Permata di Dua Mahkota

By , Jumat, 1 April 2011 | 14:03 WIB

Perkemahan itu dibayangi oleh salib kayu setinggi lima meter yang diangkut bangsa Kosak ke atas Dataran Ay-Petri. Pejabat pemerintah pernah menuntut (dan gagal) agar salib itu disingkirkan karena menyinggung perasaan penduduk Tatar setempat. "Anda mungkin memperhatikan, ada banyak penduduk liar Tatar di sekitar sini. Kami mengawasi mereka," kata Yurchenko. "Pemerintah Ukraina menutup mata. Terpaksa kami yang harus menjaga ketertiban."  Menjaga ketertiban termasuk beberapa perkelahian pada 2006 antara bangsa Tatar dan Kosak di pasar Bakhchysaray. "Kami tidak mau menunggu perintah pengadilan untuk bertindak," kata Yurchenko tentang kekerasan yang mengirim puluhan orang ke rumah sakit itu.

"Dia provokator," kata Refat Chubarov, wakil Mejlis, parlemen bangsa Tatar, saat nama Yurchenko disebut. "Kami mencemaskan gerakan paramiliter apa pun, tetapi kenyataan bahwa anak-anak diajari bermain senjata masih kalah penting dengan pemikiran yang diajarkan kepada mereka."

Pada salah satu hari musim panas sejuk yang tentunya didambakan bangsa Slavia saat musim dingin, saya duduk di restoran di Balaklava bersama Konstantin Zatulin, wakil Duma Rusia. Zatulin, yang menjadi orang yang disingkirkan di Ukraina pada masa kepresidenan Viktor Yushchenko, kini menikmati sambutan hangat di bawah rezim baru yang pro-Rusia. Meja kami menghadap ke pelabuhan tempat kapal selam Rusia dulu meluncur masuk untuk berlabuh. Di seberang teluk, setelah kapal-kapal pesiar putih mulus yang tertambat, terlihat jalan masuk yang mirip mulut hitam gua, ke kompleks kapal selam seluas 1,6 hektar yang dipahat pada lereng gunung.

Peninggalan Perang Dingin itu, instalasi militer rahasia di bawah kekuasaan Soviet, kini menjadi museum. Wisatawan dapat berbaris melewati pintu titanium 150 ton yang tahan ledakan nuklir, menyusuri terowongan, dan mengintip ke dalam ruangan penyimpanan hulu ledak nuklir. Permainan maut antara kedua negara adidaya terasa seperti langit dan bumi dengan sampanye Krimea yang sedang dituangkan pelayan.!break!

"Wakil Zatulin," tanyaku, "tahukah Anda isi surat Katarina Agung kepada Potemkin setelah merebut Krimea? 'Kita tidak pernah segan merebut hal apa pun; yang tidak kita sukai adalah kehilangan hal itu.'"

"Katarina menulis hal lain," jawabnya sambil menatap saya. "Potemkin menderita beberapa kekalahan; dia ingin mundur. Katarina tidak mengizinkan. 'Memiliki Krimea lalu melepaskannya ibarat menunggang kuda, lalu turun dan berjalan di belakang ekornya,' katanya kepada Potemkin.”

"Nah, kami telah melepaskan Krimea." Dia merengut. "Sekarang pertanyaannya, dalam kondisi apa Krimea akan berlanjut."

Pertanyaan yang sama diajukan pihak oposisi di Kiev. "Rusia tidak perlu armada di Sevastopol," kata seorang mantan menteri pertahanan dengan amarah nyaris tak tertahankan. "Armada itu ada di situ hanya untuk mengganggu stabilitas."Zatulin mencibir saat saya mengutip si mantan menteri.

"Pemerintah yang menghentikan kontrak harus bisa menjawab pertanyaan, di mana membeli gas lebih murah," katanya.

Akankah armada Rusia pergi? Saya mendesak. Dan kapan?

Zatulin, lelaki berwajah lebar kemerahan dan bertubuh gempal, mengambil ikan belanak merah dari piring ikan panggang dan memutuskan kepala ikan itu.

"Menurutku pribadi? Tak akan pernah."!break!