Jejak Buddha di Afganistan

By , Senin, 31 Agustus 2015 | 15:17 WIB

Hingga saat ini, ribuan artefak dari Mes Aynak yang tidak bisa diterima oleh museum berada di tempat penyimpanan sementara di dalam atau dekat situs. Sebagian besarnya belum dianalisis maupun dikaji. Massoudi dan Sultan berbicara tentang pendirian sebuah museum lokal suatu hari nanti.

Tetapi, pertama-tama, tantangan di bidang keamanan harus dijawab. Dan dalam jangka panjang penundaan penambangan justru mem­berikan ancaman lebih besar. Keamanan Mes Aynak sebagian besar bergantung pada memastikan bahwa tenaga kerja dari penduduk setempat, yang rentan terhadap bujukan atau paksaan Taliban, untuk tetap dipekerjakan dengan upah mencukupi. Banyak di antara mereka yang marah karena harus angkat kaki dari desa mereka akibat kegiatan penambangan yang dilakukan di sana. World Bank, yang mendukung upaya arkeologi melalui proyek kerja sama dengan Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afgan, memperkirakan bahwa tambang pada akhirnya akan menghasilkan 4.500 pekerjaan langsung dan beribu-ribu lagi pekerjaan tidak langsung.

Selama bertahun-tahun, beberapa ratus tenaga kerja telah menerima upah dengan jumlah besar menurut standar setempat untuk mengayun kapak dan cangkul, atau melakukan pekerjaan kasar di situs arkeologi. Tetapi “jika Anda tidak punya makanan atau penghasilan, sementara anak-anak Anda kelaparan, Anda akan rela melakukan apa pun,” kata Habib Rahman, 42 tahun.

Kekerasan hidup yang dialami penduduk setempat seperti Rahman sepertinya tidak akan banyak berubah di masa mendatang. Ancaman Taliban kepada sebagian pekerja, dengan menuduh mereka mempromosikan Buddhisme, juga tidak membantu. Tetap saja, ada kekaguman terhadap pencapaian bangsa mereka di masa lalu. “Leluhur saya Muslim,” kata Javed, seorang buruh berusia 36 tahun. “Tetapi kami tahu, banyak generasi yang hidup di tanah ini sebelum kami. Saat bekerja, saya membayangkan bahwa di tempat ini terdapat peradaban, pabrik, kota, bahkan raja. Ya, ini juga Afganistan.”

---

Fotografer yang berbasis di Inggris Simon Norfolk mengambil spesialisasi fotografi lanskap. Lewat karyanya, dia mengeksplorasi makna frasa “medan perang” dan berbagai interpretasinya.