Bergantung di Dahan nan Lapuk

By , Rabu, 7 Desember 2016 | 13:21 WIB
Karena wajahnya ekspresif dan menggemaskan, bayi orangutan berharga sangat mahal di pasar gelap hewan peliharaan.

Selama berabad-abad, ilmuwan menganggap semua orangutan tergolong dalam satu spesies. Tetapi, pemahaman baru dalam dua dekade terakhir membuat peneliti bisa membedakan spesies orangutan Kalimantan dan Sumatra, yang sama-sama berstatus kritis. Bahkan, peneliti menemukan bahwa populasi yang baru-baru ini ditemukan di Batang Toru di Tapanuli Selatan, sebenarnya lebih dekat secara genetis dengan orangutan Kalimantan daripada Sumatra.

Orangutan Batang Toru dianggap sebagian peneliti cukup berbeda dengan dua yang lain sehingga bisa digolongkan sebagai spesies ketiga. Populasi yang hanya 400 ekor ini terancam oleh rencana proyek PLTA yang akan membelah habitatnya dan mendatangkan lebih banyak kegiatan manusia, termasuk perburuan liar.

Selain itu, beberapa populasi di Kalimantan kini dianggap subspesies terpisah, berdasarkan faktor seperti perbedaan bentuk tubuh, vokalisasi, dan adaptasi terhadap lingkungan. Keragaman orangutan bahkan lebih luas dari itu—mencakup berbagai perbedaan yang belum diketahui sebabnya oleh ilmu pengetahuan.

Orangutan mempelajari sebagian besar perilaku yang digambarkan di sini dari induknya, sebelum mencapai masa remaja sekitar usia 12 tahun. Beberapa perilaku ini ditemukan di mana-mana. Yang lainnya hanya ditemukan di daerah tertentu, menunjukkan kemungkinan adanya budaya daerah. (National Geographic)

Dari tempat ia duduk di tajuk hutan hujan Sumatra, mawas jantan besar yang dinamai Sitogos melompat ke sebatang punggur dan, dengan menggunakan seluruh bobotnya yang 90 kilogram, mengoyang-goyangnya sampai pangkalnya berderak patah. Lalu Sitogos melompat ke dahan di dekatnya, sementara punggur itu berdebam keras ke arah saya.

Orangutan sering melakukan hal ini saat marah. Dengan merentangkan kedua tangan yang mencapai dua meter, Sitogos berayun di atas hutan. Seekor betina muda, Tiur (“terang”), mengikuti setiap gerakannya, mendekat setiap kali Sitogos berhenti. Betina yang lebih kecil dan lebih lemah itu terus mengekor ke sana kemari, kendati sang jantan tampaknya acuh tak acuh. Keduanya berbaring di satu dahan.

Baru-baru ini, Sitogos mengalami perubahan luar biasa. Selama bertahun-tahun sebelumnya, perawakannya tidak jauh berbeda dengan Tiur. Kemudian, saat testosteron memenuhi tubuhnya, ototnya bertambah besar, bulunya bertambah panjang, dan tumbuh bantalan pipi serta kantong suara besar yang memperkuat teriakannya.

Kini Sitogos menikmati kesenangan di atas tajuk hutan—perhatian setia Tiur dan peluang kawin, juga dengan betina lain—tetapi perubahan fisiknya juga membawa dampak negatif. Dari kejauhan terdengar teriakan orangutan jantan lain. Sitogos berdiri, diam sejenak, lalu mulai bergerak ke arah sang penantang.

Banyak spesies hewan yang jantannya mengalami perubahan fisik drastis saat menginjak dewasa, tetapi proses yang terjadi pada orangutan sangat menarik. Tidak semua jantan dewasa memiliki tubuh besar, bantalan pipi, dan kantong suara seperti Sitogos. Banyak yang tetap bertubuh kecil kendati telah lama mencapai kematangan seksual, yang perubahannya terjadi sekian tahun lebih lambat dibanding jantan lainnya. Beberapa tetap tidak berubah sepanjang hidupnya. Mekanisme di balik perbedaan ini, disebut bimaturisme atau kedewasaan ganda, merupakan salah satu misteri terbesar zoologi.

Di hutan Sumatra Utara, hanya satu jantan berbantalan pipi dominan yang menguasai kelompok betina setempat. Banyak jantan di kawasan itu tetap bertubuh kecil dan tidak punya bantalan pipi, agar terhindar dari konfrontasi yang pasti terjadi apabila beberapa jantan berebut kuasa (sampai saat si jantan siap mencoba menjadi penantang). Bagi jantan kecil, satu-satunya kesempatan untuk meneruskan gennya adalah dengan mengawasi dari pinggir, jauh dari jangkauan sang jawara, mencuri-curi kawin bila ada kesempatan.

Sebaliknya, di Kalimantan, hampir semua jantan memiliki bantalan pipi. Para jantan itu berkeliaran di daerah yang luas, tidak satu jantan pun memiliki kelompok betina tetap. Kesempatan terbaik orangutan jantan untuk kawin adalah dengan memiliki tubuh yang kuat dan mengalahkan pesaing, sehingga terjadi lebih banyak konfrontasi dan cedera.

Di jalan setapak tidak jauh dari stasiun penelitian Knott, saya melihat bukti konflik ini. Seekor orangutan jantan bernama Prabu bercokol di dahan ara-akar. Saat sesekali dia mengintip ke bawah, terlihat luka tusuk baru di keningnya sementara bibir bawahnya robek sebagian. Jelas Prabu baru berkelahi, tetapi apakah dia menang atau kecundang?