Sidat Pengelana

By , Kamis, 2 September 2010 | 12:48 WIB

Sidat yang berhasil mengatasi bendungan mungkin tidak berhasil menghadapi pemangsa utama di muka Bumi. Perdagangan internasional yang terutama dikendalikan oleh selera orang Jepang untuk menikmati sidat panggang, kabayaki, adalah industri bernilai triliunan rupiah. Di Jepang, sidat diyakini dapat meningkatkan stamina dalam cuaca panas dan Doyo Ushi No Hi , hari sidat, biasanya jatuh pada akhir Juli. Selama bulan tersebut pada tahun 2009, di pasar hidangan laut Tsukiji yang terkenal di Tokyo, lebih dari 50.000 kilogram sidat segar dijual. Sidat hampir selalu disantap di restoran yang hanya menyajikan menu sidat karena sulitnya membersihkan dan memasaknya. Sidat tidak pernah disajikan mentah: darahnya mengandung racun saraf yang dinetralkan ketika sidat dimasak atau diasap (serum darah sidat dalam jumlah kecil yang disuntikkan ke kelinci menyebabkan kelinci itu kejang dan mati seketika).

Sidat dipanggang pada tusuk bambu di atas api kayu yang panas, berulang kali dicelupkan ke dalam air, dan kembali ke api yang mengukus dagingnya. Kemudian, daging sidat itu diolesi saus kedelai, mirin (arak beras manis), dan gula, lalu ditaburi sansho, merica gunung. Hidangan tersebut, biasanya seekor sidat dibelah dan ditaruh di atas selapis nasi di dalam kotak bercat hitam mengilap dengan bagian dalam berwarna merah, disebut unaju. Tidak ada bagian tubuh sidat yang mubazir. Hati sidat disajikan dalam sup, dan tulang belakangnya digoreng kering dan dimakan seperti keripik. Meskipun merupakan bagian dari dongeng makanan Jepang, konon di Tokyo sidat dibelah sepanjang punggungnya agar tidak meniru gerakan harakiri, yakni upacara bunuh diri prajurit samurai yang menggunakan pisau untuk merobek perut. Di Kyoto yang jumlah samurainya lebih sedikit, sidat dibelah sepanjang perutnya. Orang Kyoto mengatakan, perempuan di kota mereka memiliki kulit yang indah karena sering makan sidat. Memang, daging sidat kaya vitamin A dan E dan karena mengandung kadar asam lemak omega-3 yang tinggi, ternyata sidat dapat membantu mencegah diabetes tipe 2.

Sidat yang disajikan di sebuah restoran di Manhattan mungkin ditetaskan di Samudra Atlantik, terjaring di muara sungai di wilayah Basque, Prancis, diterbangkan ke Hong Kong, dibesarkan di peternakan di dekat Provinsi Fujian atau Guangdong, dibersihkan, dipanggang, dan dikemas di sejumlah pabrik di dekat penangkaran, dan akhirnya diterbangkan ke New York. Mempersiapkan sidat untuk dijual biasanya dengan menangkap sidat yang masih bayi—disebut sidat kaca karena transparan—ketika anak-anak sidat itu tiba di air tawar dari laut, lalu dikirim ke penangkaran skala besar di China untuk digemukkan. Perdagangannya masih tetap bergantung pada penangkapan sidat di alam liar karena belum ada orang yang mengetahui cara membudidayakan sidat secara menguntungkan di penangkaran.

Di AS kurun 1970-an—ketika akuakultur berkembang pesat di China—menangkap sidat untuk memenuhi pasar Asia dilakukan dengan gencar dari Januari hingga Juni di setiap negara bagian di Pantai Timur. Pat Bryant dari Nobleboro, Maine, adalah salah satu orang pertama di negara bagian itu yang menangkap sidat kaca untuk diekspor ke China. Pada siang hari, Pat menjalankan bisnis salon di kota pesisir Damariscotta dan pada malam hari, untuk mendapatkan uang ekstra, dia pergi ke muara Sungai Pemaquid untuk memeriksa jaringnya.!break!

Kegiatan komersial di Maine tumbuh pesat sejak pertengahan 1980-an hingga pertengahan 1990-an ketika lebih dari 1.500 nelayan berizin masing-masing bisa mendapatkan beberapa ribu dolar semalam di dermaga dari hasil tangkapan mereka. Orang mulai mencuri dan merusak jaring nelayan lain dan mengokang pistol Magnum kaliber 0,357 untuk menjaga atau melestarikan wilayah penangkapan sidat. Di sebatang sungai, para nelayan menebar jaring yang disebut raksasa hijau. "Jaring itu terentang di sepanjang sungai," kata Bryant dengan suaranya yang parau, sambil mematikan puntung rokoknya ke cangkang kerang. "Ini adalah bencana menyebalkan."  Dia dan beberapa orang lainnya mengajukan permohonan kepada negara, "hanya untuk menjaga bisnis kami." Sekarang, penangkapan sidat yang diizinkan di Maine—negara bagian yang industri perikanannya paling aktif—dibatasi hanya di beberapa lokasi dengan musim yang pendek, dari 22 Maret hingga 31 Mei.

Pada 1997, rekor terendah hasil tangkapan sidat kaca Jepang yang bernilai tinggi menyebabkan harganya melambung tinggi—satu kilo (2,2 pon) yang berisi sekitar 5.000 ekor dijual dengan harga sekitar Rp160 juta, menjadikan sidat lebih berharga daripada emas pada saat itu. Ketika pasokan sidat kaca Jepang merosot tajam, harga sidat kaca Amerika untuk waktu singkat meningkat 10 kali lipat—demam emas sidat, begitu Bryant menyebutnya. Para pecinta kuliner Jepang tidak menyukainya. "Sidat Amerika tidak enak," kata Shoichiro Kubota, pengelola sebuah restoran sidat yang sudah berusia 120 tahun di distrik Akihabara di Tokyo (ayahnya adalah pengurus sidat untuk Kaisar Hirohito). "Bahkan sidat Prancis pun tidak enak—seperti buah ceri Amerika. Tidak enak. Kami menyukai makanan yang berasal dari negeri kami sendiri."

Bryant membeli sidat kaca dari nelayan di sepanjang pantai Maine dan memeliharanya di dalam beberapa tangki dekat rumahnya sampai sidat-sidat itu siap dikapalkan dari Boston ke Hong Kong, dalam keadaan hidup, di dalam kantong plastik yang diisi dengan air beroksigen dan dikemas dalam wadah styrofoam. Hingga baru-baru ini, Jonathan Yang, pedagang dari Taiwan, adalah perantara antara Bryant dan para peternak sidat di China dan Taiwan, membeli sidat darinya dengan harga kiloan dan menjualnya per satuan sidat. Yang membayar tunai, biasanya mengirimkan satu juta dolar ke bank di Maine pada akhir musim.

Ketika penjualan sedang bagus, Yang berhasil mendapatkan keuntungan seratus persen, tetapi lebih sering dia harus menerima keuntungan kecil. "Ini adalah bisnis yang sangat besar, sangat berisiko," katanya. Jika harga sidat dewasa jatuh terjerembab selama 14-18 bulan masa membesarkan sidat kaca sampai bisa dijual, pembelinya di China bisa bangkrut. "Ketika penjualan dari peternakan melambung tinggi—mereka semua mengemudikan Mercedes-Benz," kata Yang. "Pada saat harga merosot tajam—mereka naik sepeda."!break!

Sebelum mulai menekuni bisnis sidat, Yang mengelola bisnis lain yang menguntungkan, yakni penjualan sirip hiu di Cina untuk dibuat sup. Dia berhenti menjalankan bisnis itu ketika menyaksikan lumba-lumba, yang tertangkap tanpa disengaja pada rawai, lalu diseret ke atas kapal, dipukuli sampai mati, lalu dibuang kembali ke laut. "Ketika lumba-lumba itu diseret ke atas kapal," kata Yang, "kita pasti tahu bahwa mereka menangis—kita bisa melihat air matanya." Dia meletakkan tangannya di dada. "Saat melihat sidat, aku merasa baik-baik saja. Ketika bergerak-gerak, sidat tampak sangat menarik.”

Seperti Jonathan Yang, aku mendapatkan perasaan menyenangkan saat melihat sidat. Waktu yang kuluangkan bersama mereka, terutama selama migrasi musim gugur, terasa berdenyut penuh energi. Ketika berdiri di bendungan Ray Turner pada suatu malam yang sejuk di bulan September pada malam bulan baru, menyaksikan iring-iringan sidat yang laksana seutas tambang mengisi wadah yang terbuat dari kayu dan batu, rasanya aku bisa mempercayai cerita suku Maori tentang pertemuan mereka dengan taniwha—dewa atau rakasa penjaga air. Bagi masyarakat pribumi di seluruh Kepulauan Polinesia, sidat adalah dewa yang menggantikan ular dalam mitos penciptaan, sumber makanan yang penting, dan lambang erotisme—kata yang sering digunakan oleh penduduk pulau untuk menyebut sidat adalah tuna, bersinonim dengan "penis." Dalam salah satu mitos Maori, sidat berasal dari langit, jatuh ketika langit menjadi terlalu panas dan tidak nyaman bagi mereka. Di Bumi, kata beberapa orang Maori, gerakan sidat membuat sungai mengalir. Sidat merupakan bagian yang penting dari segala hal.

Kita membiarkan diri percaya bahwa kita dapat memahami alam dengan mengatur dan menjelaskannya melalui sistem taksonomi dan kajian komputer tentang gen dan DNA, mengelompokkan semuanya ke dalam kategori yang tertib. Dengan berlalunya tahun demi tahun, para peneliti meneropong semakin jauh ke dalam kehidupan sidat yang penuh misteri; pada 2006 dan sekali lagi pada 2008, para ilmuwan melepas sidat dewasa yang dilengkapi dengan pening dari pantai barat Irlandia dan Prancis, dengan harapan dapat melacak mereka sampai ke Laut Sargasso. Namun, "pengetahuan," seiring kita menggalinya (yang selalu tersedia, di ujung jari kita), dapat menghambat imajinasi dan keindahan yang dapat berasal dari hasil pengamatan kita sendiri. Sidat—dengan bentuknya yang bersahaja, kesukaannya untuk hidup dalam kegelapan, keanggunannya—telah membantuku merangkul misteri dan meraih hakikat pengalaman yang tidak dapat disusun dalam katalog atau diukur. Mereka membantuku sadar kembali. Tekanan besar yang dialami sidat saat ini akan menguji kemampuan ikan itu dalam beradaptasi dan bertahan hidup. Pemandu Maori Daniel Joe berbicara tentang daya tahan sidat di saat kami duduk di dekat api unggun di Sungai Waipunga. "Sidat adalah ikan purba, dan benar-benar tak kenal lelah," kata Joe. "Sidat adalah morehu," makhluk tahan banting. "Kurasa mereka akan berada di Bumi sampai dunia berakhir."

Mudah-mudahan saja perkiraannya benar.