"Bagaimana caranya?" saya bertanya.Sambil tersenyum, Behra berkata, "Mempekerjakannya."
Upaya Behra merupakan solusi cerdas, walaupun bersifat lokal, bagi dilema sumber daya Madagaskar: menginformasikan manfaat langsung dari hutan yang sehat kepada penduduk desa. Pria Prancis ini pertama kali datang ke Madagaskar pada tahun 1987 dalam proyek PBB untuk menyelamatkan populasi buaya yang tak dicintai tetapi hampir habis. Menyadari bahwa "jika kita menyematkan harga pada buaya, orang akan tertarik," dia mulai membayar penduduk setempat untuk mengumpulkan telur buaya. Sejak 2000 Behra menggunakan rumus yang sama bagi hutan Madagaskar yang terancam melalui LSM-nya, Man and the Environment. Dalam hutan Vohimana 160 kilometer di timur ibu kota, Behra menemukan hutan yang tinggal setengahnya karena pembalakan selama empat dasawarsa sebelumnya. Dengan menggunakan keahlian penduduk setempat, ia mencatat 90 tumbuhan obat, kemudian membuat rencana untuk memasarkannya ke luar negeri. Perusahaan parfum Prancis Chanel tertarik pada ekstrak dedaunan Madagaskar seperti marungi. Pada 2007, penggundulan hutan di Vohimana berhenti. Ratusan penduduk desa yang biasanya menebang dan membakar kini mengumpulkan dan menjual daun yang dulu tidak dianggap memiliki nilai ekonomi.!break!
"Saya membangun rumah di sini," kata Behra. "Orang dapat melihat bahwa saya tidak akan pergi besok, jadi mereka dapat memercayai saya." Dia panjang akal tapi tidak mendominasi. Menyadari bahwa "kita tidak bisa mengubah penebang kayu seumur hidup dengan melatihnya bertani begitu saja," Behra membujuk pemerintah Madagaskar agar mengizinkan penduduk setempat untuk terus menebang kayu di sebagian hutan guna dijadikan arang untuk keperluan rumah tangga. Setelah mengetahui bahwa ada pemburu lemur di desa itu, Behra mempekerjakan orang itu sebagai pemandu bagi wisatawan yang terobsesi dengan lemur. Seorang pria lain yang mencari nafkah dengan mengumpulkan anggrek langka di hutan sekarang menjadi kepala konservatori anggrek Behra. Saat Behra mempertimbangkan proyek peternakan babi liar hutan itu, yang merusak perkebunan ubi kayu yang dibuatnya, suku Betsimisaraka memberitahunya bahwa babi itu pantangan, dan "kita harus menghormati hal itu." Dia berhasil membujuk Chanel untuk menyumbangkan uang kepada staf medis dan makan siang sekolah di Vohimana.
"Bekerja dalam skala kecil seperti yang dilakukan Behra mungkin lebih efektif daripada mimpi menyelamatkan seluruh hutan," kata Jean-Aimé Rakotoarisoa, direktur Museum Seni dan Arkeologi di Université d'Antananarivo selama 30 tahun. "Kebanyakan program lingkungan mengatakan, jangan membakar hutan karena itu masa depan Anda. Tapi, orang-orang ini tidak dapat menunggu masa depan. Mereka sekarang lapar. Anda harus menunjukkan manfaat langsung kepada masyarakat."
Pesan itu diterima beberapa gelintir pengeksploitasi sumber daya berskala besar. Rakotoarisoa sekarang menjadi konsultan proyek Ambatovy, operasi pertambangan nikel dan kobalt senilai 40 triliun rupiah yang dipimpin konsorsium asing dan berlokasi di dekat hutan Olivier Behra. Proyek ini, meskipun kontroversial karena belum memenuhi semua janjinya, berhati-hati dan menghindari tempat keramat, mengompensasi (dan, jika perlu, merelokasi) penduduk desa yang terkena dampak, dan berhubungan secara terus-menerus dengan masyarakat. Upaya ini tidak altruistis, Rakotoarisoa mengakui dengan segera. "Demi citra perusahaan, mereka harus menangani masalah lingkungan dan sosial. Mereka tidak bisa berbisnis di sini kalau ada protes sosial."
Di dekat Tôlanaro di ujung tenggara pulau itu , perusahaan tambang Inggris-Australia Rio Tinto mencoba kebijakan bertetangga baik yang ambisius untuk mengompensasi proyeknya yang senilai 8,4 triliun di sepanjang pantai Samudra Hindia. Perusahaan itu menambang ilmenit—kaya titanium—yang biasa digunakan untuk cat, kertas, dan plastik. Kegiatan tersebut termasuk membabat hutan pesisir unik yang berisi 19 spesies endemik di samping tumbuhan obat dan gelagah yang menjadi bahan anyaman. Namun, berbeda dengan cukong kayu beberapa ratus kilometer dari pantai itu, Rio Tinto mencoba melestarikan semua spesies itu. Perusahaan tersebut menyisihkan lahan hutan untuk pelestarian, meluncurkan program pelatihan pertanian, membangun pelabuhan umum, dan berencana mulai merehabilitasi lahan itu tahun depan.!break!
"Kami memiliki standar tinggi dan kami ingin memengaruhi perusahaan pertambangan lain agar mengikuti cara yang sama," ujar Manon Vincelette, insinyur perhutanan yang dipekerjakan sejak 1996 untuk memimpin program keanekaragaman hayati Rio Tinto. Meskipun penduduk Tôlanaro memiliki jalan baru, sekolah baru dan direnovasi, dan, dalam beberapa kasus, pekerjaan baru di pertambangan, warga setempat tetap skeptis terhadap ketulusan perusahaan asing tersebut. "Rio Tinto melakukan hal-hal yang baik," ujar etnolog Jean-Aimé Rakotoarisoa. "Tapi saya mendengar desas-desus dalam masyarakat—dan dari sudut pandang sosial, rumor lebih penting daripada fakta. Kita tidak bisa hanya berurusan dengan insinyur dan pakar. Tidak ada cara lain, kita harus tahu persis apa yang dipikirkan masyarakat."
Bandara Antalaha kecil dan sama sekali tak berhias. Anjing dan ayam berkeliaran mencari sisa makanan. Beberapa puluh orang menunggu kedatangan pesawat dari Antananarivo. Di pintu masuk tampak Roger Thunam yang didampingi asistennya. Cukong kayu itu berjalan dari ujung bangunan ke ujung yang lain, menjabat tangan semua orang, memeluk wanita, bertukar sapa.
Lalu dia berjalan-jalan di luar dan, sampai kedatangan pesawat, bersandar dengan puas di kedai buah sambil minum air kelapa bersama penduduk desa yang lain—tidak berbeda dengan yang lain, orang yang merakyat, orang yang tahu pikiran mereka...dan orang yang memberi jalan penghidupan, setidaknya untuk hari ini.