Keajaiban Gua

By , Jumat, 29 Mei 2009 | 13:10 WIB

“Kulemparkan batu dari tepinya dan menghitung beberapa detik,” kata Smith. “Kuhitung sedikitnya empat detik, yang berarti kedalamannya 60 meter atau lebih.”

Meskipun Smith dan timnya tidak mengetahuinya pada saat itu, yang mereka temukan adalah Rumble Room, sebuah ruang gua berukuran sekitar 100 meter, dari lantai ke langit-langit, dan luasnya 1,5 hektare. Catatan lengkap tentang ukuran gua memang tidak ada, tetapi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Rumble Room mungkin merupakan ruangan terluas di Amerika Serikat bagian timur, dan kedua terluas di seluruh negeri. “Ini adalah temuan yang diimpikan pencinta gua selama hidupnya,” ujar Smith.

Hasrat untuk melihat sesuatu yang belum pernah dilihat orang, “itulah yang utama bagi kebanyakan penelusur gua,” kata Bobo membenarkan. “Di permukaan, hanya tinggal sedikit tempat yang belum terjamah, tetapi di bawah sini masih ada dunia liar yang benar-benar belum terjamah.”!break!

KETIKA TERJEBAK DI GUA JAGUAR, pada akhirnya aku berhasil menenangkan diri. Aku tak punya pilihan lain selain berbaring saja di situ dan membiarkan tubuhku tak bergerak. Bajuku basah kuyup oleh keringat sehingga rasanya aku bisa tergelincir di dalamnya. Dengan upaya luar biasa aku dorong sedikit dadaku yang berjaket dan tiba-tiba saja tubuhku tergelincir memasuki ruang di depanku.

Di saat merayap maju, tidak lama kemudian aku berhadapan lagi dengan dinding tanah. Kukira itu jalan buntu, tetapi kemudian sinar lampu kepalaku menunjukkan sebuah lubang amat kecil di atas. Ketika kutempelkan wajahku ke lubang itu, dapat kurasakan semilir udara. Petuah lain dari sekian banyak petuah perguaan yang disampaikan Smith adalah “jika bertiup, pasti bergerak.” Mendadak saja aku menggali dengan penuh semangat. Aku terbawa oleh dorongan naluriah yang menggebu-gebu untuk terus menerobos untuk melihat ada apa di sisi sebelah sana—inilah demam gua.

Aku langsung menyekop batu, tetapi berhasil menarik beberapa bongkah batu sebesar bola sepak. Sambil mengangkat tangan dengan gencar ke atas menembus lubang itu, kupelintir tubuhku, kuputar, dan aku menggeram, menyebabkan kulit dada dan perutku terkelupas, tetapi astaga! Aku berhasil menerobos masuk ke sebuah kamar yang amat sangat luas.

Perasaanku gembira luar biasa, mungkin karena pada akhirnya berhasil menembus lubang yang di kemudian hari kami juluki Colonoscopy, sama seperti berhasil mencapai tempat yang belum pernah terjamah manusia. Satu jam kemudian, setelah menggali dan terus menggali lagi, seluruh tim berhasil menerobos Colonoscopy, lalu kami mulai menjelajahi relung gua itu dengan semestinya. Di mata penelusur gua yang terlatih, begitu banyak temuan di situ: Setumpuk tulang kelelawar purba. Kerangka binatang pengerat prasejarah. Stalaktit dengan bentuk pipa yang tidak lazim. Fosil crinoid (kelas satwa yang berkerabat dengan bintang laut) yang masih utuh, hewan dasar laut dengan lengan berbulu yang digunakan untuk makan.

Sebuah lubang kecil seakan memberi isyarat di ujung relung baru itu. Bobo yang tubuhnya paling kecil akhirnya berhasil menerobos. Kami bisa mendengar teriakannya yang riang gembira. Dia menemukan heliktit berwarna putih bersih, formasi mirip laba-laba yang belum pernah ditemukan di Gua Jaguar.

“Semuanya benar-benar indah menawan,” seru Bobo ketika muncul kembali dari lubang itu. “Mungil, rapuh, seperti bunga langka yang membeku dalam waktu. Dan…” Tubuhnya gemetar karena sangat gembira dan jelas sekali ada lagi sesuatu yang tidak dapat disembunyikannya. Aku menoleh kepada si Domba dan tampak matanya berbinar seperti binatang malam yang kita lihat sekilas di balik api unggun. Dia sudah tahu apa yang akan dikatakan Bobo.

“Gua itu masih panjang! Aku bisa melihat ada lintasan yang berlanjut, tapi tubuhku tidak cukup kecil untuk bisa memasuki lubang itu.”