Gaun Tertua Sejagat, Tren Busana 5.000 Tahun Silam asal Mesir Kuno

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 24 Juli 2021 | 16:00 WIB
Gaun Tarkhan. busana Mesir berusia 5.000 tahun ini memberikan sekilas gambaran tren dalam mode beribu-ribu tahun lampau. Bagaimana bisa sampai ke London? (Petrie Museum of Egyptian Archaeology/University College London)

 

Alice Stevenson dan Michael W. Dee mengungkap usia gaun Tarkhan ini dalam tajuk “Confirmation of the world’s oldest woven garment: the Tarkhan Dress” yang terbit di jurnal Antiquity.

Mereka menyimpulkan bahwa gaun linen yang ditemukan Petrie di makam Mastaba itu berusia 5.000 tahun. Artinya, inilah pakaian tenun tertua di dunia. “Jelas bahwa bahan untuk Gaun Tarkhan diperoleh di puncak Dinasti Pertama, atau sekitar awal periode Naqada III,” ungkap mereka.

Tekstil selamat dari situs arkeologi umumnya tidak lebih dari 2.000 tahun, demikian ungkap Alice Stevenson, kurator Petrie Museum London bagian Arkeologi Mesir.

Detail halus seperti itu, hanya bisa dikerjakan oleh pengerajin khusus. Orang-orang seperti itu muncul hanya dalam masyarakat yang sejahtera dan hirarkis, seperti Mesir kuno 5.000 tahun yang lalu. Saat itu kerajaan pertama kali bersatu di bawah satu penguasa tunggal.

Baca Juga: Praktik Peternakan Domba Arab Kuno Terungkap Berkat Mumi Domba

Gaun ini ditemukan arkeolog Petrie di permakaman 'Mastaba 2050' pada 1913. Kurator The Petrie Museum telah meneliti bahwa usianya 5.000 tahun, yang menjadikannya gaun tertua di dunia. (The Petrie Museum)

Lipatan di siku dan ketiak juga mengisyaratkan bahwa seseorang pernah mengenakan gaun itu bukan hanya untuk upacara. Hanya lapisan atas sudah bisa dikatakan seperti gaun. Batu nisan tempat ditemukannya gaun, memiliki usia yang sama seperti gaun yang digambarkan serupa jubah.

Pernyataan itu disampaikan Jana Jones dari Universitas Macquarie Australia kepada Traci Watson untuk National Geographic. Dia juga menambahkan bahwa tulisan rahasia (hieroglyph) mengungkapkan bahwa selain untuk mode dan kosmetik, kain Tarkhan juga dibawa hingga seseorang dikubur.

Atas dedikasinya dalam ilmu arkeologi, Petrie dianugerahi gelar kebangsawanan pada tahun 1923. Dia wafat di Jerusalem dalam usia 89 tahun. “Dalam beberapa jenis pekerjaan, hasilnya sangat tergantung pada kepribadian pekerja saat mereka menggali,” demikian kata-kata Petrie yang kerap dikenang.

Baca Juga: Hatshepsut, Sang Ratu Mesir Kuno Pertama Yang Memiliki Jenggot