!break!
Sekalipun teka-teki materi gelap ini aneh, ini masih belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan fenomena misterius energi gelap, yang diusulkan astrofisikawan Michael Turner sebagai “misteri terbesar ilmu pengetahuan.”
Turner menciptakan istilah “energi gelap” setelah astronom mengumumkan pada 1998 bahwa laju pengembangan alam semesta tampaknya meningkat. Para astronom mencapai kesimpulan ini dengan mempelajari ledakan bintang kelas tertentu yang cukup terang untuk dilihat dari jauh, dan cukup konsisten kecerlangannya sehingga dapat digunakan untuk memetakan jarak galaksi yang jauh. Tarik-menarik gravitasi antara semua galaksi berfungsi sebagai rem dalam pengembangan alam semesta. Jadi, para astronom semula memperkirakan akan terjadi perlambatan. Namun, yang mereka temukan justru sebaliknya: Alam semesta berkembang semakin cepat, dan hal itu telah terjadi selama lima sampai enam juta tahun terakhir.
Para pengamat saat ini sibuk memetakan alam semesta dengan tingkat presisi yang belum pernah dicapai sebelumnya, mencari bukti kapan energi gelap muncul, dan apakah kekuatannya tetap konstan atau membesar. Mereka tertolong karena dapat mengintip ke masa lalu: Ketika peneliti mempelajari galaksi yang berjarak miliaran tahun cahaya dari Bumi, sebenarnya yang mereka lihat adalah keadaan galaksi itu pada miliaran tahun yang lalu. Namun demikian, mereka dibatasi oleh kemampuan teleskop dan detektor digital. Sekarang, seperti juga di masa lalu, untuk menulis sejarah kosmologi yang lebih akurat, diperlukan peralatan yang lebih baik.
Kebutuhan ini sedang dijawab oleh proyek-proyek seperti Baryon Oscillation Spectroscopic Survey, yang menggunakan teleskop 2,5 meter di Apache Point di New Mexico untuk memetakan jarak kosmis dengan akurasi satu persen, yang belum pernah dicapai sebelumnya. Sementara itu, Dark Energy Survey, yang menggunakan teleskop empat meter Blanco di Andes Cili, mengumpulkan data tentang 300 juta galaksi. Teleskop luar angkasa Euclid milik Badan Antariksa Eropa, yang dijadwalkan untuk diluncurkan pada 2020, dirancang untuk secara presisi mengukur dinamika kosmis selama sepuluh miliar tahun terakhir. Harapan besar juga ditujukan kepada Large Synoptic Survey Telescope (LSST) yang saat ini tengah dibangun di Cili tengah-utara. Instrumen foto-cepat sebesar 8,4 meter yang dilengkapi dengan kamera digital terbesar yang pernah ada ini dirancang untuk berulang kali memotret kedalaman alam semesta yang teramatkan.
Dengan alat tersebut, para kosmolog berharap dapat merekonstruksi sejarah kemunculan dan pengaruh energi gelap dengan mengukur laju pengembangan kosmis di masa lalu. Yang diperdebatkan tidak kurang dari masa depan alam semesta. Jika kita hidup di “alam semesta pelarian” yang semakin didominasi oleh energi gelap, sebagian besar galaksi akhirnya akan semakin jauh sampai hilang dari pandangan.
Pada waktu yang lebih dekat, untuk memahami energi gelap mungkin diperlukan perubahan radikal dalam cara kita memahami ruang itu sendiri. Jarak antara planet dan bintang selama ini dianggap ruang hampa, meskipun Isaac Newton mengakui bahwa dia tidak dapat membayangkan bagaimana gravitasi bisa membuat Bumi terus berputar mengelilingi matahari jika ruang di antara keduanya benar-benar hampa. Pada abad ke-20, teori medan kuantum menjawabnya dengan menunjukkan bahwa ruang tidak pernah benar-benar hampa, tetapi terisi oleh medan kuantum. Ruang terlihat kosong saat energi medannya mendekati minimum. Akan tetapi, ketika tereksitasi, ruang terisi dengan energi dan materi yang terlihat. “Ruang hampa itu tidak hampa,” kata fisikawan Amerika Serikat John Archibald Wheeler pada suata kesempatan. “Ruang tersebut merupakan tempat terjadinya proses-proses fisika yang paling beragam dan menakjubkan.”
Energi gelap mungkin akan membuktikan bahwa dugaan Wheeler ternyata benar dalam skala terbesar. Untuk memahami bagaimana cara alam semesta mengembang—dan mengapa sekarang laju pengembangannya tampak bertambah cepat—fisikawan terutama bergantung pada teori relativitas umum Einstein. Teori itu mampu menjelaskan fenomena pada skala besar, tetapi gagal pada tingkat mikroskopis. Kegagalan yang kemudian dijelaskan dengan teori kuantum. Diduga, pada tingkat inilah tersimpan penyebab semakin cepatnya perkembangan alam semesta. Untuk menjelaskan energi gelap, mungkin diperlukan hal baru: teori kuantum ruang dan gravitasi.
Para ilmuwan harus menghadapi fakta memalukan bahwa mereka tidak tahu berapa banyak energi, baik gelap ataupun tidak, yang dimiliki suatu ruang. Ketika ahli teori kuantum mencoba menghitung jumlah energi yang terdapat di, katakanlah, satu liter ruang yang tampaknya kosong, mereka mendapatkan angka yang besar. Tetapi, astronom yang menghitung pada ruang yang sama berdasarkan pengamatan energi gelap mendapatkan angka yang kecil. Perbedaan antara kedua angka tersebut mengejutkan: Sepuluh pangkat 121, yaitu angka satu yang diikuti 121 angka nol. Ini merupakan perbedaan terbesar antara teori dan pengamatan dalam sepanjang sejarah ilmu pengetahuan. Jelas ada hal sangat penting yang belum benar-benar kita pahami.
Namun, justru teka-teki semacam itu yang dulu membuka pintu-pintu penemuan. Teori relativitas umum Einstein disusun sebagian untuk memecahkan perbedaan kecil antara prediksi dan pengamatan orbit planet Merkurius. Lalu, berapa banyak yang dapat kita pelajari dengan memecahkan kebingungan yang jauh lebih besar saat ini mengenai materi gelap dan energi gelap? Sebagai fisikawan, Niels Bohr pernah berkata, “Kalau tidak ada paradoks, tidak akan ada kemajuan.”
---
Timothy Ferris menulis tentang badai surya untuk majalah ini pada Juni 2012. Robert Clark memotret makam kuno Peru untuk edisi Juni 2014.