Masa Depan Budi Daya Ikan

By , Senin, 19 Mei 2014 | 10:30 WIB

“Saya sangat dipengaruhi oleh revolusi hijau padi dan serealia lainnya,” kata Li Sifa, ahli genetika ikan di Universitas Kelautan Shanghai. Li dijuluki “bapak ikan nila” karena mengembangkan jenis nila genjah yang menjadi andalan industri nila Tiongkok, dengan produksi 1,5 juta ton per tahun, sebagian besar untuk ekspor. “Bibit unggul merupakan hal yang sangat penting,” kata Li. “Varietas yang bagus dapat menumbuhkan industri yang kuat yang dapat memberi makan lebih banyak orang. Itulah tugas saya. Menciptakan bibit ikan yang lebih unggul, menghasilkan lebih banyak ikan, sehingga petani bisa kaya dan menyediakan lebih banyak pangan bagi umat manusia.”

Bagaimana melakukan hal itu tanpa menyebarkan penyakit dan polusi? Menurut peternak nila Bill Martin, solusinya sederhana: memelihara ikan dalam bak di darat, bukan di ke­ramba di danau atau laut. “Keramba jaring apung itu sangat berisiko,” kata Martin. “Ada kutu laut, penyakit, ikan lepas, atau mati. Sementara pada lingkungan yang terkendali 100 persen, dampak bagi kesehatan laut sangat kecil.”

Namun, tetap saja usaha perikanan Martin itu mencemari tanah dan udara, dan sistem tersebut berbiaya tinggi. Agar ikannya tidak mati, dia membutuhkan sistem pengolahan air yang dapat memenuhi kebutuhan sebuah kota kecil; daya listriknya berasal dari batu bara. Martin melakukan resirkulasi sekitar 85 persen air dalam baknya, dan sisanya—mengandung amonia dan limbah ikan—dialirkan ke instalasi limbah, dan sampah padatnya dibuang ke TPA.!break!

Tiga belas kilometer di lepas pantai Panama, Brian O’Hanlon justru melakukan hal yang sebaliknya. Suatu hari pada bulan Mei, saya bersama sang presiden Open Blue yang ber­usia 34 tahun itu berbaring di dasar keramba ikan raksasa yang berbentuk limas, 20 meter di bawah permukaan Laut Karibia. Kami meng­amati 40.000 ekor cobia berputar perlahan di atas kami. Tidak seperti ikan nila yang dipelihara Martin atau bahkan ikan salem dalam keramba komersial, kawanan cobia muda seberat empat kilogram ini memiliki ruang hidup yang lapang.

O’Hanlon merupakan generasi ketiga keluarga penjual ikan dari New York City. Pada awal 1990-an, kehancuran perikanan cod Atlantik Utara dan tarif impor untuk ikan salem Norwegia membangkrutkan bisnis keluarganya. Sekarang, di lepas pantai Panama, dia mengoperasikan budi daya ikan lepas pantai terbesar di dunia. Cobia yang terkenal di kalangan pemancing itu tidak banyak ditangkap untuk tujuan komersial. Namun, laju pertumbuhannya yang sangat cepat membuat­nya populer dalam budi daya ikan. Se­perti halnya salem, ikan ini mengandung banyak asam lemak omega-3 yang menyehatkan, dengan da­ging putih nan gurih. Tahun lalu dia memasok 800 ton cobia ke seantero Amerika Serikat.

Biaya pengoperasian dan perawatan di perairan lepas pantai sangat tinggi. Jika se­bagian besar usaha ikan salem berada di teluk terlindung yang dekat pantai, tinggi gelombang di atas keramba O’Hanlon dapat mencapai enam meter atau lebih. Namun, justru arus semacam itulah yang dicarinya: Sirkulasi air yang lancar menjauhkan polusi dan penyakit. Sejauh ini O’Hanlon tidak perlu memberi antibiotik pada ikan peliharaannya. Para peneliti dari University of Miami tidak mendeteksi adanya limbah ikan di luar kerambanya. Mereka menduga limbah yang larut tersebut diserap oleh plankton yang kekurangan makanan, karena perairan lepas pantai itu miskin zat hara.

“Inilah masa depan kita,” katanya. “Inilah yang harus dilakukan industri ini agar dapat terus berkembang, terutama di daerah tropis.” Sistem resirkulasi seperti yang dilakukan Martin, katanya, tidak akan menghasilkan cukup biomassa. “Tidak mungkin bisa di­perbesar untuk memenuhi kebutuhan pasar.”

Satu kelebihan utama ikan dibanding hewan darat: Makanan yang diperlukannya jauh lebih sedikit. Kita perlu sekitar satu kilogram pakan untuk menghasilkan satu kilogram ikan budi daya; sementara perlu hampir dua kilogram pakan untuk menghasilkan satu kilogram ayam, sekitar empat kilogram untuk satu kilogram daging domba, dan sekitar tujuh kilogram untuk satu kilogram daging sapi. Sebagai sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan sembilan miliar manusia dan menyedot sumber daya bumi secara minimum, budi daya perairan tampaknya menjanjikan.

Peternak cobia seperti O’Hanlon meng­umpani ikannya dengan pelet yang mengandung hingga 25 persen tepung ikan dan 5 persen minyak ikan, sementara sisanya sebagian besar nutrisi dari serealia.

Tangkapan ikan-umpan yang diserap oleh sektor budi daya perairan hampir berlipat dua sejak 2000. Sektor ini sekarang menyedot hampir 70 persen pasokan tepung ikan global dan hampir 90 persen minyak ikan dunia. Pun, banyak negara yang mengirimkan kapal ke Antartika untuk menangkap lebih dari 200.000 ton udang kril setiap tahun. Meskipun demikian, tetap saja pengkritik perikanan budi daya menganggap rencana menguras dasar piramida makanan untuk memproduksi protein murah sebagai ide gila dari sisi pandang ekologi.!break!

Namun, peternak ikan kini semakin efisien. Mereka membudidayakan ikan omnivora seperti nila, dan menggunakan pakan yang me­ngandung kedelai dan biji-bijian lainnya. Jumlah ikan-umpan yang dibutuhkan per kilogram hasil panen menurun sekitar 80 persen dari yang digunakan 15 tahun silam. Dan, jumlah itu masih bisa berkurang banyak, kata Rick Barrows, yang mengembangkan pakan ikan di laboratorium U.S. Department of Agriculture di Bozeman, Montana, selama tiga dasawarsa terakhir. “Ikan tidak memerlukan tepung ikan,” kata Barrows. “Yang diperlukannya nutrisi. Sudah 12 tahun kami memberi makan ikan forel pelangi dengan pakan yang sebagian besar nabati. Jika mau, saat ini budi daya perairan bisa saja berhenti menggunakan tepung ikan.”

Sayangnya sulit mengganti minyak ikan, karena itulah sumber asam lemak omega-3 yang diinginkan semua orang. Di laut zat ini diproduksi oleh ganggang, berpindah ke rantai makanan selanjutnya, terakumulasi dalam konsentrasi yang kian meninggi. Beberapa perusahaan pakan sudah mengekstraksi omega-3 secara langsung dari ganggang. Cara ini memiliki kelebihan yaitu berkurangnya zat DDT, PCB, dan dioksin yang dapat terakumulasi pada ikan budi daya.