Alkitab Raja James

By , Minggu, 29 Januari 2012 | 06:39 WIB

“Pengalaman pada masa perbudakan ikut berperan,” kata Mutabaruka, “karena manusia butuh diselamatkan dan mendapatkan pene­busan. Warga Rasta tidak percaya kepada Tuhan yang menciptakan langit. Penebusan mereka berada dalam karakter manusia. Ketika bangsa Eropa datang dan berkata, ‘Yesus di langit,’ orang Rasta menolaknya dengan tegas.” (Yesus di langit bagi orang Rasta sama dengan kisah tentang Kebangkitan Yesus.) “Dia berkata, ‘Ketika engkau melihat saya, engkau melihat Tuhan.’ Tidak ada Tuhan di langit. Manusia adalah Tuhan, Afrika adalah Tanah Perjanjian.”

Michael “Miguel” Lorne adalah seorang pe­nasihat hukum Rastafari yang selama 30 tahun bekerja untuk “kaum miskin dan papa” di   daerah yang paling keras di Kingston. Meski dinding kantornya dipenuhi gambar tentang Afrika dan kaisar Etiopia itu, jendelanya ber­teralis dan pintu depannya berkunci tiga dan di­­perkuat pintu baja.

“Alkitab sering digunakan untuk menaklukkan para budak,” ujar Lorne. Tam­pak­nya seperti membenarkan kaum ku­lit putih memperbudak kaum kulit hitam. “Imbalanmu adalah surga, kamu harus menerima ini sebagai takdirmu,” katanya.

Lorne terlihat baik, tegar, dan penuh inspirasi. “Kami mendambakan dunia yang tidak mem­bedakan orang berdasarkan warna kulitnya seperti saat ini. Itulah salah satu keindahan Rastafari. Kami yang pernah menderita, di­kasari, dan dipukuli, telah memperjuangkan ganti rugi dan perbaikan selama bertahun-tahun. Namun, kami tidak akan menggunakan kekerasan untuk memperolehnya.”

Warga Rastafari yang saleh membaca Alkitab Raja James setiap hari. Lorne pun sudah me­nuntas­kannya. Evon Youngsam, anggota Dua Belas Suku Israel, salah satu “cabang” (mansion) gerakan Rastafari di Kingston, yang kantor pusatnya berseberangan dengan rumah tua Bob Marley di kota, belajar membaca Alkitab Raja James di pangkuan neneknya. Dia lalu mengajari anak-anaknya membaca dengan menggunakan alkitab itu. Para penganut paham Bobo Shanti, mansion Rastafari lainnya, hidup di kompleks permukiman mereka yang terpencil di kaki bukit Blue Mountains di luar Kingston. Mereka menyanyikan kidung Mazmur setiap hari. Suasana permukiman kelompok ini tenang dan hangat, nyaris seperti biara. Tetapi penganut paham Rastafari lainnya justru mempunyai gaya hidup yang sangat berbeda. Mereka mengikuti sikap tidak toleran yang terdapat dalam be­berapa bagian Alkitab itu.

Alkitab Raja James selalu memiliki dua sisi. Kitab ini berasal dari kekuasaan kaum bangsa­wan, dan digunakan untuk menakut-nakuti rakyat yang lemah. Namun, tak dapat di­sangkal buku itu juga menyajikan keindahan, kemurahan hati, dan kebaikan dalam kehidupan kaum kaya maupun papa. Asal-usulnya ambi­valen—untuk kaum Puritan dan pendeta, si mampu dan tak mampu, untuk kelugasan dan kemuliaan, untuk menyampaikan kata-kata Tuhan kepada manusia, sekaligus meningkatkan posisi para penguasa—dan ambivalensi ajaran ini merupakan warisannya yang sejati.