Nationalgeographic.co.id - Suatu hari pada 1968, Willy Wirantaprawira ke tanah air pulang dari Uni Soviet, tempat dia studi hukum internasional di Kiev. Dia, sama seperti mahasiswa Indonesia di Uni Soviet lainnya, sempat menandatangani pernyataan pengecaman penculikan para Jenderal pada 1965.
Semestinya, surat pernyataan itu bisa membuatnya lancar untuk kembali ke Indonesia saat diskrining KBRI. Tetapi, saat tiba di Jakarta, ia untuk memperpanjang paspornya agar bisa melanjutkan studi doktoralnya, ternyata tidak bisa.
Willy justru didatangi seorang sersan di tanah kelahirannya, Tasikmalaya. Sersan itu bertanya padanya, "Bapak warga Rusia?"
"Bukan, saya orang Indonesia,"
"Mana KTP-nya?"
"Saya tidak punya KTP, Pak." imbuh Willy. "Tapi saya punya paspor."
"Apa itu paspor?"
Rupanya sersan itu tidak tahu apa itu paspor. Yang petugas berseragam tahu hanyalah jika seseorang tidak memiliki KTP adalah kriminal.