Habis Karst Terbitlah Nestapa

By , Jumat, 24 April 2009 | 13:21 WIB

Aktivitas tambang menjadi ancaman paling nyata. Mengakibatkan perubahan suhu yang meningkat secara drastis di sekitar situs. “Lukisan gua menjadi pudar,” kata Said. Mungkin, dalam 10 tahun ke depan, sekalipun guanya mungkin dapat bertahan, “Lukisannya lenyap.”

Tidak hanya situs arkeologis. Ekosistem kawasan karst Maros-Pangkep kini juga babak belur oleh aksi penambangan. Selain dua industri semen besar, PT Semen Tonasa yang merupakan keluarga PT Semen Gresik Tbk, serta PT Semen Bosowa, terdapat pula perusahaan-perusahaan berskala menengah hingga kecil yang ikut menggerogoti, mengeruk, merusak lapis demi lapis gugusan karst.

PT Semen Tonasa sendri memeroduksi 3,5 juta metrik ton semen tiap tahun, sekaligus memberikan kontribusi tak kurang 18 miliar buat pendapatan asli daerah Pangkep. Di sisi lain, untuk memeroduksi satu ton semen diperlukan paling sedikit lima ton batugamping di samping lempung dan kuarsa.

“Terbayang, bagaimana rusaknya karst di sana,” ucap Taufik Kesaming, ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Makasar. Dan uniknya, kawasan yang sedang digempur itu adalah kawasan yang direkomendasikan menjadi salah satu Natural World Heritage lantaran rona bentang karstnya yang indah dan unik. “Inilah pengrusakan yang dimaafkan,” ujar R.K.T. Ko, ketua Lembaga Karst Indonesia. !break!

Seperangkat aturan main buat pengelolaan karst sudah diterbitkan. Terakhir, malah sudah terbit Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 mengenai Tata Ruang Wilayah Nasional yang juga menyinggung soal pengelolaan kawasan karst. Akan tetapi, kondisi lingkungan karst di Indonesia masih memprihatinkan.

Simak saja, hampir seluruh bentang karst di Indonesia sudah dikuasai, atau akan menjadi proyek tambang. Misalnya di Cibinong, Gresik, Tuban, Nusakambangan, Gombong, Padang, dan Maros-Pangkep. Guratan tambang ini semakin besar sehingga dapat dilihat dari angkasa.

Kawasan-kawasan karst di atas semuanya memiliki semua nilai strategis. Mulai lokasi hingga kandungan mineral di dalamnya. Karena inilah, tarik-ulur kepentingan dalam pemanfaatannya cukup tinggi. Kondisi lingkungan karst semakin tersudut, karena pada era otonomi daerah seperti sekarang ini, pengelolaan kawasan dilakukan secara parsial. Berbasis batas administratif, bukan batas ekologis.

Karenanya, sejumlah ilmuwan sepertinya harus berlomba dengan berdiasporanya lokasi tambang di karst. Pemerintah hingga kini, dinilai masih pilih kasih, condong mendukung penelitian yang berkait dengan nilai ekonomi. Khususnya potensi nilai tambang dari karst. “Penelitian yang terkait dengan konservasi dan nilai ekologi masih terbatas,” kata Nurdjito.!break!

Alternatif yang diusulkan sejumlah kalangan untuk mendapatkan nilai ekonomi dari kawasan karst tanpa dengan merusaknya pun sudah mengemuka. Salah satunya dari pariwisata, bahkan yang ekstrem. Di dasar Gua Jomblang di pedalaman karst Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta, sudah dimulai wisata minat khusus telusur gua. Tidak saja penelusuran gua-gua horisontal, melainkan juga yang vertikal dengan peralatan dan perlengkapan khusus. “Wisata ini punya prospek bagus,” jelas Cahyo Alkantana, penelusur gua profesional.

Pariwisata yang menjual keindahan bentang karst yang unik sebenarnya dapat mendatangi pendapatan yang besar. Contohnya di Kabupaten Gombong, Jawa Tengah. Pendapatan daerah ini ditopang oleh kegiatan pariwisata—baik wisata umum atau minat khusus—yang menjual keindahan bentangan karst. Jumlahnya mencapai dua miliar tiap tahunnya. “Bisa melonjak jika wisata di Kebumen digarap serius,” kata Cahyo.

Di beberapa negara, pariwisata memang menjadi benteng pelestarian kawasan karst sekaligus penyumbang devisa yang menjanjikan. Thailand telah berhasil menawarkan keindahan karst untuk wisata dengan harga menjulang. Wisatawan disuguhkan panorama dengan berperahu berkeliling pulau-pulau karst yang menjulang tinggi.

Vietnam sedang memasarkan Ha Long Bay sebagai kawasan wisata dengan resort-resort yang tarifnya ribuan dolar permalam. Begitu pula dengan Malaysia: Gua Mulu dan Gua Niah telah menjadi daerah tujuan wisata dunia bahkan dikukuhkan sebagai World Heritage. Indonesia sebenarnya berpeluang menjadi kawasan wisata yang menjual keindahan bentang karst lantaran memiliki sejumlah karst yang indah dan unik. Misalnya saja Maros-Pangkep, Gunung Sewu, Wawolesea (Sulawesi Tenggara), atau kawasan karst di Papua. !break!

Sebenarnya dari sudut sustainabilitas ekonomi, kehadiran pabrik semen di kawasan karst tidak otomatis mengurangi kemiskinan atau langsung membuka lapangan kerja penduduk setempat. Biasanya hal ini disebbkan oleh tingkat pendidikan penduduk lokal yang rendah. Ujung-ujungnya, malah mereka termarginalisasi oleh pendatang. Sesungguhnya, kawasan karst memiliki potensi ekonomi lain yang tidak kalah penting—di luar tambang—yaitu nilai jasa lingkungan. Jika dihitung dapat menjadi masukan pendapatan daerah yang besar.

Rachman Kurniawan, seorang peneliti karst, sempat melakukan penelitian ini di kawasan Maros-Pangkep. Survei lapangan dan pengambilan sampel dilakukan pada 100 responden yang dilakukan di 15 dusun dari sembilan desa dalam lima kecamatan. Selain itu dilakukan pengambilan sampel pengunjung tempat rekreasi Bantimurung, Taman Wisata Alam Gua Pattunuang, dan Tempat Pra Sejarah Sumpang Bita.

Valuasi tiap tahunnya dilakukan menggunakan pendekatan perhitungan nilai guna langsung (direct use value). Hasilnya didapat nilai ekonomi jasa lingkungan secara total sebesar 2.072.501.086.700 rupiah. “Cukup signifikan buat pemerintah daerah dan masyarakat sekitar,” kata Rachman.

Kawasan karst adalah sebuah ekosistem yang rentan terhadap perubahan. Bentang alamnya sulit pulih jika terjadi kerusakan akibat pemanfaatan yang tak tepat. Pertanyaan yang selalu muncul, apakah keuntungan ekonomi dari penambangan sepadan dengan kerugian lingkungannya pada masa mendatang?

Bagi orang-orang seperti Karyadi atau Surkati, atau mereka yang menggantungkan sumber airnya pada kawasan karst, kerusakan bentang alam karst berarti hidup yang semakin sulit. Sore itu, menjelang senja, ketika peluh dari tubuh Karyadi belum sepenuhnya kering, pemilik material datang berkunjung ke lokasi tambang yang pengap. Setelah menghitung batukumbung yang ditambang, ia langsung menyodorkan lembaran duit kertas kumal. Karyadi menerimanya dalam diam. Dari sinilah, ia dan ratusan penambang kumbung bertahan melewati hari.