Dilema Kaum Karnivora

By , Senin, 20 Oktober 2014 | 10:02 WIB

Saya bertanya kepada Defoor tentang zilpaterol, bahan pakan tambahan yang mem­bantu menaikkan berat badan ternak. Dia meng­awali jawabannya dengan meminta saya untuk "memandang Mike Engler dan Paul Defoor tidak sebagai orang jahat." Kedengarannya aneh—tetapi, inilah cerminan dari besarnya jurang di Amerika yang memisahkan antara konsumen dan produsen daging di negeri ini.

Defoor dibesarkan di lahan pertanian kecil di sebelah utara Houston. Di sana, keluarganya menanam semua bahan makanan sendiri dan ada juga yang dijual. "Kami punya sapi perah, ayam, dan kambing," katanya.

Yang penting bukan bagaimana kita me­nyedia­kan pangan bagi dunia, katanya. Bukan bagaimana kita memperbaiki tingkat ke­sejahtera­an orang, yang dimulai dengan 500 orang karyawan yang bekerja di Cactus. Kita me­ngerjakan semua ini untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi limbah.

Misi Cactus: Konversi Energi Pakan Menjadi Produksi Maksimum Daging Sapi secara Efisien dengan Biaya Serendah Mungkin. Untuk me­wujudkan misi itu, dibutuhkan perlakuan saksama dengan bantuan teknologi untuk me­nangani 43.000 perut besar sapi.

Perut besar adalah bagian terbesar dari empat bagian dalam perut sapi—suatu "keajaiban alam," ujar Defoor. Bentuknya menyerupai balon raksasa berwarna krem yang menggelembung berisi cairan hingga sekitar 150 liter. Saat per­tama kali saya melihat perut besar sapi di sebuah rumah jagal di Wisconsin, ukurannya sebesar muatan gerobak; dalam kenyataan sebenarnya, ukurannya memenuhi seluruh sisi kiri di dalam badan sapi. Bagian perut sapi ini mirip wadah raksasa tempat makanan dicerna oleh sapi dan diragikan oleh ekosistem mikroba yang rumit, mengeluarkan asam lemak mudah menguap yang memberikan energi kepada sapi. Di Wrangler, saya mulai mengerti bahwa perut besar sapi juga menyerupai mesin mobil balap berkinerja tinggi, yang secara berkala dipelihara oleh kru yang sangat terlatih.

Sasarannya adalah memompa sebanyak mungkin energi melalui perut besar supaya berat badan sapi naik secepat mungkin tanpa mem­buatnya sakit. Hewan pemamah biak dapat mencerna rumput yang sebagian besar berupa serat kasar. Namun, bulir jagung yang sebagian besar merupakan pati, mengandung jauh lebih banyak energi. Di Wrangler, hanya sekitar 8 persen dari jatah pakan penggemukan merupakan serat kasar—sorgum giling dan tanaman jagung. Sisanya bulir jagung yang dipipihkan untuk memudahkan pencernaan dan menghasilkan produk samping, gas etanol.

!break!

Pakan sapi juga diberi tambahan dua macam antibiotika. Monensin yang berfungsi mem­bunuh bakteri dalam proses peragian serat di dalam perut besar, yang tidak begitu efisien mencerna jagung, sehingga menyuburkan perkembangan bakteri lain. Tilosin berfungsi membantu mencegah luka pada hati, gejala yang lebih sering diderita oleh ternak yang diberi pakan kaya-energi.

Pakan kaya-biji-bijian juga meningkatkan risiko kelebihan produksi asam: Asam ber­timbun di dalam perut besar sapi dan menyebar ke dalam aliran darah sehingga mengakibatkan sapi sakit. Dalam kasus yang parah bahkan dapat melumpuhkannya.

Sekitar 6,5 persen dari ternak di tempat penggemukan sapi potong pernah menderita sakit, kata dokter hewan di Cactus, Carter King, kebanyakan terjangkit infeksi sistem pernapasan. Sekitar satu persen mati sebelum mereka mencapai berat badan layak jagal, umum­nya berkisar antara 550 dan 650 kilogram.

Obat berperan sangat penting dalam industri penggemukan sapi potong. Setiap hewan yang tiba di Wrangler diberi dua susuk hormon steroid untuk menambah otot. Menurut Defoor, pemberian obat ini menghemat pakan ternak senilai Rp1,2 juta per hewan—jumlah yang cukup besar mengingat tingkat keuntungan yang biasanya rendah pada industri ini. Akhirnya, selama tiga minggu terakhir dari hidup mereka, ternak di Wrangler diberikan obat agonis-beta, menaikkan berat badan hewan ternak sehingga menghasilkan daging nirlemak tambahan.

Pada 2013, AS memproduksi jumlah daging sapi yang hampir sama seperti jumlah produksi pada 1976, yaitu sekitar 12 juta metrik ton. Hasil ini tercapai dengan mengurangi jumlah ternak yang dijagal sebanyak 10 juta ekor dari kawanan sapi yang jumlahnya berkurang sekitar 40 juta ekor. Rata-rata hewan yang dijagal mengandung 23 persen daging lebih banyak di masa kini dibandingkan dengan pada 1976. Bagi orang-orang di Cactus Feeders, ini kisah sukses dari sisi teknologi—cara yang perlu diperluas oleh produsen daging karena permintaan dunia akan daging terus meningkat.

Ketika saya ceritakan kepada teman-teman bahwa saya tinggal seminggu di tempat peng­gemukan sapi potong, ini tanggapan mereka, "Pasti menjijikkan." Padahal tidak demikian. Orang-orang di Wrangler terlihat cakap dan bersungguh-sungguh melakukan pe­kerjaan mereka. Mereka berupaya keras untuk memperlakukan ternak dengan baik. Kandang di sana padat, tetapi tidak sesak. Selama berjam-jam saya berkendara mengelilingi tempat itu dengan jendela mobil terbuka, ternyata baunya tidak terlalu mengganggu.