Terkepung

By , Selasa, 1 Mei 2012 | 15:23 WIB

Saat itu pukul dua dini hari dan seekor koala tersangkut di pagar kawat berduri, seperti tahanan yang mencoba melarikan diri.

Telepon pun berdering di rumah Megan Aitken, daerah permukiman di utara kota Brisbane. Aitken, 42 tahun, menjalankan organisasi sukarela yang bertujuan menyelamatkan koala liar dari berbagai macam bahaya. Bahkan sebelum operator memberitahukan lokasinya, dia sudah bergegas mengenakan pakaian di atas piamanya.

Saat Aitken tiba di tempat kejadian, sudah ada Jane Davies dan Sandra Peachey, dua relawan lainnya. Koala tersebut masih berpegangan di pagar kawat, bulunya tersangkut jalinan kawat berduri yang terentang mendatar. Pohon eukaliptus yang tinggi menjulang di balik pagar.

"Dia jelas berusaha menuju ke pohon yang ada di seberang itu," ujar Aitken.

Diterangi siraman cahaya lampu mobil, Aitken mengenakan sarung tangan las dari kulit, yang berat. Meskipun koala tampak seperti boneka-satwa yang menggemaskan, satwa ini dapat menjadi ganas ketika melawan saat ditangkap. Koala dapat menggeram, memukul, meronta, dan menggigit. Selanjutnya dia meletakkan kandang kawat di tanah dekat satwa tersebut dan mengambil selimut tebal.

Davies melemparkan selimut sehingga menyelubungi sang koala, untuk menenangkan sekaligus melindungi penyelamat dari gigi dan cakarnya. Peachey membuka tutup kandang, sementara Aitken memegang satwa kecil berhidung hitam di balik selimut itu kuat-kuat, melepaskannya dari pagar, lalu menjatuhkan satwa yang menggeram dan menggigit-gigit itu ke dalam kandang.

"Mantap!" teriak Aitken.!break!

Jika koala ini sakit atau terluka, akan mereka bawa ke Australia Zoo Wildlife Hospital, 40 menit berkendara ke utara di Beerwah. Akan tetapi, satwa ini sehat. Sesuai ketentuan, mereka harus melepaskannya di dekat sini karena koala memiliki area jelajah dan makan di pohon yang sama berulang-ulang. Padahal ini Teluk Deception, kawasan permukiman yang padat penduduk. Para perempuan itu pun mempelajari peta kota dengan senter.

"Inilah inti masalahnya," keluh Aitken. "Begitu sedikit tempat yang tersisa untuk koala." Akhirnya, mereka membawa satwa itu beberapa blok ke Taman Boama yang kecil, yang di sampingnya terhampar lahan terbuka hingga ke pantai. Dini hari itu, ketiga wanita tersebut membawa kandang koala melintasi pepohonan, lalu meletakkannya di bawah pohon eukaliptus berkulit kelabu. Setelah mundur, mereka membuka tutup kandang, dan sang koala pun bergegas meninggalkan kandang tersebut kemudian menghilang.

"Semoga beruntung, mungil," kata Aitken.

Namun, keberuntungan saja tidaklah cukup.Koala, satwa menggemaskan yang menjadi simbol Australia dan salah satu satwa paling dicintai di planet ini, sedang mengalami krisis. Sebelum orang Eropa menetap di Australia lebih dari dua abad lalu, sekitar sepuluh juta koala hidup di hutan eukaliptus pantai timur yang membentang sepanjang 2.500 kilometer. Koala yang diburu demi bulu mewahnya punah di bagian selatan kawasan. Di bagian utara, Queensland, pada1919 saja ada sejuta koala yang dibunuh. Setelah musim berburu terakhir pada 1927, hanya tersisa puluhan ribu koala.

Setengah abad berikutnya, jumlah satwa ini perlahan pulih, sebagian karena upaya memindahkan dan memukimkan kembali satwa ini. Kemudian urbanisasi mulai memberikan dampak buruk. Habitat hilang, dan penyakit menyebar. Seiring urbanisasi, datang pula ancaman anjing dan jalan raya. Sejak 1990—saat itu ada sekitar 430.000 koala di Australia—jumlah satwa ini menurun tajam. Karena survei sulit dilakukan, perkiraan populasi saat ini sangat bervariasi—dari perkiraan rendah kelompok advokasi sebanyak 44.000, sampai perkiraan tertinggi 300.000 koala oleh instansi pemerintah. Survei lebih dari satu dasawarsa lalu di Pesisir Koala, wilayah seluas 37.500 hektare di Queensland tenggara, memperkirakan populasi koala sebanyak 6.200 ekor; sekarang jumlahnya diyakini menjadi sekitar 2.000.

"Koala tersangkut di pagar dan tewas, dibunuh anjing, tertabrak kendaraan, bahkan mati hanya karena pemilik rumah menebang pohon eukaliptus di halaman belakangnya," kata Deidré de Villiers, peneliti utama koala di Department of Environment and Resource Management, Queensland. Selama 15 tahun, de Villiers—38 tahun, melacak koala, memantau populasinya, dan mempelajari penyebab penurunan jumlahnya.!break!