapat dilakukan berdasarkan gigi saja—dan itu menjadi kunci untuk meneliti penyebab kepunahan mamut. Analisis DNA-nya yang awet menunjukkan bahwa bayi ini jelas termasuk populasi Mammuthus primigenius tertentu yang, tak lama setelah kematiannya, digantikan oleh populasi lain yang bermigrasi ke Siberia dari Amerika Utara. Khusus untuk Lyuba, ditemukan ususnya mengandung tinja mamut dewasa, mungkin induknya: suatu bukti bahwa anak mamut, seperti saudara gajah modernnya, memakan kotoran induknya untuk mengisi usus dengan mikrob, sebagai persiapan untuk mencerna tumbuhan.

Akhirnya, gading dan geraham kecil Lyuba memperlihatkan bahwa dia lahir pada akhir musim semi dan baru berumur sebulan saat mati. Beberapa lapisan terluar gadingnya sesuai dengan pola yang dikaitkan Dan Fisher dengan kematian mendadak: rangkaian hari makmur yang berakhir dengan tak disangka-sangka.