“Pengalaman pada masa perbudakan ikut berperan,” kata Mutabaruka, “karena manusia butuh diselamatkan dan mendapatkan penebusan. Warga Rasta tidak percaya kepada Tuhan yang menciptakan langit. Penebusan mereka berada dalam karakter manusia. Ketika bangsa Eropa datang dan berkata, ‘Yesus di langit,’ orang Rasta menolaknya dengan tegas.” (Yesus di langit bagi orang Rasta sama dengan kisah tentang Kebangkitan Yesus.) “Dia berkata, ‘Ketika engkau melihat saya, engkau melihat Tuhan.’ Tidak ada Tuhan di langit. Manusia adalah Tuhan, Afrika adalah Tanah Perjanjian.”
Michael “Miguel” Lorne adalah seorang penasihat hukum Rastafari yang selama 30 tahun bekerja untuk “kaum miskin dan papa” di daerah yang paling keras di Kingston. Meski dinding kantornya dipenuhi gambar tentang Afrika dan kaisar Etiopia itu, jendelanya berteralis dan pintu depannya berkunci tiga dan diperkuat pintu baja.
“Alkitab sering digunakan untuk menaklukkan para budak,” ujar Lorne. Tampaknya seperti membenarkan kaum kulit putih memperbudak kaum kulit hitam. “Imbalanmu adalah surga, kamu harus menerima ini sebagai takdirmu,” katanya.
Lorne terlihat baik, tegar, dan penuh inspirasi. “Kami mendambakan dunia yang tidak membedakan orang berdasarkan warna kulitnya seperti saat ini. Itulah salah satu keindahan Rastafari. Kami yang pernah menderita, dikasari, dan dipukuli, telah memperjuangkan ganti rugi dan perbaikan selama bertahun-tahun. Namun, kami tidak akan menggunakan kekerasan untuk memperolehnya.”
Warga Rastafari yang saleh membaca Alkitab Raja James setiap hari. Lorne pun sudah menuntaskannya. Evon Youngsam, anggota Dua Belas Suku Israel, salah satu “cabang” (mansion) gerakan Rastafari di Kingston, yang kantor pusatnya berseberangan dengan rumah tua Bob Marley di kota, belajar membaca Alkitab Raja James di pangkuan neneknya. Dia lalu mengajari anak-anaknya membaca dengan menggunakan alkitab itu. Para penganut paham Bobo Shanti, mansion Rastafari lainnya, hidup di kompleks permukiman mereka yang terpencil di kaki bukit Blue Mountains di luar Kingston. Mereka menyanyikan kidung Mazmur setiap hari. Suasana permukiman kelompok ini tenang dan hangat, nyaris seperti biara. Tetapi penganut paham Rastafari lainnya justru mempunyai gaya hidup yang sangat berbeda. Mereka mengikuti sikap tidak toleran yang terdapat dalam beberapa bagian Alkitab itu.
Alkitab Raja James selalu memiliki dua sisi. Kitab ini berasal dari kekuasaan kaum bangsawan, dan digunakan untuk menakut-nakuti rakyat yang lemah. Namun, tak dapat disangkal buku itu juga menyajikan keindahan, kemurahan hati, dan kebaikan dalam kehidupan kaum kaya maupun papa. Asal-usulnya ambivalen—untuk kaum Puritan dan pendeta, si mampu dan tak mampu, untuk kelugasan dan kemuliaan, untuk menyampaikan kata-kata Tuhan kepada manusia, sekaligus meningkatkan posisi para penguasa—dan ambivalensi ajaran ini merupakan warisannya yang sejati.