Jangan Buang Makananmu

By , Senin, 29 Februari 2016 | 12:00 WIB

Stuart tidak pernah melupakan gambaran besar ini, namun dia menyadari bahwa perubahan paradigma terjadi berangsur-angsur. Ia pun berdiri di gurun pasir di belakang gedung pengemasan di Ica, dengan gigih mewawancarai Luis Torres, manajer umum Shuman Produce Peru. Akibat tidak ada pasar lokal yang mau menerima sisa ekspornya, setiap tahun Torres membuang sekitar 1.500 ton bawang bombay kecil atau berbentuk kurang bulat. Namun dia enggan menyalahkan pembeli atas kerugian ini.

“Jika saya mengeluh, supermarket akan mencari petani baru,” katanya, mengangkat bahu. “Saya berpaham praktis. Tidak ada yang bisa saya lakukan untuk mengubah peraturan.”

Berdiri dengan kaki mengangkang dan tangan bersedekap, Stuart menyahut, “Saya bisa.”

Tiga tahun silam, selama sepekan Stuart menjelajahi pedesaan Kenya, berburu bahan untuk makan malam formal di Nairobi, tempat Program Lingkungan Hidup (UNEP) PBB akan menyoroti masalah pembuangan makanan. Seratus lima puluh kilometer dari ibu kota, dia menemui petani yang dipaksa oleh standar kosmetik Eropa untuk membuang 40 ton kacang polong, brokoli, kacang kapri, dan buncis per minggu—cukup untuk memberi makan 250.000 orang. Dalam setahun Stuart bersama kru kamera kembali ke Kenya dan mendapati bahwa petani menyingkirkan hampir setengah panenan mereka di ladang dan gudang pengemasan. Petani polong-polongan pun kehilangan lebih banyak karena harus memotong pucuk dan ekor dari produk mereka yang masih bertahan. Pihak supermarket juga secara rutin membatalkan pesanan di menit terakhir tanpa memberikan kompensasi kepada petani. Setelah Feedback memublikasikan gambar-gambar kacang polong tolakan dan menuduh jaringan supermarket besar telah mengalihkan biaya yang harus mereka tanggung ke petani yang relatif tidak berdaya, pedagang Inggris siap berdiskusi. Mereka akhirnya setuju membayar pembatalan pesanan dan memperpanjang kemasan mereka agar polong hanya perlu dipotong di salah satu ujungnya. Tidak hanya pembuangan makanan dan sumber daya yang berkurang, lahan yang dibutuhkan para petani juga berkurang beberapa hektare.

Laporan Feedback tentang polong-polongan Kenya pada 2015 hanyalah satu pencapaian di tahun yang menjadi titik balik itu. Di akhir 2015 PBB berjanji me-ngurangi pembuangan makanan hingga setengah pada 2030. Mekanisme pasti dari tujuan ambisius ini belum dijabarkan. Namun sejumlah negara dan perusahaan menciptakan dan mengadopsi pengukuran standar untuk menghitung buangan. Jika target terpenuhi, akan ada cukup makanan yang bisa diselamatkan untuk memenuhi kebutuhan setidaknya semiliar manusia.

pada suatu kamis siang di September yang mendung, Stuart berjalan melintasi ladang becek di utara Prancis. Dia merogohkan kedua tangannya ke gundukan tanah dan mengeluarkan beberapa butir kentang berkulit tipis, yang, akibat ukurannya yang hanya seujung ibu jari, lolos dari cengkeraman mesin pemanen. Selama satu setengah jam berikutnya, dia dan sekelompok pemungut mengais-ngais tanah. Tujuan mereka adalah Mengumpulkan 500 kilogram kentang untuk acara Feeding the 5.000 yang akan diselenggarakan pada Minggu di pusat aktivitas sipil Paris, Place de la République nan megah. Keesokan harinya Stuart dan sekelompok relawan lain dari organisasi mitranya mencuci timbunan buruan mereka di sebuah bangunan kosong di 12th arrondissement.

Sabtu tiba, waktunya makan. Berkumpul di barisan meja plastik di alun-alun, ratusan relawan datang dan pergi dalam kurun waktu empat jam, memotong kasar sekitar 1.800 kilogram kentang, terung, wortel, dan paprika merah—sebagian dipungut dari pertanian, sebagian sumbangan dari pasar grosir Rungis. Kebanyakan adalah veteran yang memasak untuk massa. Para penolong ini memindahkan produk dari peti-peti ke mangkuk-mangkuk plastik raksasa kemudian ke kantong plastik biru. Pada pukul lima pagi di hari Minggu, Koki Peter O’Grady, penganut Hare Krishna yang mengelola dapur umum di London, menuangkan isi kantong-kantong itu ke tangki logam setinggi dada di atas kompor gas.

Menjelang tengah hari, taman telah ramai. Para musisi tampil di panggung dan sejumlah wortel dan terung berkaki dua berpawai sambil menyerukan, “Berhenti membuang sayur!”

Stuart tidak terlihat, kehadirannya sudah tidak lagi diperlukan. Saat 6.100 orang mulai mengantre, para penyaji segera mengenakan sarung tangan, topi, dan celemek mereka. Pada tengah hari, Stuart datang. Dia naik ke panggung dan menyambar pengeras suara. Dia mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang memungkinkan perjamuan ini diadakan, menyebut pembuangan makanan sebagai skandal, secara singkat menghubungkan pertanian dengan perubahan iklim, kemudian turun dari panggung. Namun sebelumnya dia tak lupa berseru, “Bon appétit.”